yoldash.net

PTUN Tolak Gugatan AMAN soal RUU Masyarakat Adat Mandek 20 Tahun

RUU Masyarakat Adat belum juga disahkan sejak diusung pada 2003. Presiden dan DPR digugat karena dianggap melawan hukum.
Perwakilan masyarakat adat Suku Awyu, Papua, saat demonstrasi di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (11/5/2023). (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Jakarta, Indonesia --

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) terhadap Presiden dan DPR buntut proses pengesahan RUU Masyarakat adat yang terus mandek.

Gugatan itu diputus oleh Hakim Ketua Dewi Cahyati dalam sidang pembacaan putusan secara elektronik (ecourt) yang diunggah di laman PTUN Jakarta pada Kamis (16/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PTUN Jakarta juga menyatakan menerima eksepsi presiden sebagai tergugat I dan DPR sebagai tergugat II.

"Menyatakan gugatan para penggugat tidak diterima," demikian dikutip dari amar putusan perkara 542/G/TF/2023/PTUN.JKT dikutip Jumat (17/5).

ADVERTISEMENT

PTUN Jakarta menyatakan para pihak yang tidak sependapat dengan putusan itu dapat mengajukan banding dalam tenggat waktu 14 hari setelah putusan dibacakan.

Dalam gugatannya, AMAN dan 8 masyarakat adat lainnya menganggap presiden dan DPR telah melakukan perbuatan melawan hukum lantaran tak kunjung mengesahkan RUU Masyarakat Adat.

Sebab, hal itu menyebabkan tidak adanya kepastian hukum untuk masyarakat adat. Penelantaran RUU itu juga dinilai memberikan penderitaan terhadap masyarakat adat.

"Sikap abai dan tindakan penundaan berlarut yang dilakukan Tergugat I dan Tergugat II telah mengakibatkan pembentukan Undang-Undang Tentang Masyarakat Hukum Adat terkatung-katung (tidak jelas), sehingga berdampak pada ketidakpastian hukum," demikian dikutip dari gugatan AMAN dan 8 masyarakat adat.

AMAN menyebut hal itu juga menyebabkan tidak adanya perlindungan hukum yang mengakibatkan banyaknya perampasan tanah dan hak hidup masyarakat adat.

AMAN mencatat sepanjang 2017-2022 terdapat 301 kasus perampasan wilayah masyarakat adat. Lahan yang telah dirampas seluas 8,5 juta hektare. Hal ini juga menyebabkan 672 Masyarakat Adat dikriminalisasi.

AMAN menyebut perampasan wilayah adat dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat itu terjadi diberbagai sektor. Sebanyak 1.919.708 hektare wilayah adat dirampas untuk konsesi pertambangan.

Kemudian, 1.208.752 hektare untuk konsesi perkebunan sawit, 834.822 hektare untuk konsesi tanaman industri (HTI), dan 1.612.065 hektar untuk konsesi hak pengusahaan hutan (HPH).

AMAN akan ajukan banding

Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Simbolinggi kecewa atas putusan PTUN Jakarta tersebut. Menurutnya, PTUN Jakarta telah turut mengabaikan pemenuhan hak masyarakat adat oleh DPR dan Presiden yang menunda pembahasan RUU Masyarakat Adat.

"Putusan ini juga menunjukkan PTUN Jakarta gagal menjalankan mandat undang-undang administrasi pemerintah sebagai kontrol penyelenggaraan fungsi pemerintahan yang baik," kata Rukka saat dihubungi Indonesia.com.

Lebih lanjut, Rukka menilai dengan putusan ini, maka PTUN Jakarta gagal menjadi alat atau mekanisme masyarakat adat untuk mewujudkan keadilan.

"Dan hak masyarakat adat yang terancam oleh negara melalui perizinan, penetapan hutan negara, dan ekstraksi oleh korporasi," tuturnya.

Rukka menyatakan pihaknya akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) atas putusan PTUN Jakarta tersebut.

"Kami akan banding ke PTTUN," ujar dia.

RUU Masyarakat Adat merupakan rancangan undang-undang yang telah diusung sejak 2003. Naskah akademiknya dirumuskan pada 2010. Namun, lebih dari 20 tahun RUU itu belum juga disahkan.

Sementara itu, DPR saat ini tengah memproses RUU lain yang menuai kritik seperti RUU MK perubahan keempat dan RUU Kementerian Negara.

RUU MK selangkah lagi akan disahkan menjadi UU. Padahal, RUU itu dikritik karena isinya dianggap akan melemahkan kewenangan MK.

(yla/pmg)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat