yoldash.net

Pesan Ngeri Sekjen PBB buat Negara-negara Maju soal Bom Waktu Iklim

PBB mendesak negara-negara kaya untuk memangkas emisi lebih cepat sambil mengingatkan soal 'bom waktu iklim sedang berdetak' sehingga .
Ilustrasi. Sekjen PBB mengibaratkan perubahan iklim bak bom waktu yang siap meledak. (iStockphoto/Zeferli)

Jakarta, Indonesia --

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres memperingatkan 'bom waktu iklim sedang berdetak' dan mendesak negara-negara maju untuk memangkas emisi lebih cepat.

Hal itu disampaikannya pada Senin (20/3) setelah penelitian terbaru dari para ilmuwan di Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) PBB yang mengungkapkan hanya ada sedikit waktu untuk mengatasi perubahan iklim.

"Bom waktu iklim sedang berdetak. Namun, laporan IPCC hari ini adalah panduan cara menjinakkan bom waktu iklim. Ini adalah panduan bertahan hidup bagi umat manusia," ujar Gutteres, dikutip dari LiveScience.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Laporan IPCC itu mengungkap pemerintah harus melakukan pemotongan "cepat, mendalam, dan segera" terhadap emisi karbon dioksida (CO2) global, gas rumah kaca yang merupakan penyumbang terbesar perubahan iklim yang dipicu oleh manusia.

ADVERTISEMENT

IPCC juga mendesak pengurangan emisi tahunan pada 2025 dan mengurangi separuhnya pada tahun 2030.

Pemotongan CO2 ini, kata IPCC, harus dilakukan secara global dan di semua industri jika perubahan suhu tetap pada atau di bawah ambang berbahaya 2,7 derajat Fahrenheit (1,5 derajat Celcius) di atas suhu pra-industri.

Tak bisa diperbaiki

Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa melewati ambang batas 1,5 C ini sangat meningkatkan risiko titik kritis yang dapat menyebabkan kerusakan iklim yang tidak dapat diubah.

Contohnya, keruntuhan total sebagian besar lapisan es Greenland dan Antartika Barat, gelombang panas yang ekstrem; kekeringan parah, hingga cuaca ekstrem di sebagian besar dunia.

"Seperti yang ditunjukkan, batas 1,5 derajat [Celsius] dapat dicapai. Namun, itu akan membutuhkan lompatan kuantum (lonjakan secara tiba-tiba) dalam aksi iklim. Singkatnya, dunia kita membutuhkan aksi iklim di semua lini, everything, everywhere, all at once," cetus Gutteres, menyitir judul film peraih Piala Oscar.

Saat ini, Bumi diprediksi menghangat hingga 3,2 celcius pada akhir abad ini, dan suhu masih bisa naik setidaknya 2,2 derajat Celsius jika janji soal emisi ini tidak dipenuhi.

Suhu rata-rata sudah 1,1 derajat C lebih tinggi dari level 1850-1900, mendorong lebih banyak peristiwa cuaca ekstrem di seluruh dunia.

"Laju kenaikan suhu dalam setengah abad terakhir ini merupakan yang tertinggi dalam 2.000 tahun," kata Gutteres, dikutip dari Reuters.

"Konsentrasi karbon dioksida berada pada titik tertinggi setidaknya dalam 2 juta tahun. Bom waktu iklim berdetak," sambung dia.

Guterres mendesak negara-negara maju berkomitmen mencapai emisi nol bersih paling cepat sekitar tahun 2040.

Laporan sintesis merangkum temuan dari tiga penilaian ahli yang diterbitkan antara 2021 dan 2022 yang mengamati ilmu fisika, dampak dan mitigasi perubahan iklim.

"Kita memiliki alat untuk mencegah dan mengurangi risiko dampak terburuk krisis iklim, tetapi kita harus memanfaatkan momen ini untuk bertindak sekarang," kata utusan iklim AS John Kerry.

Laporan setebal 37 halaman itu disaring dari ribuan halaman penilaian sebelumnya setelah seminggu digelarnya konferensi di Interlaken, Swiss.

Dokumen tersebut juga akan berfungsi sebagai panduan untuk inventarisasi perubahan iklim global yang akan dilakukan tahun ini, dengan negara-negara bakal menilai perkembangannya.

Berdasarkan Perjanjian Paris 2015, negara-negara juga diharapkan memperbarui janji iklim pada tahun 2025.

Menurut IPCC, emisi harus dikurangi setengahnya pada pertengahan 2030-an jika dunia ingin membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat celcius yang merupakan kesepakatan Paris.

"Jika kita bertindak sekarang, kita masih bisa mengamankan masa depan yang berkelanjutan dan layak huni untuk semua," kata Ketua IPCC Hoesung Lee.

IPCC mengatakan dunia perlu mempercepat transisi ke energi hijau dan mengubah pertanian dan kebiasaan makan jika memiliki peluang untuk melakukan pengurangan emisi yang diperlukan.

[Gambas:Video CNN]

(can/arh)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat