Populasi di Ambang Kepunahan, Kiamat Serangga Makin Dekat
![Populasi di Ambang Kepunahan, Kiamat Serangga Makin Dekat Ilustrasi kepik](https://akcdn.detik.net.id/visual/2014/12/08/b26c75aa-8717-4c67-b167-f85ac40db7de_169.jpg?w=650&q=90)
Jakarta, Indonesia -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan keberadaan populasi serangga di bumi dalam kondisi mengkhawatirkan. Peneliti bidang Entomologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Djunijanti Peggie mengatakan serangga bisa 'kiamat' jika tidak ada penyelamatan.
"Status kiamat serangga saya setuju dan sangat mengkhawatirkan," ujar Peggie dalam situs resmi LIPI yang diakses pada Rabu (10/6).
Peggie menyampaikan baru 20 persen serangga dari 5,5 juta serangga di dunia yang teridentifikasi. Dia berkata tersisa 80 persen dari populasi tersebut dan jumlahnya terus berkurang.
Peggie menyampaikan laporan penelitian Caspar Hallman dari Universitas Radboud menemukan bahwa populasi serangga terbang di cagar alam Jerman menurun lebih dari 75 persen selama 27 tahun terakhir.
Bahkan laporan peneliti Australia melaporkan penurunan serangga tetap terjadi meskipun di kawasan cagar alam yang masih belum terjamah.
Lebih lanjut, Peggie menyampaikan penurunan serangga terus terjadi akan mengancam keselamatan bumi. Sebab, dia mengatakan serangga dan tumbuhan adalah penyusun dasar kehidupan dan berperan sangat vital dalam ekosistem.
Dalam ekosistem, dia mengatakan serangga adalah penyerbuk, pengontrol hama, pengelola limbah dan pengurai jasad. Selain itu, serangga adalah makanan bagi hewan lain.
"Jadi bayangkan jika serangga punah akan banyak jasad yang menumpuk dan tidak terurai," ujarnya.
Di sisi lain, Peggie berkata isu penurunan serangga sudah nyata terlihat. Penyebabnya, dia mengatakan akibat alih fungsi lahan, perubahan iklim, penggunaan pestisida dan pupuk sintetis.
"Serta adanya faktor biologis termasuk patogen dan spesies invasif," ujar Peggie.
Terkait dengan penyebab itu, dia mencontohkan keberadaan kupu-kupu Graphium codrus yang digunakan sebagai foto sampul majalah National Grographic Indonesia bulan Mei 2020.
Meski bukan hewan langka, terancam punah, atau endemik, dia berkata spesimen Graphium codrus di Museum Zoologicum Bogoriense hanya ada 21 spesimen dari empat sub-spesies.
"Masih ada empat sub-spesies di pulau-pulau kecil yang belum ada spesimennya di Museum Zoologicum Bogoriense. Kondisi ini menunjukkan bahwa menemukan kupu-kupu tak langka pun sudah cukup sulit," ujarnya.
"Apalagi mendata dan memperoleh spesies yang tergolong endemik dan langka seperti Ornithoptera Croesus yang merupakan spesies endemik di Maluku Utara dan baru dimasukkan dalam daftar spesies dilindungi di Indonesia pada tahun 2018," ujar Peggie.
Terkait dengan hal itu, Peggie berharap setiap individu berkontribusi untuk menekan laju penurunan serangga yang terjun bebas. Meskipun, Peggie menekankan penurunan biomassa hingga 76 persen perlu dicermati secara detail.
"Belum terlihat jenis serangga yang terancam sehingga belum dapat melakukan prioritas. Oleh karena itu perlu dilakukan pendataan terlebih dahulu," ujarnya.
(jps/DAL)
[Gambas:Video CNN]
"Status kiamat serangga saya setuju dan sangat mengkhawatirkan," ujar Peggie dalam situs resmi LIPI yang diakses pada Rabu (10/6).
Peggie menyampaikan baru 20 persen serangga dari 5,5 juta serangga di dunia yang teridentifikasi. Dia berkata tersisa 80 persen dari populasi tersebut dan jumlahnya terus berkurang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan laporan peneliti Australia melaporkan penurunan serangga tetap terjadi meskipun di kawasan cagar alam yang masih belum terjamah.
ADVERTISEMENT
Dalam ekosistem, dia mengatakan serangga adalah penyerbuk, pengontrol hama, pengelola limbah dan pengurai jasad. Selain itu, serangga adalah makanan bagi hewan lain.
"Jadi bayangkan jika serangga punah akan banyak jasad yang menumpuk dan tidak terurai," ujarnya.
Di sisi lain, Peggie berkata isu penurunan serangga sudah nyata terlihat. Penyebabnya, dia mengatakan akibat alih fungsi lahan, perubahan iklim, penggunaan pestisida dan pupuk sintetis.
"Serta adanya faktor biologis termasuk patogen dan spesies invasif," ujar Peggie.
Terkait dengan penyebab itu, dia mencontohkan keberadaan kupu-kupu Graphium codrus yang digunakan sebagai foto sampul majalah National Grographic Indonesia bulan Mei 2020.
Meski bukan hewan langka, terancam punah, atau endemik, dia berkata spesimen Graphium codrus di Museum Zoologicum Bogoriense hanya ada 21 spesimen dari empat sub-spesies.
"Masih ada empat sub-spesies di pulau-pulau kecil yang belum ada spesimennya di Museum Zoologicum Bogoriense. Kondisi ini menunjukkan bahwa menemukan kupu-kupu tak langka pun sudah cukup sulit," ujarnya.
"Apalagi mendata dan memperoleh spesies yang tergolong endemik dan langka seperti Ornithoptera Croesus yang merupakan spesies endemik di Maluku Utara dan baru dimasukkan dalam daftar spesies dilindungi di Indonesia pada tahun 2018," ujar Peggie.
Terkait dengan hal itu, Peggie berharap setiap individu berkontribusi untuk menekan laju penurunan serangga yang terjun bebas. Meskipun, Peggie menekankan penurunan biomassa hingga 76 persen perlu dicermati secara detail.
"Belum terlihat jenis serangga yang terancam sehingga belum dapat melakukan prioritas. Oleh karena itu perlu dilakukan pendataan terlebih dahulu," ujarnya.
[Gambas:Video CNN]
Terkini Lainnya
LIPI Ungkap Faktor Akurasi Tes PCR Covid-19 Bisa Berbeda
LIPI: Sampah Plastik Paket Belanja Online Meningkat Saat PSBB
Penjelasan LIPI soal Sinar UV yang Disebut Tito Bunuh Corona
LIPI Ungkap Cara Ketahui Ketahanan Antibodi Lawan Corona
FOTO: Larva Jadi Sumber Makanan Alternatif di Afrika
Pria Tanpa Identitas Gantung Diri Dekat Halte Transjakarta LIPI
Astrolog Lempar 2 Anak di Tol, Sempat Resah Kiamat Jelang Gerhana
Apakah Akan Ada Bumi Baru Setelah Kiamat?