yoldash.net

Review Film: Furiosa, A Mad Max Saga

Review film: Dalam Furiosa: A Mad Max Saga, Anya Taylor-Joy sukses menyajikan bagian penting dari kisah Furiosa.
Review film: Dalam Furiosa: A Mad Max Saga, Anya Taylor-Joy sukses menyajikan bagian penting dari kisah Furiosa. (Warner Bros. Pictures via IMDb)

Jakarta, Indonesia --

George Miller kembali dengan kegilaan tanpa henti di Wasteland dalam Furiosa: A Mad Max Saga. Namun, kali ini, cerita yang diusung sanggup menjelma menjadi sebuah perjalanan balas dendam yang sangat brutal dan seru.

Saya menemukan perbedaan 'bahan bakar' yang dipakai Miller untuk Furiosa: A Mad Max Saga dibanding dengan pendahulunya, Mad Max: Fury Road (2015).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Motif di balik perjalanan Furiosa dalam Fury Road berhubungan dengan misi penebusan sang Imperator. Sedangkan, prekuel ini bersumbu dari ambisi balas dendam Furiosa muda.

Penonton lantas diajak menyaksikan rentetan peristiwa yang dialami Furiosa sejak kecil. Dalam perjalanan itu, Miller mengutamakan dendam Furiosa sebagai emosi yang paling menonjol sepanjang cerita.

Meski begitu, Miller tak meninggalkan jati diri waralaba Mad Max saat mengisahkan masa muda Furiosa. Ia tetap membangun cerita itu dengan sentuhan khasnya: aksi kejar-kejaran kendaraan di gurun yang gersang nan tandus.

Kejar-kejaran hingga adu mekanik itu secara garis besar masih menjadi hidangan utama di Furiosa: A Mad Max Saga. Eksekusinya tetap megah serta memuaskan, sama seperti rilisan Mad Max terdahulu.

[Gambas:Video CNN]



Miller semakin mengeksplorasi adegan laga itu berkat hadirnya Dementus (Chris Hemsworth) dan klan Biker Horde pimpinannya. Pasukan perang yang memakai motor sebagai kendaraan utama itu memperkaya suguhan adegan laga.

Film ini pun menjadi semakin meriah karena usaha Furiosa untuk kabur dari Wasteland terimpit perang antara Biker Horde dengan Immortan Joe (Lachy Hulme) dan pasukan War Boys.

Kemegahan adegan laga itu semakin kentara secara teknis. Saya kagum dengan kemampuan George Miller dalam mengarahkan kamera dan setiap karakter hingga menjadi tontonan menyenangkan.

Ia juga masih mempertahankan sejumlah cara mengatur tempo cerita yang begitu dinamis. Salah satu yang paling menonjol adalah gaya Miller memanipulasi frame rate dalam adegan tertentu.

Beberapa adegan laga kembali sengaja dibuat patah-patah karena dipercepat oleh Miller, sementara segelintir adegan lainnya dibuat begitu lambat untuk menunjukkan detail dari peristiwa yang digambarkan.

Sentuhan ini lalu diatur dengan proporsional sehingga sanggup membuat cerita tetap betah ditonton karena intensitasnya terjaga.

Furiosa: A Mad Max Saga (2024). (Warner Bros. Pictures via IMDb)Review Furiosa: A Mad Max Saga (2024): Suguhan audio dari adegan kejar-kejaran itu semakin lengkap dengan berbagai ledakan bom yang berjatuhan sepanjang peperangan di Wasteland tersebut.
(Warner Bros. Pictures via IMDb)

Selain itu, penonton juga dijamin merasakan pengalaman audio yang menakjubkan sepanjang cerita. Suara knalpot mobil dan motor dengan mesin bertenaga kuda itu terus menderu dari waktu ke waktu.

Suguhan audio dari adegan kejar-kejaran itu semakin lengkap dengan berbagai ledakan bom yang berjatuhan sepanjang peperangan di Wasteland tersebut.

Eksekusi George Miller yang mengagumkan itu disempurnakan dengan penampilan Anya Taylor-Joy sebagai Furiosa muda. Ia memikul beban berat karena tak hanya dituntut memerankan Furiosa, tetapi juga mengimbangi penampilan impresif Charlize Theron di Fury Road.

Tanggung jawab besar itu ditunaikan dengan begitu memuaskan. Menurut saya, Taylor-Joy sukses menyajikan bagian penting dari kisah Furiosa.

Ia juga berhasil menerjemahkan karakter itu dengan sentuhan yang mirip seperti Charlize Theron. Furiosa yang punya tatapan mata amat tajam dan tak kenal rasa gentar itu kembali tampak dalam diri Taylor-Joy.

Bahkan, sepertinya saya tak akan protes jika ada orang yang mengira Furiosa versi muda dan dewasa itu diperankan oleh aktris yang sama.

Di sisi lain, Alyla Browne yang memerankan Furiosa versi cilik juga berhasil menjadi pelengkap yang pas bagi Furiosa: A Mad Max Saga. Penampilannya dalam seperempat awal cerita begitu meyakinkan dan membuat saya tetap betah di kursi selagi menanti suguhan utama.

Chris Hemsworth yang menjadi villain dalam Furiosa: A Mad Max Saga juga cukup berkesan bagi saya. Namun, saya merasa karakter ini kurang mendapat kesempatan untuk unjuk gigi lebih banyak.

Anya Taylor-Joy as Imperator Furiosa in Furiosa: A Mad Max Saga (2024). (Warner Bros. Pictures via IMDb)Review film: Dalam Furiosa: A Mad Max Saga, Anya Taylor-Joy sukses menyajikan bagian penting dari kisah Furiosa. (Warner Bros. Pictures via IMDb)

Padahal, ia merupakan orang yang bertanggung jawab atas kematian ibunda Furiosa. Separuh awal cerita juga menampilkan Dementus sebagai sosok eksentrik yang bengis, tetapi justru melembek dan tersisihkan hingga akhir cerita.

Penulisan karakter Dementus yang tanggung itu menjadi salah satu alasan Furiosa tak berhasil menandingi Mad Max: Fury Road.

Perkuel ini memang memukau dan menyenangkan untuk disaksikan. Sayangnya, Furiosa: A Mad Max Saga belum sanggup mencapai level elite atau mahakarya seperti pendahulunya.

Film itu seolah hadir untuk menjawab berbagai pertanyaan yang muncul dari Fury Road, tetapi kurang lantang dalam menguraikan jawabannya. Saya rasa catatan ini masih sanggup diatasi jika Miller mau lebih mengerahkan kemampuan akting Anya Taylor-Joy.

[Gambas:Youtube]



Sebab, penampilan sang aktris sudah sangat berkesan meski hanya menyampaikan kemarahan dan dendamnya lewat tatapan mata.

Namun, Furiosa: A Mad Max Saga tetap saja menjadi film blockbuster yang sayang untuk dilewatkan. Sebab, suguhan dari sutradara sekaliber George Miller tak datang setiap tahun, apalagi jika melanjutkan waralaba sekelas Mad Max.

(end)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat