yoldash.net

Ahli Temukan Tanda-tanda Paus 'Bicara' seperti Manusia

Penelitian mengungkap paus punya kemampuan mengeluarkan bunyi fonetik alfabet. Simak maknanya di sini.
Ilustrasi. Paus punya kemampuan bersuara fonetik alfabet. (Feefiona123 via Wikimedia (CC-BY-SA-4.0))

Jakarta, Indonesia --

Para ilmuwan mengidentifikasi bentuk komunikasi paus sperma lewat rekaman yang disebut mampu 'berbicara' seperti manusia. Benarkah demikian?

Paus sperma, hewan dengan suara terkeras di dunia yang mencapai 230 desibel dengan frekuensi sekitar 10 kHZ, sering menggunakan bunyi kliknya untuk 'berbicara'.

Meskipun sampai saat ini arti dari bunyi kliknya masih menjadi misteri di telinga manusia, namun menurut jurnal yang terbit di Nature Communications, bunyi klik ini diyakini sebagai pesan paus sperma dalam perilaku sosialnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini adalah penelitian pertama yang mulai melihat panggilan paus sperma dalam konteks komunikatif mereka yang lebih luas dan dalam konteks pertukaran antar paus, yang membuat beberapa temuan menjadi mungkin," kata Daniela Rus, penulis studi yang juga menjabat Direktur Laboratorium Ilmu Komputer dan Kecerdasan Buatan (CSAIL) di Massachusetts Institute of Technology (MIT), mengutip CNN.

Menurut para peneliti, hal tersebut berdasarkan coda (variasi tempo, ritme, dan panjang rangkaian klik) pada suara paus sperma, yang disebut oleh para peneliti mampu mengisyaratkan pesan paus sperma satu sama lain.

Dengan menggunakan bantuan kecerdasan buatan (AI), para peneliti mendeteksi pola coda dalam rekaman yang dikumpulkan oleh The Dominica Sperm Whale Project.

Rekaman tersebut berisi bunyi dari 60 paus sperma klan Karibia Timur yang direkam antara tahun 2005 dan 2018.

Para ilmuwan memeriksa waktu dan frekuensi dari total 8.719 rangkaian coda yang ada dalam ucapan paus, dalam paduan suara, dan dalam pertukaran panggilan dan respons antar paus.

Dengan menggunakan empat klasifikasi dalam coda untuk dapat membedakan vokalisasi paus, yakni ritme, tempo, rubato (manipulasi ritme yang halus dan nuansa), serta ornamen, para peneliti meyakini mereka akan mampu mengetahui komunikasi paus sperma.

Ritme atau irama menggambarkan urutan interval antar klik; tempo adalah durasi keseluruhan coda; Rubato mengacu pada variasi durasi antar coda yang berdekatan dengan ritme dan tempo yang sama.

Sementara, ornamen adalah "klik ekstra" yang ditambahkan di akhir coda dalam kelompok coda yang lebih pendek.

Menurut Rus, ornamen klik "lebih banyak terjadi di awal dan akhir belokan" selama pertukaran vokal antar paus dan "berperilaku seperti penanda wacana."

Secara keseluruhan, program mendeteksi 18 jenis ritme, lima jenis tempo, tiga jenis rubato, dan dua jenis ornamen. Semua fitur coda ini dapat dicampur dan dicocokkan untuk membentuk "repertoar yang sangat besar" dari frasa.

Terlebih, kata studi tersebut, maknanya dapat diubah lebih jauh lagi tergantung pada penempatan coda - mengikuti atau tumpang tindih coda lainnya - dalam pertukaran atau paduan suara yang melibatkan dua atau lebih paus.

Hasil dari klasifikasi yang dilakukan ini membantu para peneliti untuk mengembangkan apa yang disebut sebagai "alfabet fonetik paus sperma".

Meski demikian, peneliti di Universitas St. Andrews, Inggris, Luke Rendell menyebut temuan ini masih memberikan pemikiran yang kurang tepat mengenai interaksi vokal paus dengan interaksi vokal manusia.

"Cara penggunaan variasi tempo sangat berbeda dengan, misalnya, kita menggunakan elemen alfabet untuk membangun ekspresi linguistik," kata dia.

"Tidak ada bukti mengenai hal tersebut, dan ini bukanlah penafsiran yang sangat membantu karena hal ini memaksakan segala sesuatu ke dalam perspektif yang terbatas dan agak berlebihan mengenai 'apakah itu seperti bahasa manusia atau tidak,' padahal terdapat lebih banyak penafsiran yang tersedia," urai dia.

Terlepas dari itu, Rendell mengakui oenemuan bahwa paus dapat menyinkronkan variasi tempo coda adalah "pengamatan yang sangat menarik."

"Saya kurang yakin dengan 'ornamen'-nya," tambah dia.

"Hal ini sangat jarang terjadi, dan menurut saya kita memerlukan lebih banyak bukti bahwa hal tersebut bukan sekadar gangguan produksi," kata Rendell.

[Gambas:Video CNN]

(rni/arh)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat