yoldash.net

Suara Warga DKI soal Jukir Liar: Pernah Digetok Harga tapi Bikin Aman

Ragam pendapat disampaikan warga Jakarta merespons penertiban juru parkir liar. Namun, hampir semua merasa terbantu jasa juru parkir liar.
Ilustrasi. Suasana parkir liar di bahu jalanan Jakarta. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Jakarta, Indonesia --

Pemprov DKI Jakarta menggelar razia atau operasi penertiban tukang parkir atau juru parkir liar di wilayah yang masih menjadi ibu kota RI tersebut pada Rabu (15/5).

Operasi dilakukan setelah Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono meminta Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk menertibkan juru parkir liar yang dianggap meresahkan masyarakat.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menyatakan akan melakukan penegakan hukum terhadap juru parkir liar di minimarket. Mereka akan disidang secara langsung di lokasi kejadian karena masuk ranah tindak pidana ringan (tipiring).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Syafrin menegaskan bahwa tempat parkir di minimarket merupakan fasilitas umum yang disiapkan untuk para pelanggan, sehingga mereka tidak dikenakan biaya alias gratis.

"Oleh sebab itu siapapun yang kemudian memanfaatkan itu dan menimbulkan keresahan masyarakat itu harus dilakukan tindakan tegas dan ini yang akan kami lakukan,"kata Syafrin di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (8/5).

ADVERTISEMENT

Lantas, bagaimana tanggapan masyarakat Jakarta terkait penertiban tersebut?

Tidak ada juru parkir, warga jadi 'repot'

'Repot' adalah kata yang beberapa kali diucapkan Agus (53). Agus, bukan nama sebenarnya, adalah salah seorang pengunjung minimarket di daerah Tebet, Jakarta Selatan.

Secara pribadi, dia mengaku  tidak menyetujui rencana penertiban ini karena menurutnya kehadiran juru parkir justru sangat memudahkan para pemilik kendaraan. Apalagi, sambungnya, tidak ada yang dapat menjamin keamanan kendaraan tersebut ketika sudah ditinggalkan di ruang publik, seperti minimarket.

"Tapi kalau misalkan tuh enggak ada orang yang seperti kayak gini nih tukang parkir, ya repot juga. Masalahnya enggak ada yang mau [menjaga kendaraan]. Kalau di jalanan tuh udah masing-masing ya. Maksudnya aman-aman aja. Nah, jasa-jasa mereka sebenarnya ada dalam segi hal seperti ini, mereka bisa mengamankan kendaraan-kendaraan pengunjung yang ada di sini," kata Agus saat ditemui Indonesia.com, Selasa (15/5)

Agus berpendapat tidak semua juru parkir melakukan tindakan negatif seperti yang disebutkan dalam alasan penertiban oleh pemerintah tersebut.

Ia juga berharap agar pihak-pihak terkait cukup mengeluarkan imbauan sebagai arahan dan peringatan kepada para juru parkir liar yang bertindak merugikan.

"Kalau itu... Setuju sih enggak. Tapi, imbauan dari pihak terkait saja, yang emang maksudnya kasih arahan. Enggak semua sih daerah-daerah [juru parkirnya] yang seperti itu," katanya.

Agus (53), bukan nama sebenarnya, salah seorang pengunjung minimarket di daerah Tebet, Jakarta Selatan ketika menjelaskan pendapatnya terkait rencana penertiban juru parkir ini.Agus salah satu pengunjung minimarket di Tebet, Jakarta Selatan. (Indonesia/Rachel Tesalonika)

Soroti Jukir Liar yang 'getok' harga

Senada dengan Agus, Yuda (32), pengendara motor yang tinggal di Kalibata, Jakarta Selatan juga tidak setuju dengan peraturan baru tersebut.

Ia menyarankan agar peraturan ini lebih dikhususkan kepada juru parkir yang menagih pungutan dengan nominal yang di atas 'kewajaran' alias 'menggetok harga'.

"Mungkin yang lebih ditanamkan buat peraturannya ini, jika memang ada pungutan liar yang di atas kewajarannya. Mungkin kan Rp1.000 atau Rp2.000 buat tukang parkir juga udah lumayan lah ya, mungkin tukang parkir yang kayak getok harga ya, kalau menurut saya," kata Yuda di tempat terpisah.

Yuda juga menilai pekerjaan juru parkir ini juga membuka peluang lapangan pekerjaan baru, dan membantu mengamankan kendaraan pengunjung minimarket, mengingat karyawan di tiap sifnya tidak begitu banyak.

"Karena juga kan kalau dari segi ekonomi juga mungkin membantu buat lapangan kerja juga kan. Sif-sif [minimarket] paling pria cuma 1-2 tiap sif, tapi kalau ada tukang parkir mungkin juga membantu dari segi keamanan juga sih," ujarnya

Dirinya juga mengatakan sebaiknya masyarakat melihat persoalan ini dengan dari sudut pandang yang positif, dan juga mempertimbangkan hal-hal lainnya.

"Ya kita ambil dari sisi lainnya lah, jangan terlalu apa ya, mau enggak boleh pake tukang parkir, segala-segala macem, kita juga harus positif, menurut saya sih," kata Yuda.

Yuda (32), pengendara motor yang tinggal di Kalibata, Jakarta Selatan juga tidak setuju dengan peraturan baru tersebut. Yuda (32), pengendara motor yang tinggal di Kalibata, Jakarta Selatan. (Indonesia/Rachel Tesalonika)

Jukir yang legal atau resmi

Yenny (36), salah seorang warga di Jakarta Barat juga menilai sebaiknya juru parkir itu dipekerjakan resmi dari perusahaan minimarket terkait.

"Mungkin ini kali ya kayak kesepakatan sama [nama minimarket] gitu ya. Jadi enggak ada parkir liar," kata Yenny di sela belanja kebutuhan anak di sebuah minimarket, Jakarta Barat, Indonesia.com.

Di satu sisi, dia mengakui memang penertiban tukang parkir di minimarket menguntungkannya sebagai pengunjung karena tidak perlu membayar iuran parkir. Namun, sama seperti pendapat warga-warga sebelumnya, dirinya juga menilai profesi juru parkir ini bisa jadi lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

"Ada tukang parkir ya emang buat nambah lapangan kerja juga kan. Kalau enggak ada ya, kita yang senang, jadie nggak ada buat bayar lagi kan," ujarnya.

Lebih lanjut, Ia juga berpendapat bahwa penyetaraan tarif parkir dapat menjadi solusi yang lebih baik ketimbang penghapusan juru parkir di minimarket-minimarket.

"Enggak [jangan] ada malak-malak," kata dia.

Yenny (36), salah seorang pengendara roda dua yang hendak membeli kebutuhan sang anak di minimarket di daerah Jakarta Barat, juga menilai bahwa ada baiknya juru parkir itu dipekerjakan resmi dari perusahaan minimarket terkait.Yenny (36) bersama putrinya setelah membeli kebutuhan anak di sebuah minimarket, Jakarta Barat. (Indonesia/Rachel Tesalonika)

Mata pencaharian

Edi (33), seorang warga yang ditemui bersama istrinya di sebuah minimarket di Jakarta Barat juga mengaku masih merasakan dilema dan belum bisa menyatakan setuju atau tidaknya terhadap peraturan penertiban juru parkir di minimarket tersebut.

Menurutnya, penertiban ini diperlukan karena masih banyak ditemukan oknum juru parkir liar yang hanya datang untuk meminta uang parkir ketika kendaraan hendak keluar, tanpa membantu mengarahkan atau melakukan apa-apa.

"Kalau setujunya sih, ya kadang kan tukang parkir itu ada yang mau enaknya aja tuh. Ketika customer masuk, motor masuk, dia hanya diam saja, tanpa melakukan apa-apa. Sedangkan pas motor keluar dia baru ada setujunya sih di situ buat ditertibkan," jelas Edi ketika ditemui Indonesia.com, Rabu (15/5)

Namun, menurutnya ada pula fakta bahwa masih banyak juru parkir yang benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik.

Edi juga mengatakan banyak orang yang mengais rezekinya dari pekerjaan tersebut, bahkan menjadi mata pencaharian utama. Sehingga jika dilakukan penertiban, tentunya akan banyak orang yang kehilangan sumber penghasilannya.

"Tapi kalau tidak setujunya sih [dengan penertiban atau razia], enggak semua tukang parkir kayak gitu sih. Ada yang tukang parkir enak juga ngebantu, dan juga kadang tukang parkir itu kehidupannya ya memang dari situ juga," ujarnya.

"Masih 50-50, ya setuju enggak setuju sih," sambungnya.

Edi (33), seorang warga yang ditemui bersama istrinya di sebuah minimarket di Jakarta Barat, mengaku masih merasakan dilema dan belum bisa menyatakan setuju atau tidaknya terhadap peraturan penertiban juru parkir di minimarket tersebut.Edi, warga yang ditemui di salah satu minimarket di wilayah Jakarta Barat. (Indonesia/Rachel Tesalonika)

Bantu jaga keamanan

Vinka (27) salah seorang pengunjung minimarket di daerah Duren Sawit, Jakarta Timur merasa bahwa kehadiran juru parkir (jukir) di minimarket tidak mengganggu sama sekali, bahkan dirinya merasa bahwa jukir dapat memberikan rasa aman ketika memarkir kendaraan.

"Kalau minimarket di daerah sini agak serem juga, jadi pernah saudara kehilangan motor pas ditinggal sebenarnya itu soalnya enggak ada tukang parkirnya," jelas Vinka.

Terkait dengan kehadiran jukir liar atau ilegal,  menurutnya itu tidak menjadi masalah baik akan dipertahankan atau mau dihilangkan. Vinka berpendapat keberadaan juru parkir itu tak apa-apa selama dapat membantu meningkatkan keamanan, dan tarifnya pun wajar.

"Pasti masih mikir juga terkait ada atau tidaknya. Kalau misal ada ya kita lebih aman kalau ga ada ya was was juga sih. Tapi ya walaupun sebentar doang bayar dua ribu tapi kalau aman ya enggak apa-apa, asal masih wajar ya," lanjut dirinya.

Dia pun mencontohkan momen pernah 'digetok' tarif parkir saat ke sebuah minimaret di wilayah sekitar Monas, Jakarta Pusat. Kala itu, dia mengaku langsung diminta Rp10.000 untuk parkir motor.

"Waktu itu pernah ada pengalaman diminta Rp10.000 pas di daerah Monas, tapi waktu itu kayaknya oknum aja pas ada acara," jelas dirinya.

Vinka (27) salah seorang pengunjung minimarket di daerah Duren Sawit, Jakarta Timur merasa bahwa kehadiran juru parkir (jukir) di minimarket tidak mengganggu sama sekaliVinka (27) salah seorang pengunjung minimarket di daerah Duren Sawit, Jakarta Timur. (Indonesia/Cesar Sanabil)

Perbaikan sistem

Irene (21) seorang pengunjung minimarket di daerah Pondok Bambu, Jakarta Timur pun merasa kehadiran jukir tidak mengganggu selama memang menjaga suatu unit usaha tertentu.

Irene juga mengatakan apabila disuruh memilih, maka dia memilih minimarket tetap ada juru parkir. Hal ini dikarenakan jukir dapat menjaga keamanan kendaraan, dan mengurangi risiko ada sesuatu yang tidak diinginkan.

"Kalau menurut aku pribadi sih boleh-boleh aja ya (jukir di minimarket), karena untuk menjaga keamanan motor kita dari lingkungan yang sudah terkenal rawan," jelas Irene.

Irene merasa jukir di minimarket harus tetap ada, namun pihak berwajib harus membuat sistem yang lebih terorganisasi terkait upah parkir. Hal itu demi  mengurangi kemungkinan adanya oknum jukir yang tidak bertanggung jawab.

"Kalau menurut aku sih lebih efektif kala jukir diatur biaya parkirnya, supaya tahu berapa nominal yang harus dibayar kayak gitu kan. Kita juga parkir ngerasa lebih tenang lah," lanjut Irene.

Di sisi lain, dia mengaku terganggu dengan juru parkir yang hanya menarik biaya parkir kendaraan saja tanpa kontribusi menjaga parkir ataupun membantu pelanggan minimarket.

"Waktu itu pernah parkir sebentar doang di pinggiran jalan untuk ambil uang d ATM, tiba tiba yang tadinya kosong, datang jukir minta uang. Karena aku enggak bawa uang kecil jadi ada sedikit cekcok," lanjut dirinya.

Irene (21) seorang pengunjung minimarket di daerah Pondok Bambu, Jakarta Timur merasa bahwa kehadiran jukir tidak mengganggu selama jukir tersebut memang menjaga suatu unit usaha tertentu.Irene (21) seorang pengunjung minimarket di daerah Pondok Bambu, Jakarta Timur. (Indonesia/Cesar Sanabil)

Baca halaman selanjutnya...

Suara tukang parkir di Jakarta

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat