yoldash.net

Duo Peneliti RI di IPCC, Beber Ancaman Suhu Global Naik 1,5 Derajat

Dua pakar Indoesia di IPCC berharap kebijakan mitigasi perubahan iklim harus lebih kuat dilakukan negara-negara dunia dengan kompak
Ilustrasi. Nyalang untuk Air Surgawi di Tengah Bumi 'Neraka'. (AFP via Getty Images/SERGEI GAPON)

Jakarta, Indonesia --

Dua peneliti asal Indonesia yang tergabung dalam forum PBB yakni Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim atau Intergovernmental Panel Climate Change (IPCC) mendorong negara-negara dunia mengambil aksi iklim yang lebih cepat dan konkret.

Duo Peneliti itu adalah Edvin Aldrian yang terpilih kembali menjadi Vice Chair Working Group dan Joni Jupesta yang menjadi anggota The Task Force on National Greenhouse Gas Inventories (TFI).

Keduanya berharap berharap kebijakan mitigasi perubahan iklim harus lebih kuat dilakukan negara-negara dunia dengan kompak

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Edvin mengatakan berdasarkan kalkulasi IPCC, secara periodik dari tahun 2018, pencapaian kenaikan suhu 1,5 derajat diperkirakan bisa terjadi tahun 2052.

Tetapi ketika dilakukan proyeksi kembali tiga tahun kemudian atau pada tahun 2021, perkiraannya semakin memburuk, yakni ditaksir kenaikan suhu 1,5 akan terjadi pada 2042. Bahkan, temuan terakhir pada tahun ini, kenaikan suhu 1.5 derajat justru akan dicapai tahun 2030.

"Indonesia harus bisa memainkan peranan penting untuk turut serta menangani krisis iklim," kata Joni, Jumat (4/8) seperti dikutip dari Antara.

ADVERTISEMENT

Joni yang menjabat sebagai dosen dan peneliti aktif di The United Nations University (UNU) Tokyo, Jepang, mengatakan mitigasi perubahan iklim perlu dilakukan lebih agresif.

Dia membeberkan, IPCC akan membuat metodelogi yang dapat digunakan negara-negara dalam melakukan perhitungan gas rumah kaca dan melakukan tabulasi statistik serta pengumpulan data.

Dengan demikian, harmonisasi data antarnegara berkembang dan negara maju dapat tercipta, seperti Indonesia, Brazil, Rusia, dan China.

Dua ilmuwan Indonesia yang terpilih di IPCC itu tidak terlepas dari dukungan negara-negara Asia Pasifik Barat yaitu negara-negara kepulauan kecil mulai dari Kepulauan Samoa, Fiji, Tuvalu, Solomon, hingga Tonga.

Mereka adalah negara yang sangat rentan terdampak iklim, sehingga kepentingan negara-negara kepulauan dalam berbagai komitmen internasional seperti COP perlu diakomodasi.

Joni berharap ada komitmen dari negara-negara maju dalam melakukan pendanaan untuk melindungi negara-negara rentan dari ancaman perubahan iklim pada COP 28 di Expo City, Dubai, akhir tahun ini.

Asesmen Tiga Pilar Dunia: Kutub es - Himalaya

Sementara itu, peneliti Edvin Aldrian mendapat penugasan untuk assesment report ke-7 yang fokus terhadap tiga pilar dunia yaitu polar pertama di kutub es, polar kedua di daratan, dan polar ketiga di Himalaya.

Dia menilai apa yang terjadi di Himalaya merupakan hal penting terkait perubahan iklim.

"Apa yang terjadi di Himalaya dapat berdampak kepada negara-negara sekitar, seperti Pakistan, India, Sri Lanka, Bangladesh, dan sebagian negara di Asia Tenggara," kata Advin.

Edvin turut melakukan penelitian di bidang urban climate yang berkaitan dengan polusi udara yang berpengaruh pada kesehatan manusia.

Dia memaparkan berdasarkan kalkulasi IPCC, secara periodik dari 2018, mulanya pencapaian kenaikan suhu 1,5 derajat diperkirakan bisa terjadi tahun 2052.

Namun ketika diproyeksi ulang pada 2021 lalu terakhir pada 2022 ini, ternyata proyeksi kenaikan suhu 1.5 derajat justru akan dicapai tahun 2030 bila tak ada langkah cepat pemerintah negara-negara dunia.

(Antara/kid)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat