yoldash.net

Deret Alasan Teori Konspirasi Gempa Turki Dipercaya, Termasuk Stres

Orang-orang yang memercayai teori konspirasi termasuk yang terkait gempa bumi Turki, menurut beberapa pakar, diduga mengalami masalah psikologis.
Beberapa orang meyakini teori konspirasi di balik gempa Turki. Sayangnya, pakar menyebut pemercaya teori konspirasi memiliki masalah mental. (REUTERS/Umit Bektas)

Jakarta, Indonesia --

Beberapa orang diketahui percaya pada teori konspirasi gempa Turki yang terjadi pada Senin (6/2) dengan magnitudo 7,8. Mengapa masih ada orang yang percaya hal demikian?

Sebelumnya, gempa yang terjadi di Turki pada Senin (6/2) menyebabkan kerusakan parah serta ribuan korban jiwa. Tak heran, hal tersebut memicu reaksi dari beragam kalangan di dunia.

Sayangnya, beberapa orang justru mengaitkan peristiwa tersebut dengan teori konspirasi. Mereka meyakini, Amerika Serikat (AS) dengan teknologi HAARP menjadi dalang di balik gempa tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak tanggung-tanggung, termasuk mereka yang percaya adalah Walikota Ankara, Ibrahim Melih Gokçek.

Dikutip dari Arab News, ia mengatakan "Sekarang saya pikir ini mungkin gempa buatan manusia. Saya tidak mengatakan itu pasti tetapi itu adalah kemungkinan yang sangat serius". 

ADVERTISEMENT

Ia juga menyinggung teknologi HAARP berada di balik peristiwa tersebut. Padahal,HAARP (High-frequency Active Auroral Research Program) sebetulnya merupakan program penelitian ionosfer yang didanai oleh militer AS, pemerintah, dan Universitas Alaska.

Profesor psikologi sosial di University of Kent di Inggris Karen Douglas mengatakan orang tertarik dengan teori konspirasi karena ada kebutuhan psikologisnya yang tidak terpenuhi.

"Penelitian mengungkap orang-orang tertarik kepada teori konspirasi ketika salah satu atau lebih kebutuhan psikologis mereka tidak terpenuhi. Salah satu dari kebutuhan itu adalah epistemik, kebutuhan untuk tahu kebenaran, kejelasan, dan kepastian," jelasnya, seperti dikutip LiveScience.

Teori konspirasi sendiri adalah keyakinan yang dituturkan oleh buah pikir individu dan disebarkan kepada publik.

"Teori konspirasi adalah keyakinan bahwa dua atau lebih aktor telah berkoordinasi secara rahasia untuk mencapai suatu hasil, dan bahwa [mengekspos] konspirasi ini adalah kepentingan publik," kata Karen.

Menurut Karen, kebutuhan lain yang tak kalah penting adalah eksistensial. Kebutuhan itu berkaitan dengan rasa aman dan memiliki kontrol atas apa yang terjadi serta secara sosial berhubungan dengan kepercayaan diri dan rasa positif terhadap kelompok.

Penafsiran ini didukung oleh Hugo Drochon, seorang profesor teori politik di University of Nottingham di Inggris.

"Pada intinya, teori konspirasi adalah keyakinan bahwa ada sekelompok kecil orang yang mengendalikan segala sesuatu di dunia," ujarnya.

Daniel Jolley, profesor psikologi sosial Universitas Nottingham, mengatakan teori konspirasi bisa dibilang menawarkan solusi sederhana untuk masalah kompleks.

Ia mengatakan gagasan seperti itu acap kali berkembang ketika orang membutuhkan jawaban di saat stres atau kondisi emosional tertekan.

"Teori konspirasi cenderung muncul ketika hal-hal penting terjadi yang ingin dipahami orang," katanya.

"Khususnya, mereka cenderung muncul di saat krisis ketika orang merasa khawatir dan terancam. Mereka tumbuh dan berkembang di bawah kondisi ketidakpastian," sambungnya.

[Gambas:Video CNN]

(lom/lth)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat