yoldash.net

Jejak Berliku 4 Tahun Kasus Harun Masiku

Proses penanganan kasus Harun Masiku telah memasuki usia empat tahun lebih di KPK, namun hingga kini belum juga ditangkap.
Ilustrasi. Proses penanganan kasus Harun Masiku telah memasuki usia empat tahun lebih di KPK, namun hingga kini belum juga ditangkap. (CNN Indonesia/Adi Ibrahim)

Jakarta, Indonesia --

Nama mantan calon legislatif PDIP yang menjadi buron tersangka kasus dugaan suap, Harun Masiku kembali mendapat sorotan publik.

Kini, proses penanganan kasus Harun Masiku telah memasuki usia empat tahun lebih di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berawal pada Rabu, 8 Januari 2020, tim penindakan KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan menangkap Wahyu Setiawan dan tujuh pihak lainnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berkat OTT itu, KPK pun menetapkan empat orang sebagai tersangka. Sebagai pihak penerima suap adalah mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan dan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina. Sedangkan, pihak pemberi suap adalah Harun Masiku dan Saeful Bahri.

ADVERTISEMENT

Wahyu menerima suap terkait penetapan anggota DPR terpilih 2024 dari fraksi PDIP. Adapun caleg PDIP terpilih dalam Pemilu 2019, Nazarudin Kiemas meninggal dunia. Oleh karena itu, mesti dicari sosok penggantinya untuk duduk di kursi legislatif.

Sedikit mundur pada awal Juli 2019. Kala itu, salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan seseorang bernama Donny Istiqomah mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Pengajuan gugatan ini terkait dengan meninggalnya Caleg Terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019.

Mahkamah Agung (MA) lantas mengabulkan gugatan itu pada 19 Juli 2019. Pada putusannya, MA menetapkan partai adalah penentu suara dan PAW.

PDIP lalu bersurat ke KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang sudah wafat.

Kendati demikian, lewat Rapat Pleno 31 Agustus 2019, KPU malah menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti mendiang Nazarudin Kiemas.

Guna mendorong Harun sebagai PAW, Saeful Bahri menghubungi orang kepercayaannya yang juga mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina guna melakukan lobi.

Kemudian, Agustiani menjalin komunikasi dengan Wahyu. Wahyu menyanggupi membantu, dan meminta dana operasional Rp900 juta. Pemberian uang dilakukan dua kali.



Pemberian uang tersebut terjadi pada pertengahan dan akhir Desember 2019. Ketika pemberian pertama, salah satu sumber dana memberikan Rp400 juta untuk Wahyu melalui Agustiani, Donny, dan Saeful. Lalu, Wahyu menerima uang lagi dari Agustiani sebesar Rp200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Pada akhir Desember 2019, Harun memberikan uang kepada Saeful sebesar Rp850 juta lewat salah seorang staf di DPP PDIP. Saeful memberikan uang Rp150 juta kepada Donny. Selanjutnya, sisanya Rp700 juta yang masih di Saeful dibagi menjadi Rp450 juta pada Agustiani, di mana Rp250 juta untuk operasional.

Dari uang Rp450 juta yang diterima Agustiani, sejumlah Rp400 juta merupakan uang yang ditujukan untuk Wahyu. Uang tersebut dalam bentuk dolar Singapura.

Selanjutnya pada 7 Januari 2020, Rapat Pleno KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW, dan tetap pada keputusan awal.

Wahyu pun menghubungi Donny dengan menyampaikan telah menerima uang dan akan mengupayakan Harun menjadi PAW.

Berselang satu hari atau tepatnya 8 Januari 2020, Wahyu meminta sebagian uangnya di Agustiani. Pada saat itulah, tim KPK melakukan OTT.

Hukuman untuk para tersangka

KPK pun menjebloskan Wahyu Setiawan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah pada Juni 2021.

Wahyu mesti menjalani pidana badan selama tujuh tahun penjara sebagaimana putusan MA Nomor: 1857 K/Pid.Sus/2021 jo putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 37/Pid.Sus-TPK/2020/PT DKI jo putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 28/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 24 Agustus 2020.

Pada putusan di tingkat kasasi, Wahyu juga dihukum membayar pidana denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, hak politik Wahyu juga dicabut selama lima tahun.

Wahyu dinilai terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dengan orang kepercayaannya, Agustiani Tio Fridelina, dengan menerima uang senilai total Rp600 juta terkait PAW anggota DPR RI periode 2019-2024.

Ia turut terbukti menerima Rp500 juta dari Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo, terkait dengan pemilihan calon anggota KPU Daerah Provinsi Papua Barat periode tahun 2020-2025.

Adapun Wahyu sudah bebas bersyarat sejak 6 Oktober 2023. Ia telah diperiksa KPK lagi sebagai saksi pada Kamis, 28 Desember 2023.

Sementara itu, jaksa eksekutor KPK Rusdi Amin menjebloskan Saeful Bahri ke Lapas Kelas IA Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat pada 2 Juli 2020.

Berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 18/Pid. Sus-Tpk/2020/PN. Jkt. Pst tanggal 28 Mei 2020, Saeful divonis dengan pidana 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.

Sementara itu, Agustiani divonis dengan pidana empat tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.

Di mana Harun Masiku?

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat