yoldash.net

Review Film: The Boy and the Heron

The Boy and the Heron menjadi surat cinta terbaik dari Hayao Miyazaki soal masa kecil dan keluarganya yang diproduksi oleh Studio Ghibli.
The Boy and the Heron menjadi surat cinta terbaik dari Hayao Miyazaki soal masa kecil dan keluarganya yang diproduksi oleh Studio Ghibli. (dok. Studio Ghibli via IMDb)

Jakarta, Indonesia --

Hayao Miyazaki belum kehabisan ide dan inovasi dalam menciptakan dunia fantasi baru lewat film animasi. Kali ini, buah pemikirannya itu terwujud sebagai film berjudul The Boy and the Heron yang diproduksi oleh Studio Ghibli.

The Boy and the Heron merupakan judul internasional untuk film yang aslinya bertajuk 君たちはどう生きるか (baca: Kimitachi wa Dou Ikiru ka). Film ini terinspirasi dari novel karya Genzaburo Yoshino tahun 1937 yang berjudul sama.

Versi filmnya memang bukan adaptasi langsung dari novel tersebut, tapi hanya mengambil inspirasi dan intisari yang terkandung di dalamnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sesuai dengan judulnya, The Boy and the Heron mengikuti kisah seorang bocah dan seekor burung cangak abu-abu. Remaja laki-laki bernama Mahito Maki (Soma Santoki) mesti menerima pil pahit ketika ibunya meninggal dunia akibat kebakaran di tengah pecahnya Perang Pasifik.

Ia dan ayahnya, Shoichi (Takuya Kimura), meninggalkan Tokyo dan pindah ke pedesaan. Mahito, yang masih berduka dengan kematian ibunya, terpaksa mesti membangun hubungan baru dengan ibu tirinya yang bernama Natsuko (Yoshino Kimura).

Film terbaru Studio Ghibli, The Boy and the Heron, tayang di bioskop Indonesia pada 13 Desember 2023.Manusia yang bisa bertransformasi menjadi burung cangak abu-abu alias The Grey Heron (Masaki Suda). (dok. Studio Ghibli via IMDb)

Di rumah barunya itu, Mahito terus diganggu oleh burung cangak abu-abu alias The Grey Heron (Masaki Suda) yang mengatakan bahwa ibu kandungnya masih hidup. Mahito menuruti burung itu untuk masuk ke dalam dunia magis demi bisa bertemu kembali dengan ibunya.

Inovasi baru Hayao Miyazaki dan Studio Ghibli langsung terasa di adegan pembuka The Boy and the Heron ketika kebakaran melanda rumah sakit tempat ibu Mahito bekerja.

Saya terpukau bagaimana tim animasi dari Studio Ghibli menggambarkan dan menganimasikan adegan kebakaran tersebut. Adegan itu, meskipun hanya animasi, tapi betul-betul terasa sangat nyata karena bisa menggambarkan kengerian dari api dengan tepat.

Miyazaki juga tidak luput untuk tetap menciptakan karakter-karakter imajinatif khas Studio Ghibli. Mulai dari manusia yang bisa bertransformasi menjadi burung, hingga makhluk menggemaskan bernama Warawara yang sebenarnya tunas dari jabang bayi.

Warawara ini mengingatkan penonton dengan beberapa karakter menggemaskan Ghibli lainnya, seperti Kodama dari Princess Mononoke dan Susuwatari dari Spirited Away.



Lanjut ke sebelah...

Malah menurut saya justru karakter-karakter manusia dalam The Boy and the Heron yang menjadi kelemahannya. Penonton tidak diberikan kesempatan untuk berkenalan lebih dalam dengan karakter manusianya, terutama Shoichi dan Natsuko yang memiliki peran penting dalam kehidupan Mahito.

Sehingga, rasanya tidak heran jika penonton mungkin bingung dengan alasan Mahito dan Natsuko memiliki jarak hingga ibu tiri itu menghilang dari dunia nyata.

Perkembangan karakter Mahito yang dari berduka hingga menerima Natsuko sebagai ibu tirinya itu pun bisa terbilang cukup mendadak. 

Sepanjang satu jam durasi film, plot cerita difokuskan pada hubungan Mahito yang berusaha untuk mencari ibunya yang dipandu oleh The Grey Heron dan petualangannya dengan Himi (Aimyon).

Butuh waktu yang lama hingga akhirnya saya bisa menangkap, "Oh, inilah yang berusaha disampaikan film The Boy and the Heron!".

Film terbaru Studio Ghibli, The Boy and the Heron, tayang di bioskop Indonesia pada 13 Desember 2023.Natsuko (Yoshino Kimura) dan para pembantu rumahnya. (dok. Studio Ghibli via IMDb)

The Boy and the Heron mampu menceritakan soal duka kehilangan orang yang tersayang akibat kondisi perang dan penerimaan terhadap kehidupan setelah peristiwa tragis itu dengan sangat baik yang digambarkan lewat film coming-of-age.

Untung saja Hayao Miyazaki tidak jadi pensiun usai menciptakan The Boy and the Heron. Menurut saya, The Boy and the Heron memang menjadi salah satu film terbaik produksi Studio Ghibli.

Namun, jika saat itu The Boy and the Heron benar menjadi film terakhir Hayao Miyazaki, tampaknya film ini kurang pas dinobatkan menjadi yang terbaik dari sang sutradara. Karya terbaik Hayao Miyazaki tetap saya nobatkan untuk film lain.

Meski begitu, saya menilai The Boy and the Heron tetap menjadi surat cinta terbaik yang ditulis oleh Hayao Miyazaki dewasa yang diberikan kepada Hayao Miyazaki kecil.

Hayao Miyazaki berani untuk menceritakan masa kecil dan keluarganya yang telah melalui banyak peristiwa, terutama di masa perang, lewat The Boy and the Heron.

[Gambas:Youtube]



Review Film: The Boy and the Heron

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat