yoldash.net

Data Inafis Bocor di Dark Web, Polri Akan Cek Kembali

Polri akan melakukan mitigasi khusus terkait kebocoran data-data lama milik Inafis di situs Dark Web.
Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho (tengah) mengatakan pihaknya bakal melakukan mitigasi khusus terkait aksi peretasan data lama Inafis. (CNN Indonesia/Taufiq Hidayatullah)

Jakarta, Indonesia --

Mabes Polri angkat suara terkait kebocoran data-data lama milik Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) di situs Dark Web.

Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengatakan pihaknya bakal melakukan mitigasi khusus terkait aksi peretasan tersebut. Ia mengatakan mitigasi juga dilakukan untuk mencegah kejadian serupa di masa yang akan datang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nanti kita mitigasi, kita cek kembali, yang pasti bahwa Polri akan bekerja sama dengan stakeholder lainnya untuk bisa menuntaskan permasalahan ini," jelasnya, Selasa (25/6).

Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian sebelumnya mengakui ada kebocoran data lama milik Inafis Polri.

ADVERTISEMENT

"Terkait dengan dugaan insiden pada Inafis yang ada di kepolisian, jadi hasil koordinasi kita dengan kepolisian, nanti boleh ditanyakan kepada mereka lebih lanjut," ujarnya dalam konferensi pers, Senin (24/6).

"Karena data ini kan ditemukannya dari Dark Web, sama dengan pasar gelap, jadi tentu kita crosscheck, kita konfirmasi dengan kepolisian apa benar ini data kalian? Mereka bilang itu ada data memang data lama," lanjutnya.

Informasi kebocoran data Inafis sendiri telah diunggah akun @FalconFeedsio. Akun ini menyebut data Inafis diunggah oleh salah satu pengguna di BreachForums bernama MoonzHaxor.

"MoonzHaxor, anggota BreachForums, telah mengunggah pelanggaran data yang signifikan yang melibatkan Sistem Identifikasi Sidik Jari Otomatis Indonesia (Inafis)," tulis akun tersebut, Sabtu (22/6).

Data yang dibocorkan MoonzHaxor mulai dari gambar sidik jari, email, dan aplikasi SpringBoot yang telah dikonfigurasi. Penjahat siber tersebut menjual data-data tersebut dengan data US$1.000 atau sekitar Rp164 juta.

(tfq/pmg)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat