yoldash.net

2 Kasus Mutilasi Jabar Libatkan ODGJ, Bagaimana Penanganan Kasusnya?

Heboh dua kasus mutilasi yang terjadi di Jawa Barat diduga dilakukan oleh ODGJ, bagaimana penanganan kasus yang melibatkan ODGJ?
Ilustrasi. Heboh dua kasus mutilasi yang terjadi di Jawa Barat diduga dilakukan oleh ODGJ, bagaimana penanganan kasus yang melibatkan ODGJ? (iStockphoto/Marccophoto)

Jakarta, Indonesia --

Dua kasus pembunuhan disertai mutilasi yang cukup menghebohkan publik terjadi di wilayah Jawa Barat dalam dua bulan terakhir.

Kasus pertama terjadi Desa Sindangjaya, Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis pada awal bulan Mei lalu. Korban diketahui merupakan seorang perempuan bernama Yanti, dan pelakunya adalah Tarsum yang merupakan suami korban.

Tak hanya menghabisi nyawa sang istri, Tarsum bahkan sempat membawa jasad istrinya yang telah dimutilasi keliling kampung.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kapolres Ciamis AKBP Akmal mengatakan berdasarkan keterangan para saksi, aksi pembunuhan disertai mutilasi ini bermula saat terjadi cekcok antara pelaku dan istri. Keduanya disebut sempat keluar rumah dan cekcok terjadi sekitar 30 meter dari rumah.

ADVERTISEMENT

"Saat itu lah pertama kali korban dipukul. Dimutilasi di situ juga," ucap Akmal.

Tarsum langsung ditangkap usai kejadian dan dilakukan proses pemeriksaan. Polisi pun telah menetapkan Tarsum sebagai tersangka dan dilakukan penahanan.

Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan kejiwaan, dokter menyatakan Tarsum harus dirujuk dan dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jawa Barat di Cisarua, Kabupaten Bandung Barat.

Meski demikian, Kasatreskrim Polres Ciamis AKP Joko Prihatin mengatakan proses hukum akan tetap berjalan setelah Tarsum selesai perawatan.

"Sementara ini, dibantarkan penahanannya. Nanti diperiksa lagi, setelah sehat," ujarnya.

Di akhir Juni tepatnya Minggu (30/6) giliran warga Kampung Bantar Limus Desa Sancang Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut, digegerkan dengan temuan beberapa bagian tubuh manusia korban mutilasi. Korban diduga berjenis kelamin laki-laki.

"Sementara bagian tubuh korban terpotong menjadi dua bagian dan tergeletak di pinggir Jalan Raya Cibalong," kata Kasi Humas Polres Garut, Iptu Adi Susilo.

Pada hari yang sama, polisi berhasil menangkap pelaku. Namun, polisi belum membeberkan identitas pelaku lantaran masih dilakukan proses pemeriksaan.

Tersiar kabar jika pelaku merupakan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Namun, hal ini masih akan didalami lebih lanjut dengan melakukan pemeriksaan kejiwaan terhadap pelaku.

"Kalau kita enggak berani menentukan itu ODGJ atau tidak. Nanti yang menentukan dari rumah sakit setelah diperiksa oleh dokter jiwa," katanya.

Hingga kini, polisi juga belum mengungkapkan soal identitas korban pembunuhan disertai mutilasi tersebut.

Pakar Psikolog Forensik Reza Indragiri berpendapat pelaku pembunuhan disertai mutilasi tetap harus diproses secara hukum, meski yang bersangkutan merupakan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

"Semestinya, walau pelaku adalah ODGJ, proses hukumnya tetap berlanjut sampai ke pengadilan. Hakim, bukan polisi, yang punya kewenangan untuk menerima atau pun menolak penilaian tentang ODGJ tersebut. Hakim juga yang akan memerintahkan pelaku menjalani pengobatan," kata Reza saat dikonfirmasi, Senin (1/7).



Di sisi lain, Reza menyampaikan bisa saja ODGJ melakukan aksi pembunuhan disertai mutilasi karena terinspirasi oleh oleh sesuatu. Namun hal ini tidak bisa dijelaskan secara rasional.

"Bisa saja demikian, sebagai copycat crime. Tapi kembali ke poin paling awal, ODGJ menihilkan penjelasan kausal yang rasional," ucap dia.

Sementara itu, kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala menyampaikan seorang ODGJ yang menjadi pelaku kejahatan, tidaklah mudah untuk dimintai pertanggungjawaban.

Bahkan, Adrianus menyebut saat ini banyak pakar yang tengah melakukan studi untuk bagaimana bentuk pertanggungjawaban seorang ODGJ sebagai pelaku kejahatan.

"Arah studi lebih pada bagaimana bentuk pertanggungjawaban pelaku. Ada yang tidak dapat bertanggung jawab sama sekali. Ada yang dianggap bisa bertanggung jawab namun tidak bisa dihukum. Ada yang harus masuk RSJ dulu baru dihukum dan lain-lain," tuturnya.

(dis/isn)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat