yoldash.net

Lakukan Deteksi Dini Kanker Payudara, Peluang Sembuh Capai 90 Persen

Melakukan deteksi dini kanker payudara bisa memperbesar peluang untuk sembuh, namun hampir 80 persen pasien baru periksa ketika sudah stadium lanjut.
Ilustrasi kanker payudara. (Foto: iStock/SciePro).

Jakarta, Indonesia --

Pasien kanker payudara disebut berpeluang sembuh lebih dari 90 persen, jika kanker itu terdeteksi lebih dini. Sayangnya, hampir 80 persen pasien memeriksakan diri saat kondisi sudah pada stadium lanjut.

Hal itu dibenarkan oleh Dokter Spesialis Onkologi Mayapada Hospital dr. Bajuadji Sp.B(K)Onk, MARS. Menurut dr. Bajuadji, kesadaran masyarakat terkait risiko kanker masih sangat rendah.

"Sangat rendah kesadaran kita. Angka kesadaran soal kanker dibuktikan dengan angka kunjungan yang datang ke poli. Ini kenapa? Ada beberapa faktor penyebabnya," kata dr. Bajuadji, baru-baru ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Faktor penyebab itu antara lain karena saat ini kanker payudara sudah ditanggung BPJS Kesehatan, yang mendorong pasien jadi lebih berani datang ke rumah sakit (RS) dan berobat. Kedua, pasien merasa malu memeriksakan diri karena terkait kesadaran dan pengetahuan soal kanker payudara.

Faktor berikut penyebab keterlambatan pasien berobat ke RS, karena sebelumnya sudah menggunakan atau memilih pengobatan herbal.

ADVERTISEMENT

"Seringkali berobat ke sana, misalnya ke sinshe atau akupuntur, harganya mahal juga. Belum lagi berbagai pulau tak peduli dengan adanya benjolan," lanjut dr. Bajuadji.

Penting, Deteksi Dini Kanker Payudara

Deteksi dini merupakan langkah utama mencegah kanker payudara. Perempuan bisa mengecek secara mandiri dengan menerapkan Sadari (periksa payudara sendiri). Namun jika memilih deteksi secara medis, dapat menggunakan Sadanis, yaitu pemeriksaan secara klinis sesuai standar WHO dengan memakai alat mammogram.

dr. Bajuadji menegaskan, sebelum pemeriksaan Sadari dan Sadanis, terlebih dahulu perempuan harus mengetahui gejala kanker payudara seperti benjolan, baik yang nyeri maupun tidak, atau berupa benjolan di ketiak.

Gejala selanjutnya, ada cairan keluar dari puting susu yang bisa berwarna merah, merah darah, atau kuning, atau putih, atau bening. Selain itu, bentuk puting susu masuk ke dalam. Kemudian, terjadi perubahan bentuk dan permukaan dari payudara, bisa saja ukuran jadi lebih besar dari payudara normal. Umumnya, payudara yang sakit berukuran lebih besar.

Gejala lain, ada luka di puting susu atau koreng atau borok, bisa mirip lecet atau luka biasa. Gejala berikut, terlihat perubahan pada kulit payudara jadi warna kemerahan, atau seperti gambaran kulit jeruk.

Risiko dan Mitos Tentang Kanker Payudara

Selama ini, kerap terdengar mitos yang mengatakan pemicu kanker payudara adalah pemakaian bra saat tidur di malam hari, atau pemakaian bra berkawat. Ada pula yang menyebut bahwa kanker disebabkan oleh penggunaan deodoran, serta terlalu banyak konsumsi gula.

dr. Bajuadji menegaskan, mitos-mitos tersebut adalah tidak benar.

"Jadi yang tadi disebutkan, bra malam hari, (bra) kawat atau deodoran atau pewangi, pemakaian bra dan gula, sama sekali tak ada hubungannya, tak ada kaitannya," katanya.

Menurut dr. Bajuadji, pencetus kanker payudara antara lain adalah penggunaan obat hormon seperti pil KB, suntik, atau implan, juga pengobatan hormon lain yang mengganggu keseimbangan hormon.

Faktor risiko lain, misalnya pasien memiliki riwayat haid pertama kurang dari 10 tahun; mengalami menopause di atas usia 50 tahun; melahirkan anak pertama di atas 35 tahun; perempuan yang tak pernah menyusui atau melahirkan; serta perempuan yang punya riwayat operasi payudara.

Faktor risiko berikut sebagai penyebab kanker payudara, adalah keturunan atau genetik.

"Perempuan yang mempunyai riwayat keluarganya, ada riwayat dengan keganasan, umumnya bisa memicu," kata dr. Bajuadji.

Pengobatan Kanker Payudara di Mayapada Hospital

Mayapada Hospital memiliki tim dokter ahli Konsultan Onkologi berpengalaman yang berkolaborasi melalui tumor board demi penanganan kasus pasien yang dilakukan secara komprehensif, sesuai dengan besar tumor dan kondisi pasien.

Tindakan pembedahan dengan kamar operasi tekanan negatif memberikan jaminan keamanan di tengah pandemi. Salah satu terapi pengobatan kanker payudara adalah operasi mastektomi radikal, yakni pengangkatan payudara yang terkena kanker dan kelenjar getah bening di sekitarnya.

Adapun komplikasi yang sering terjadi pasca operasi adalah terjadi limfedema, atau pembengkakan karena penumpukan cairan pada anggota tubuh. Pencegahan limfedema dilakukan dengan tindakan Lymphatic Venous Anastomosis/Anastomosis vena limfatik (LVA).

LVA adalah tindakan intervensi bedah mikro advance, di mana beberapa pembuluh limfatik dihubungkan (beranastomosis) ke vena kecil di dekatnya. Dengan menghubungkan pembuluh limfatik yang masih berfungsi ke vena kecil, LVA mencoba untuk melewati pembuluh limfatik yang rusak.

Setelah itu, bisa dilakukan Advance Therapy. Penatalaksanaan kanker payudara juga dilakukan dengan obat-obatan yang dapat diberikan sebelum atau setelah tindakan pembedahan. Hal ini disebut sebagai terapi sistemik karena dapat mencapai sel kanker hampir di mana saja dalam tubuh.

"Beberapa dapat diberikan melalui mulut, disuntikkan ke otot, atau dimasukkan langsung ke dalam aliran darah, tergantung pada jenis kanker payudaranya. Urutannya adalah operasi, kemoterapi, radiasi, terapi hormonal, dan terapi target," papar dr. Bajuadji.

Mengenal Radioterapi Linac

Radioterapi merupakan terapi yang relatif aman dan menjadi terapi terpilih untuk pasien usia lanjut yang tidak dapat menjalani operasi ataupun kemoterapi. Teknik radiasi eksterna yang digunakan pun dipersonalisasi dengan jenis penyakit, stadium, dan disesuaikan dengan kondisi tiap individu.

Mayapada Hospital memiliki pesawat Radioterapi LINAC (Linear Accelerator) yang dilakukan oleh dokter ahli onkologi radiasi. Radioterapi LINAC memiliki keunggulan dapat mendistribusi sinar radiasi maksimal pada target sel kanker, sehingga pada sel jaringan sehat akan lebih sedikit terkena paparan sinar radiasi.

dr. Bajuadji mengingatkan, penyakit kanker tidak bisa disembuhkan, namun bisa ditangani agar menjadi remisi.

Adapun akselerator linier (Linear Accelerator, LINAC) adalah alat yang menghasilkan sinar x berenergi tinggi. Alat ini memiliki kemampuan ionisasi (sinar pengion) dari sumber partikel elektron yang dipercepat dan ditabrakkan pada target logam berat, sehingga menghasilkan sinar x berenergi tinggi.

Radioterapi dengan menggunakan Linac relatif lebih nyaman dan aman dari segi proteksi radiasi selama memenuhi standar dan regulasi yang ditetapkan, karena ketika alat dimatikan maka tidak ada radiasi yang terpancar. Hal ini berbeda dengan sumber radioaktif alami yang terus-menerus mengeluarkan radiasi.

Oncology Center Mayapada Hospital didedikasikan untuk pencegahan, deteksi dini, diagnosis, terapi kanker, sampai perawatan berkelanjutan setelahnya. Tim Onkologi Center didukung tim multidisiplin yang terdiri dari Dokter Bedah Onkologi, Dokter Penyakit Dalam Konsultan Hematologi Onkologi, Dokter Onkologi Radiasi, Dokter Ginekologi Onkologi, dan spesialis lain sesuai kebutuhan pasien.

Tim Dokter Bedah Onkologi Mayapada Hospital di antaranya:

dr. Bayu Brahma, Sp.B(K) Onk dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan.
dr. Ramadhan, Sp.B(K) Onk dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan.
dr. Ismairin Oesman, Sp.B(K) Onk dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan
dr. Bajuadji, Sp.B(K) Onk, MARS dari Mayapada Hospital Tangerang dan Mayapada BMC Bogor.
dr. Iskandar, Sp.B(K) Onk dan dr. Umar Suratinojo, Sp.B(K) Onk dari Mayapada Hospital Kuningan.
dr. Jemmy Sasongko, Sp.B(K) Onk dari Mayapada Hospital Surabaya.

Untuk jadwal dan appointment dengan dokter Mayapada Hospital, klik di sini.

(osc/osc)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat