Giant Sea Wall, Mimpi Kepak Sayap Garuda Raksasa di Laut Jakarta
![Giant Sea Wall, Mimpi Kepak Sayap Garuda Raksasa di Laut Jakarta Proyek Giant Sea Wall di Teluk Jakarta tak lepas dari studi soal penurunan muka tanah dari para pakar yang sempat berulang kali ditolak Pemerintah.](https://akcdn.detik.net.id/visual/2016/12/23/0695b78d-9c6b-4a2d-a4d5-2e5e0c734c50_169.jpg?w=650&q=90)
Proyek tanggul Jakarta atau Giant Sea Wall tak lepas dari dorongan para ahli dalam negeri yang konsisten meneliti penurunan muka tanah di Jakarta dan andil kehadiran pakar internasional.
Tanggul raksasa ini diharapkan bisa jadi penangkal gelombang laut menggenangi daratan Jakarta yang dinilai semakin turun permukannya sehingga berpotensi tenggelam.
Saat diwawancara Indonesia.com via video konferensi, Kamis (10/2), Dosen Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas menceritakan penelitian soal penurunan muka tanah itu setidaknya sudah dimulai di dekade '90-an dengan digawangi oleh Doni Muhardono dari Badan Geologi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penelitian itu kemudian dilanjutkan salah satunya oleh guru dari Heri, Hasanudin Abidin. Heri sendiri mulai terjun dalam studi itu pada 1998 sejak menjadi mahasiswa ITB.
Hasil riset itu kemudian dikirimkan secara berturut-turut ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta era Sutiyoso (1997-2007) dan era Fauzi Bowo alias Foke (2007-2012).
ADVERTISEMENT
"Waktu itu hasilnya di-submit ke Pak Sutiyoso, responsnya kurang, ke Fauzi Bowo juga kurang," ungkap Heri, "Minta audiensi juga tidak ada respons. Cuma balasan dan dibilang isunya sensitif dan harus diperdalam".
Lihat Juga : |
Heri menyebut publikasi itu kemudian menarik perhatian pakar dari Belanda. Di antaranya, dari Delft University of Technology, University of Twente, dan salah satu pusat riset swasta berbasis di Belanda. Tim peneliti memilih menerbitkan hasil studinya di jurnal internasional. Tak jauh berselang, banjir rob besar menerpa setidaknya 20 lokasi di Jakarta pada 2007.
Mereka kemudian mendatangi tim peneliti di Bandung untuk membahas lebih lanjut soal studi itu.
"Saya masih ingat peneliti dari Belanda datang ke ITB karena mereka melihat hasil riset kita tentang penurunan tanah di Jakarta. Nah, mereka meyakini bahwa ini bukan sekadar sea level rise, tetapi akibat tanahnya turun," tutur Heri.
"Sehingga kalau terus turun airnya akan ada di bawah laut. Turunnya waktu itu kan ada yang 10 cm per tahun, 20 cm per tahun. Jadi 10 kali lipat hingga 20 kali lipat dari kenaikan air laut," lanjut dia.
Berbekal hasil riset dan diskusi, peneliti dari kedua negara menyepakati bahwa fenomena banjir rob DKI terjadi akibat kombinasi penurunan tanah dan juga kenaikan air laut.
Para peneliti Belanda itu lantas mengajak Heri dkk. untuk memberi presentasi ke Pemerintah DKI Jakarta Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Dirjen DSDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
"Didengar orang Belandanya, saya mah enggak. Didengar [Pemprov] dan jadi proyek Belanda, dan [kemudian] Korea masuk di tengah-tengah [perjalanan proyek]," seloroh Heri.
"Akhirnya, karena orang Belanda jago ngomongnya bahwa harus ada aksi upaya penanganan atau manajemen resiko dari banjir rob. Sehingga ada inisiasi program Giant Sea Wall pada waktu itu," tambah dia.
Setelah audiensi itu, pembangunan tanggul raksasa atau Giant Sea Wall (GSW) menjadi salah satu opsi jangka pendek yang paling memungkinkan. Sebab, pengendalian penurunan tanah membutuhkan waktu yang lebih lama.
Sementara, solusi lain, yakni evakuasi atau memindahkan warga ke luar Jakarta, tak memungkinkan karena terlalu mahal.
"Sebenarnya kita mampu menangani atau mengendalikan penurunan tanah. Tapi, mengendalikan laju penurunan tanah itu menjadi strategi jangka menengah panjang. Jangka pendeknya dibangun Giant Sea Wall," ucapnya.
Pemprov Jakarta pun bersama para peneliti membentuk Jakarta Coastal Defend Strategy (JCDS). Saat itu, Heri memaparkan rencana pembangunan GSW dibentuk dengan desain mirip burung garuda hingga dinamai 'Great Garuda'.
Memanfaatkan momentum, pihaknya turut memasukkan rencana pembangunan 17 pulau reklamasi di Teluk Jakarta, yang sudah ada desainnya sejak era Presiden kedua RI Soeharto, ke dalam desain besar tanggul Jakarta.
"Kesempatan lah kita bisa bilang, bahwa reklamasi 17 pulau ini kalau disandingkan dengan Giant Sea Wall. Kemudian judulnya diubah bukan sekadar pengembangan wilayah pesisir tapi juga proteksi untuk penyelamatan Jakarta," paparnya.
Lihat Juga :![]() LIPUTAN KHUSUS Benteng Rapuh Warga Pesisir Jakarta Hadang Banjir Rob |
Bersambung ke halaman berikutnya...
Tudingan Kobokan Raksasa dari Anies
BACA HALAMAN BERIKUTNYATerkini Lainnya
Tudingan Kobokan Raksasa dari Anies
Sumur Resapan Anies, Jurus Pengendali Banjir dan Tudingan Pemborosan
Benteng Rapuh Warga Pesisir Jakarta Hadang Banjir Rob
Jakarta Tenggelam: Air Laut Naik atau Muka Tanah Turun?
Warga Demo Tuntut Anies Cabut Pergub Penggusuran Era Ahok
Susul Jakarta, Kota-kota di AS Diprediksi Tenggelam 2050
Kembangkan Ekosistem Sungai, Pertamina Luncurkan Gerbang Biru Ciliwung
Profil Simon Aloysius Mantiri yang Gantikan Ahok Jadi Komut Pertamina
FOTO: Hidup Baru Pengungsi Iklim Panama