yoldash.net

Meragukan Kekuatan Superman, 'Flop' di Efek Gravitasi?

Kekuatan Superman yang didapat dari gap gravitasi antara Planet Krypton dan Bumi dinilai punya kelemahan dari sisi sains.
Ilustrasi. Superman mendapat kekuatan karena perbedaan gravitasi antara dua planet. (Foto: Warner Bros. Pictures)

Jakarta, Indonesia --

Superman, tokoh pahlawan super alias superhero ciptaan DC Comics, memiliki kekuatan hebat lantaran perbedaan gravitasi di kampung halamannya, Planet Krypton, dengan Bumi. Validkah konsep ini secara ilmiah?

Dikutip dari Scienceworld, Superman lahir di planet Krypton yang ukurannya jauh lebih besar dan dengan gaya gravitasi yang lebih kuat daripada Bumi. Ketika planet itu runtuh, Jor-El memasukkan Kal-El (nama Krypton Superman) ke dalam roket dengan tujuan ke Bumi.

Saat beranjak dewasa di Bumi, Superman, yang memiliki nama Bumi Clark Kent, kian menunjukkan potensi kekuatannya karena gravitasi Bumi tidak banyak mempengaruhinya sebanyak gravitasi Krypton.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terkenal dengan logo S di bagian dada, Superman digambarkan punya fisik super; kebal peluru dan senjata tajam, bergerak secepat kilat, bersenjata laser mata, penglihatan tembus pandang, napas pembeku, hingga bisa mengangkut gedung.

Dalam cerita komiknya, Superman, mampu mengangkat benda seberat 2 miliar ton. Sebagai bandingan, Gedung Empire State Building punya berat 365 ribu ton.

ADVERTISEMENT

Dengan kekuatan 'paket lengkap' tersebut, Superman menjadi salah satu karakter terkuat di DC Universe.

Namun, benarkah konsep kekuatan semacam itu bisa didapat dari gap gravitasi?

Lembaga Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) menyebut astronaut yang terbang ke luar angkasa bisa mengalami berbagai penurunan kondisi tubuh.

Yakni, hilangnya massa tulang dan otot, perubahan kinerja jantung, variasi perilaku, dan perubahan fisik lainnya yang dipicu oleh perubahan sistem saraf akibat tinggal di ruang gravitasi mikro alias nyaris nol gravitasi.

Yang paling sering dialami astronaut adalah perubahan pada tulang. Ini mempengaruhi kemampuan astronaut untuk bergerak dan berjalan saat kembali ke Bumi.

Spec Tulang

Tulang memiliki empat fungsi dasar. Yakni, sebagai kerangka yang menyangga jaringan lunak dan berat tubuh, penyimpanan nutrisi penting, memproduksi darah, dan perlindungan terhadap organ dalam tubuh.

Dia merupakan jaringan hidup yang dinamis, responsif terhadap penyakit dan cedera, dan bisa memperbaiki diri dengan memecah tulang lama dan menggantinya dengan yang baru secara berulang.

Komponen organik dan anorganik pada tulang secara bersama-sama menciptakan struktur kerangka yang kokoh namun fleksibel.

Pada individu yang sehat di Bumi, tulang terbentuk pada kecepatan yang sama saat dipecah, sehingga tidak pernah ada kehilangan massa tulang secara keseluruhan. Proses ini berubah seiring bertambahnya usia seseorang atau saat memasuki gaya berat mikro dalam waktu yang lama.

NASA, dikutip dari situs resminya, menjelaskan jumlah berat yang harus ditopang tulang astronaut di luar angkasa berkurang hingga hampir nol. Pada saat yang sama, banyak tulang yang membantu pergerakan tidak lagi mengalami tekanan yang sama seperti yang dialami di Bumi.

Jumlah kalsium yang ditemukan dalam darah astronaut selama penerbangan luar angkasa pun jauh lebih tinggi daripada saat di Bumi. Hal ini mencerminkan penurunan kepadatan atau massa tulang.

Penurunan kepadatan ini, yang dikenal sebagai osteoporosis, membuat tulang menjadi lemah dan kurang mampu menopang berat dan pergerakan tubuh saat kembali ke Bumi. Kondisi ini juga membuat astronaut berisiko tinggi terhadap patah tulang.

Pengeroposan tulang ini dimulai dalam beberapa hari awal di luar angkasa. Kehilangan paling parah terjadi antara bulan kedua dan kelima di ruang angkasa, meskipun prosesnya terus berlanjut sepanjang waktu yang dihabiskan astronaut dalam gaya berat mikro.

Astronaut mendapatkan kembali sebagian besar massa tulang mereka dalam beberapa bulan setelah mereka kembali dari luar angkasa, tetapi tidak semuanya.

Mekanisme pasti yang menyebabkan hilangnya kalsium dalam gaya berat mikro tidak diketahui. Banyak ilmuwan percaya bahwa gravitasi mikro menyebabkan tulang rusak pada tingkat yang jauh lebih cepat daripada pembentukannya.

Namun, pemicu pasti untuk perubahan ini belum ditemukan. Para peneliti saat ini sedang melakukan beberapa penelitian, termasuk tingkat hormon, diet, dan olahraga, untuk menentukan dengan tepat apa yang menyebabkan dan apa yang dapat mencegah osteoporosis selama penerbangan luar angkasa.

Terlepas dari itu, fenomena tersebut sudah jadi hukum alam. Jika ini diterapkan pada cerita DC Comics, Clark Kent alias Superman, yang fisiknya tampak tak beda dengan manusia, mestinya mengalami penurunan massa tulang dan otot seiring kian lama di Bumi, bukan sebaliknya kan?

[Gambas:Video CNN]

  

(can/lth)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat