yoldash.net

Masjid Wal Adhuna, Saksi Bisu Tenggelamnya Daratan Jakarta

Masjid Wal Adhuna yang berada di Muara Baru kini telah terbengkalai karena sudah total terendam air laut, Jakarta Utara.
Kontras daratan di mana Masjid Wal Adhuna yang kini terbengkalai karena terendam air laut, dan daratan yang dilindungi pagar atau tanggul, Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, 1 Oktober 2021. (CNNIndonesia/Taufiq Hidayatullah)

Jakarta, Indonesia --

Pagar dengan tinggi sekitar lima sampai enam meter membatasi daratan dan air laut di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara. Daratan yang tak terendam air laut ditandai sebuah plang bertuliskan, 'Tanah milik PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) cabang Sunda Kelapa'.

Sementara di balik pagar tinggi itu, di tengah-tengah genangan air laut pesisir Jakarta terdapat sebuah bangunan yang sudah rusak terbengkalai karena terendam. Dari ciri atap yang bertumpang, bangunan tersebut adalah sebuah masjid.

Indonesia.com bertemu dengan salah seorang warga Muara Baru yang telah lama bermukim di daerah tersebut, Kusmo (47). Dari mulutnya diceritakanlah bahwa bangunan yang kini terendam air laut itu awalnya memang sebuah masjid. Masjid Wal Adhuna namanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menuturkan setidaknya hampir sekitar 13 tahun masjid itu sudah terendam air laut di Teluk Jakarta tersebut.

Kusmo mengaku tidak mengetahui secara pasti kapan masjid tersebut didirikan. Namun, seingatnya masjid tersebut sudah berdiri tegak ketika ia datang ke daerah tersebut bersama orangtuanya pada 1984 silam.

ADVERTISEMENT

"Sekarang orang-orang yang tahu asal-usul masjid itu udah enggak ada. Tapi ketika umur 10 tahun datang ke sini menyusul bapak, masjid itu sudah ada," tutur Kusmo ketika disambangi Indonesia.com, Jumat (1/10).

Kusmo menceritakan bahwa kondisi masjid tersebut saat ini kontras dibandingkan dengan masa jayanya sebagai rumah ibadah dulu. Ketika, pelbagai kegiatan keagamaan maupun aktivitas sosial kerap dilakukan warga Gang Gudang Koja.

Berdasarkan penuturan Kusmo, dahulunya wilayah ini juga masih dijadikan tempat untuk sandaran bagi kapal-kapal pengangkut kayu. Berbagai kawasan pergudangan juga memadati area tersebut.

Ia ingat betul, dahulu ratusan jamaah rutin menunaikan ibadah salat lima waktu di sana. Jumlah tersebut menurutnya akan melonjak kala salat Jumat ataupun ketika memasuki hari raya. Pasalnya, bangunan itu menjadi satu-satunya masjid terdekat yang berada di sekitar pemukiman masyarakat dan pelabuhan.

"Wah dulu mah ramai banget, soalnya masjid yang lain itu adanya di depan dekat jalan raya. Jadilah orang-orang beribadah di sini," kenangnya.

Intensitas ibadah dan aktivitas masyarakat di masjid, menurut Kusmo, mulai berkurang secara drastis ketika pelabuhan tersebut dipindahkan ke daerah Sunda Kelapa pada 2008-an silam. Apalagi terjadi kenaikan air laut atau penurunan muka tanah yang membuat masjid itu kini dikelilingi air.

Dari yang awalnya hanya sebatas mata kaki pada 2009 silam, saat ini ketinggian permukaan air laut sudah naik hingga mencapai satu setengah meter.

Cat hijau yang dulunya menyelimuti masjid tersebut juga tidak lagi bisa ditemukan. Dinding-dinding masjid yang kerap dihantam oleh gelombang pasang sudah mulai mengelupas.

Pada beberapa bagian masjid juga jamak ditemukan lumut-lumut yang tumbuh subur. Pintu dan jendela yang dulunya menempel sudah lama hilang terseret arus laut.

Salah satu bangunan masjid bahkan tak lagi memiliki atap di atasnya. Sementara di bagian kubah masjid, penutup yang terbuat dari lapisan seng juga mulai bolong-bolong di keempat sisinya.

Masjid Wal Adhuna di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara terendam oleh air laut sejak 2009.Kerangka pucuk kubah Masjid Wal Adhuna yang tersisa terlihat di balik pagar tanggul air laut, Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, 1 Oktober 2021. (Indonesia/Taufiq Hidayatullah)

Masjid Wal Adhuna Terpisah dari Daratan

Peristiwa bocornya tanggul di dekat masjid yang membuat kawasan Muara Baru menjadi terendam juga memperparah kondisi tersebut. Sejak saat itu, dikatakan Kusmo warga mulai tidak menggunakan Masjid Wal Adhuna.

Pascabocornya tanggul dan banjir rob yang sempat melanda wilayah ini, Pemprov DKI Jakarta memang langsung membangun tanggul yang membatasi wilayah pemukiman dengan pesisir pantai.

Hanya saja, tanggul dengan tinggi lima meter tersebut pada akhirnya memisahkan Masjid Wal Adhuna dari daratan. Tak ada lagi juga bangunan yang dimukimi warga di balik tanggul tersebut.

"Soalnya kawasan pergudangan yang dulu di sekitar masjid sudah dihancurkan ketika proses perpindahan pelabuhan [ke Sunda Kelapa]. Jadilah masjid itu sendirian," ujar Kusno.

Meski begitu ia mengatakan pada awal pendirian tanggul jarak antara masjid dengan bibir pantai masih cukup jauh. Setidaknya masih ada jarak kurang lebih lima meter yang membatasi. Saat ini, katanya, seperti yang disaksikan pula oleh Indonesia.com, air laut sudah mencapai batas tanggul dan merendam bangunan masjid itu sepenuhnya.

Masjid Wal Adhuna di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara terendam oleh air laut sejak 2009.Masjid Wal Adhuna di Muara Baru, Jakarta Utara, telah terendam air laut sejak sekitar 2009 silam. (Indonesia/Taufiq Hidayatullah)

Aktivitas Warga

Setelah tak lagi bisa digunakan sebagai rumah ibadah, bangunan itu masih berdiri.

Meskipun demikian, Masjid Wal Adhuna tak begitu saja ditinggalkan warga, karena ada warga yang mencoba mencari peruntungan nafkah dari habitat laut di sana, dan anak-anak yang bermain.

Untuk mencapai bangunan tersebut, saat ini para warga harus memanjat dinding dengan tangga kayu yang terletak di salah satu sudut tanggul.

Seperti yang dilakukan Sapto (35), pada Jumat (1/10) pagi. Dengan memikul dua buah karung berukuran sedang di pundaknya, ia meniti anak tangga secara perlahan.

"Habis nyari kerang di sana," ujarnya sumringah menunjuk ke arah sekitar bangunan masjid yang terbengkalai.

Ia mengatakan, aktivitas ini memang kerap ia lakukan sehari-hari di pagi hari. Bersama dua orang rekannya, ia biasa mencari kerang sejak pukul 05.00 hingga 09.00 WIB.

Batu-batuan buatan yang ditaruh untuk menahan abrasi air laut menjadi berkah tersendiri buatnya. Pasalnya pada batu-batuan tersebutlah kerang hijau kerap menempel, menunggu untuk ia ambil.

"Emang biasanya jam segini pas lagi surut. Kalau lagi pasang mah kelelep kita kalau mau ngambil juga," jelasnya.

Selain mencari kerang, Sapto mengatakan, masyarakat juga sering memancing dari batas tanggul tersebut. Meskipun diakuinya tidak banyak ikan yang bisa didapatkan dari area pesisir itu. Tapi saat Indonesia.com berada di sana hanya bersua dengan Sapto di area sekitar masjid yang tenggelam tersebut.

Menambahkan Sapto, Kusmo berujar wilayah pinggiran tanggul juga sering dijadikan area bermain oleh anak-anak. Untuk sekadar bermain air atau mandi di bibir tanggul.

Pelbagai aktivitas ini bukannya tanpa bahaya. Salah satu penjaga keamanan dari lahan Pelindo II cabang Sunda Kelapa itu mengatakan, hampir setiap tahun selalu saja ada korban meninggal yang ditemukan.

Meskipun dalam dua tahun terakhir, menurutnya sudah tidak ada lagi korban jiwa akibat kelalaian menerobos tanggul.

"Enggak cuma anak kecil aja, orang dewasa juga ada. Biasanya karena mancing atau main air terus jatuh," jelas pria yang menolak disebutkan namanya itu.

Pihak Pelabuhan Sunda Kelapa sendiri saat ini sudah membatasi akses ke masjid tersebut menggunakan pagar dan portal pembatas. Pos sekuriti juga ditempatkan di sana untuk menghalau orang agar tidak sembarangan masuk kawasan.

Buka halaman selanjutnya untuk lebih tahu prediksi Jakarta tenggelam.

Ancaman Jakarta Tenggelam

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat