yoldash.net

Wamenkominfo Bicara Soal Dugaan Salah Tafsir RUU Penyiaran

Wamenkominfo Nezar Patria, yang merupakan mantan jurnalis, buka suara soal larangan penayangan berita investigasi di RUU Penyiaran.
Ilustrasi. RUU Penyiaran memuat larangan menayangkan berita investigasi. (iStockphoto/Yaraslau Saulevich)

Jakarta, Indonesia --

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria menduga ada salah penafsiran pada pasal dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran, sehingga memunculkan pemahaman soal larangan penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi.

"Saya kira mungkin ada kesalahan tafsir atau pemahaman atau bagaimana, karena kayaknya tidak mungkin pendapat-pendapat itu muncul di DPR," kata dia, di Kantor Bupati Sleman, Yogyakarta, Kamis (16/5) malam.

Nezar meragukan RUU Penyiaran memuat pasal yang mengekang kemerdekaan pers, sementara reformasi menuntun masyarakat pada kebebasan berbicara atau berpendapat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena semuanya kita tahu kita dibesarkan di era reformasi, di mana kebebasan berbicara, kebebasan pers menjadi salah satu icon. Jadi, saya agak meragukan kalau itu sampai tertera di undang-undang penyiaran," ucap Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia periode 2008-2011 itu.

Jika benar pasal dalam RUU itu dimaksudkan untuk melarang penayangan karya jurnalistik investigasi, Nezar menilai peraturan tersebut bertentangan dengan iklim kebebasan berbicara sekarang ini.

Bagi Nezar, jurnalisme mewakili kepentingan publik, dan karya investigasi adalah salah satu bentuk jurnalisme berkualitas.

"Kalau itu tidak boleh tampil rasanya aneh. Jadi, nanti kita coba klarifikasi lah, apa yang dimaksud dengan tidak bolehnya muncul jurnalisme investigasi itu," katanya.

Nezar menyebut draf RUU dari DPR itu sampai sekarang belum secara resmi sampai ke meja pemerintah.

Setelah draf diserahkan resmi ke pemerintah, dia menjamin kementeriannya akan melibatkan partisipasi masyarakat atau pemangku kepentingan terkait untuk membuat daftar poin keberatan sebelum nantinya disempurnakan.

"[Soal terbuka untuk diskusi] ya pasti lah, kan itu masih draf kan, berapa poin, setahu saya drafnya sendiri sudah hampir empat tahun itu dibahas. Ya, sudah hampir empat tahun, setahu saya ya," pungkasnya.

Sebelumnya, draf revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran menuai kritik dari berbagai pihak. RUU ini dianggap memuat sejumlah pasal kontroversial terutama terkait dengan kegiatan jurnalistik.

Dewan Pers menilai RUU Penyiaran akan mengekang kemerdekaan pers dan melahirkan produk jurnalistik yang buruk. Salah satu poin yang mereka tolak adalah adanya larangan penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi.

Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid menegaskan bahwa pihaknya tak memiliki niat sama sekali untuk mengecilkan peran media massa lewat RUU Penyiaran yang saat ini tengah berproses di DPR.

Meutya mengaku memiliki hubungan yang baik dengan para pemangku di industri media, termasuk dengan Dewan Pers selalu mitra kerja.

"Tidak ada dan tidak pernah ada semangat ataupun niatan dari Komisi I DPR untuk mengecilkan peran Pers," kata dia lewat keterangan tertulis, Kamis (16/5).

Dia menegaskan bahwa naskah RUU Penyiaran saat ini belum ada. Sementara, naskah yang beredar merupakan naskah yang mungkin muncul dalam beberapa versi dan masih dinamis. Karenanya, sebagai draf, penulisannya belum sempurna dan multitafsir.

[Gambas:Video CNN]

(kum/arh)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat