yoldash.net

Sidang Isbat Digelar Sore ini, Simak Arti Hisab dan Rukyat

Pakar menjelaskan definisi hisab dan rukyat yang menjadi penentu awal bulan Ramadhan 2023.
Ilustrasi. Pakar menjelaskan makna hisab dan rukyat. (ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI)

Jakarta, Indonesia --

Penentuan hari pertama Ramadhan 1444 Hijriah ditentukan oleh hilal atau bulan sabit muda berdasarkan perhitungan (hisab) dan pengamatan (rukyat).

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin mengungkap sidang Isbat penentu 1 Ramadan 1444 Hijriah akan digelar pada Rabu (22/3) petang.

Peneliti astronomi dan astrofisika di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djalaludin mengungkapkan penentuan awal Ramadhan ini prinsipnya ada pada penampakan hilal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hilal, kata dia, merupakan bulan sabit pertama yang teramati sesudah maghrib yang pasti penanda awal bulan. Hilal menjadi bukti paling kuat telah bergantinya periode fase bulan yang didahului bulan sabit tua dan bulan mati.

ADVERTISEMENT

RI sendiri menganut kriteria hilal berdasarkan kesepakatan Menteri agama Malaysia, Indonesian, Brunei dan Singapura (MABIMS) 2021. Bahwa, awal bulan hijriah terjadi saat hilal punya tinggi minimal 3 derajat, elongasi (sudut Bulan-Matahari) 6,4 derajat.

Kamaruddin melanjutkan sidang isbat itulah yang menentukan informasi soal hilal berdasarkan hasil perhitungan secara astronomis (hisab) dan hasil konfirmasi lapangan melalui mekanisme pemantauan (rukyat) hilal.

Thomas mengakui penentuan awal Ramadhan ini masih terganjal soal dikotomi hisab dan rukyat.

"Kondisi saat ini masih adanya dikotomi antara Rukyat dan Hisab yang sesungguhnya dalam ilmu astronomi kedudukannya setara," ujar dia dikutip dari situs BRIN.

Makna astronomis

Secara singkat, hisab adalah metode perhitungan hilal secara matematis dan astronomis.

Thomas mengatakan metode penentuan hisab telah berkembang sejak zaman Rasulullah, di antaranya ialah hisab urfi, hisab taqribi, dan hisab hakiki.

Menurutnya, metode hisab taqribi digunakan pada kitab Sulamunnayirain. Sementara, hisab hakiki dilakukan dengan formulasi astronomi dengan kriteria sederhana (wujudul hilal) dan kriteria imkan rukyat (visibilitas).

Dikutip dari buku Ilmu Falak karya Uum Jumsa (2006), hisab urfi untuk penanggalan Hijriah pernah diberlakukan di masa Khalifah Umar bin Khattab.

Hisab urfi merupakan sistem perhitungan kalender yang didasarkan pada rata-rata Bulan mengelilingi Bumi dan ditetapkan secara konvensional. Penanggalannya akan berulang secara berkala setiap 30 tahun.

Metode hisab pun berubah seiring perkembangan astronomi. Dalam penentuan awal bulan kamariah atau kalender hijriah, Muhammadiyah, misalnya mengacu pada hisab hakiki berdasarkan gerak faktual Bulan di langit.

"Inilah yang dinamakan dengan hisab hakiki," lanjut keterangan di situs Muhammadiyah, "Perhitungan yang dilakukan terhadap peredaran Bulan dan Matahari menurut hisab ini harus sebenar-benarnya dan setepat-tepatnya berdasarkan kondisi Bulan dan Matahari pada saat itu."

Muhammadiyah menggunakan hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal, yakni Matahari terbenam lebih dahulu daripada Bulan walaupun hanya berjarak satu menit atau kurang.

Akurasi itu dicontohkan dalam hal ketinggian Bulan yang dapat diketahui sampai pada ukuran detiknya. Selain itu, lama rata-rata peredaran Bulan mengelilingi Matahari diketahui mencapai 29 hari 12 jam 44 menit 2,5 detik.

"Tidak heran bila Yusuf Qaradhawi dalam kitab Kayfa Nata'amal ma'a al-Sunnah al-Nabawiyyah mengatakan bahwa hisab bersifat qath'i (definitif). Justru penggunaan rukyat seringkali tidak akurat karena terhalang oleh cuaca alam, alat optik, dan kemampuan manusia itu sendiri."

Buku Pedoman Hisab Muhammadiyah menjelaskan bahwa bulan kamariah baru, berdasarkan kriteria wujudul hilal dengan hisab hakiki, dimulai apabila pada hari ke-29 berjalan saat Matahari terbenam terpenuhi tiga syarat secara kumulatif.

Yakni, telah terjadi ijtimak, ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam, dan pada saat matahari terbenam Bulan (piringan atasnya) masih di atas ufuk.

"Apabila salah satu dari kriteria tersebut tidak dipenuhi, maka bulan berjalan digenapkan tiga puluh hari dan bulan baru dimulai lusa."

Peneliti Astronomi Senior Planetarium Jakarta Widya Sawitar menjelaskan ijtimak adalah momen bertemunya posisi Bulan dan Matahari dalam satu garis edar yang memunculkan Bulan baru dalam penanggalan Hijriah.

Lalu apa itu Rukyat?

Meski hilal dapat diamati melalui metode hisab, penentuan awal Ramadan di RI juga ditentukan melalui metode rukyat.

Thomas mengatakan metode perhitungan dalam penentuan awal bulan ini memerlukan verifikasi untuk menghindari kekeliruan. Rukyat itulah bentuk pengecekan hasil hitungan tadi.

"Hisab tidak bisa menentukan masuknya awal bulan tanpa adanya kriteria," ucap dia.

Rukyat pada dasarnya adalah aktivitas mengamati ketampakan atau visibilitas hilal dengan mata telanjang atau alat bantu optik seperti teleskop yang dilakukan setelah Matahari terbenam.

Khusus di Indonesia, ada 82 titik pengamatan hilal dan titik rukyat utama di Pos Observasi Bulan (POB) Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat.

Proses bulan baru nantinya akan ditinjau kembali, apakah dapat di-rukyat atau tidak. Jika iya, maka diputuskan untuk menjadi New Month atau bulan Hijriah baru.

Masalahnya, pengamatan hilal ini sering terhalang oleh kondisi alam seperti cuaca dan perbedaan geografis, alat optik yang digunakan, hingga kemampuan manusia yang mengamatinya.

"Dalam kenyataan riil, rukyat tidak bisa meliputi seluruh kawasan dunia. Apalagi rukyat saat visibilitas pertama hanya meliputi sebagian muka bumi. Pada saat di suatu bagian dunia sudah terlihat hilal, daerah lain belum mengalaminya, bahkan di tempat itu Bulan masih di bawah ufuk," kata Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Rahmadi Wibowo, dikutip dari situs Muhammadiyah.

Jika ada masalah semacam ini, Kemenag biasanya menggenapkan perhitungan bulan menjadi 30 hari.

(can/arh)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat