yoldash.net

Review Film: Bu Tejo Sowan Jakarta - Halaman 2

Review Bu Tejo Sowan Jakarta: Penampilan kuat Siti Fauziah sebagai Bu Tejo yang ikonis nyatanya tak cukup untuk menyelamatkan kualitas film.
Review Bu Tejo Sowan Jakarta: Penampilan kuat Siti Fauziah sebagai Bu Tejo yang ikonis nyatanya tak cukup untuk menyelamatkan kualitas film. (Tangkapan layar YouTube MD Pictures)

Namun bagi saya, kisah Bu Tejo Sowan Jakarta masih bisa dibungkus tanpa kehadiran karakter-karakter tersebut. Kekuatan trio Tilik yang hadir dalam film ini rasanya cukup untuk memelihara konteks dan premis yang ingin dijaga oleh si penulis naskah maupun sutradara.

Tak usah repot berbincang soal narasi dan ide cerita. Menurut saya, Aaron Suharto bersama Andibachtiar Yusuf seolah terjebak dalam gagasan keberagaman yang mereka gaungkan sebagai premis utama.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Premis klise yang tertuang dalam Bu Tejo Sowan Jakarta tampak tak adil jika disandingkan dengan pendahulunya.

Kala film pendek Tilik (2018) dengan prima membuka diskusi penting soal prasangka buruk yang tumbuh subur di kalangan akar rumput Indonesia, sementara dalam film ini saya menyaksikan alter-ego Bu Tejo yang jelas-jelas disetir oleh semangat berbeda.

ADVERTISEMENT

Sukar memang untuk tidak membandingkan kedua film tersebut, pasal Tilik maupun Bu Tejo Sowan Jakarta sama-sama bertumpu pada seorang Siti Fauziah yang begitu merasuk ke dalam karakter ikonisnya.

Dalam sesi bincang balik layar di Gala Premiere Bu Tejo Sowan Jakarta, Rabu (17/1), Fauziah sempat mengaku bahwa ia akan membawa Bu Tejo ke dalam semesta berbeda.

Bu Tejo Sowan JakartaReview Bu Tejo Sowan Jakarta: Premis klise yang tertuang dalam Bu Tejo Sowan Jakarta tampak tak adil jika disandingkan dengan pendahulunya. (dok. MD Pictures via YouTube)

Melalui pengakuan dari Fauziah, saya mengamati bahwa judul Bu Tejo Sowan Jakarta benar-benar dihayati sungguh-sungguh olehnya.

Bu Tejo, seorang ibu-ibu julid dari pinggir Yogyakarta, harus 'merelakan diri' untuk pergi ke Jakarta. Dengan kata lain, berbagai kompromi pun tentu tersemat dalam benak Fauziah maupun karakter Bu Tejo yang selalu melekat dalam kesehariannya.

Kompromi-kompromi tersebut nyatanya beralih menjadi sebuah produk sinema yang sungguh membuat saya bergidik geli ketika durasi film baru memasuki menit ketiga.

Sekali lagi, Bu Tejo sebagai representasi emak-emak Jawa, harus 'dikalahkan' oleh Jakarta. Saya bahkan nyaris tak menyangka jika guyonan murahan dengan elemen stereotipe ras dan suku bisa kembali muncul di layar lebar Indonesia.

Terlebih, ekspektasi saya begitu tinggi karena sudah membayangkan jika gaya sinematik macam film pendek Tilik bakal diadaptasi untuk mengantar Bu Tejo menuju layar lebar.

Terlepas dari segala pengalaman buruk di atas, saya memproyeksikan jika kompromi Bu Tejo untuk melawat ke Jakarta dapat berakhir sukses, jika ditilik melalui kacamata bisnis.

Film ini begitu populis; yang begitu tergambar dari unsur humor, dialog, hingga formula film paling 'penting' agar film laku di hadapan penonton Indonesia: pesan moral dan sang karakter utama yang berakhir bahagia.

[Gambas:Youtube]



(end)

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat