yoldash.net

Microsoft Buka Suara Soal Potensi Kasus Winnie the Pooh China di RI

Microsoft menjawab soal potensi insiden sensor oleh AI di Indonesia seperti kasus Winnie the Pooh di China.
AI China menolak menjawab Winnie the Pooh diduga terkait sensor negara. (Dok. Disney)

Jakarta, Indonesia --

Sensor konten tertentu oleh mesin kecerdasan buatan (AI) dimungkinkan selama alasannya kuat, sesuai perundangan, dan sudah melalui diskusi panjang antara Pemerintah dan perusahaan.

Hal itu diungkap Microsoft Indonesia saat bicara kasus Winnie the Pooh yang disensor oleh mesin kecerdasan buatan China, Earnie Bot. Sensor terhadap sang beruang diduga terkait ejekan terhadap Presiden China Xi Jinping.

"Biasanya selalu akan ada ruang untuk berkolarborasi dan berdiskusi, memberikan clarity-clarity yang kita butuhkan tentu dalam konteks regulasi yang sudah in place," kata Ajar Edi, Director of Government Affairs Microsoft Indonesia, di kantornya, Jakarta, Senin (30/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita selalu akan comply dengan regulasi apa pun yang ada karena itu bagian dari komitmen Microsoft," lanjutnya.

Sebelumnya, Ernie Bot, kecerdasan buatan mirip ChatGPT di China, menolak menjawab pertanyaan tentang hubungan karakter Winnie The Pooh dan Xi Jinping.

ADVERTISEMENT

Kasus ini terungkap saat media AS CNBC membandingkan ChatGPT milik OpenAI dengan chatbot milik perusahaan teknologi China, Baidu, itu.

Reporter Eunice Yoon mulanya mengetikkan beberapa prompt pada kolom chatbot itu dan dijawab secara naratif laiknya ChatGPT.

Saat mengetikkan pertanyaan, "What is the relationship between President Xi Jin Ping and Winnie the Pooh?" Ernie Bot tak menjawab dan malah memblokir akun pengguna.

"user has been banned," demikian tertulis pada kolom jawaban AI dengan warna merah.

Sejauh ini tak ada penjelasan resmi dari pihak otoritas China maupun perusahaan soal kasus ini.

Namun, dikutip dari Business Insider, tindakan Ernie Bot itu kemungkinan terkait dengan kebijakan pemerintah China yang menganggap tokoh beruang tak bercelana itu sebagai simbol perbedaan pendapat sekaligus subversif.

Melansir NPR, hal itu dapat ditelusuri pada kasus meme viral, termasuk di medsos China Weibo, pada 2013.

Meme itu membandingkan foto Jinping dan mantan Presiden AS Barack Obama yang tengah berjalan berdampingan dengan gambar Pooh dan rekannya Tigger.

Setahun kemudian, meme sejenis memakai momen Jinping bersalaman dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Ketika itu, perbandingannya dengan Pooh dan rekan keledainya Eeyore.

Sejak itu, Pemerintah China mulai bergerak melakukan pemblokiran terhadap Winnie the Pooh. Penerapan tahap awal dilakukan di media sosial pada 2017.

[Gambas:Twitter]

Data pelanggan

Ajar menjelaskan Microsoft pada dasarnya memiliki prinsip kedaulatan data pelanggan. Meski memang, Pemerintah di mana pun punya aturan terkait pengelolaan data.

"Itu sesuatu hal yang selalu kita pastikan, itu sovereignty pemilik datanya itu ada di sana," ujar dia.

"Ketika ada regulasi dari pemerintah, tentu kami akan melihat sejauh mana regulasi itu atau pun permintaan sebenarnya," lanjut Ajar, "Tentu ada case-case apa yang melatarbelakangi."

Microsoft Indonesia akan lebih dulu berkomunikasi dengan pemerintah terkait permintaan data itu.

"Tentu ada beberapa hal yang bisa dikomunikasikan dengan Pemerintah karena Pemerintah pun di mana pun selalu membuat ruang diskusi untuk kolaborasi," tuturnya.

"Sehingga kita mendapatkan kejelasan karena kita juga bisa menyampaikan posisinya kita seperti apa, sehingga titik temu dalam konteks permintaan Pemerintah selalu ada di sana, Mas."

"Dalam konteks AI, kita punya prinsip-prinsip yang ingin memastikan teknologi yang kita gunakan secara bertanggung jawab pada prinsip-prinsip yang harus kami jaga, termasuk privacy di mana pun ada," urai Ajar.

Microsoft sendiri punya 'pagar pembatas' serta filter konten, misalnya, pada Azure AI Content Safety yang sudah tersedia buat publik sejak 17 Oktober 2023.

Layanan baru tersebut membantu mendeteksi dan memfilter konten berbahaya buatan pengguna maupun buatan AI dalam aplikasi dan layanan pelanggan.

Content Safety di sini mencakup deteksi teks dan gambar untuk menemukan konten yang menyinggung, berisiko, atau tidak diinginkan; contohnya, kata-kata kotor, konten dewasa, adegan berdarah, kekerasan, perkataan yang mendorong kebencian.

Berdasarkan UU Perlindungan Data Pribadi, Pemerintah punya kewenangan meminta pengelola data, termasuk perusahaan teknologi, untuk menghapus data tertentu terkait, misalnya, penegakan hukum.

(tim/arh)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat