yoldash.net

Jejak Revisi UU MK dari Era SBY hingga Jokowi

UU tentang Mahkamah Konstitusi (MK) sudah beberapa kali direvisi. Pertama kali dilakukan pada era Presiden ke-6 RI SBY dan terbaru pada era Jokowi saat ini.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) kembali diutak-atik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). (AFP/YASUYOSHI CHIBA)

Jakarta, Indonesia --

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) kembali diutak-atik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Komisi III DPR diam-diam menghelat rapat pengambilan keputusan tingkat satu Revisi UU MK untuk segera dibawa ke Paripurna dan disahkan menjadi UU pada Senin (13/5) lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika berhasil diubah, ini akan menjadi kali keempat UU tersebut direvisi. Berdasarkan penelusuran Indonesia.com, Kamis (16/5), UU MK setidaknya tekah diubah sebanyak tiga kali.

UU MK pertama kali dibuat pada era Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri. Payung hukum dengan Nomor 24/2003 ini disahkan pada 13 Agustus 2003.

ADVERTISEMENT

Setelah delapan tahun berlalu, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama DPR merevisi UU MK untuk pertama kalinya. UU tersebut diberi nama UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.

Dua tahun berselang, SBY mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang MK. Perppu tersebut disetujui oleh DPR.

Pada awal 2014 terbit UU Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK menjadi Undang-Undang.

UU MK lagi-lagi diubah pada 2020 lalu. Terbitlah UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.

UU 7/2020 ini disahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 28 September 2020. Proses revisi UU MK saat itu menuai kritik dari masyarakat sipil.

Perubahan UU MK juga tidak masuk ke dalam Prolegnas Prioritas tahun 2020. Masyarakat sipil menyoroti sejumlah perubahan, pertama kenaikan masa jabatan ketua dan wakil ketua MK menjadi 5 tahun.

Kedua, menaikkan syarat usia minimal Hakim Konstitusi dari 47 tahun menjadi 60 tahun. Ketiga, masa jabatan hakim konstitusi diperpanjang menjadi hingga usia pensiun, yaitu hingga usia 70 (tujuh puluh) tahun. 

Revisi UU MK inisiatif DPR

Gelagat DPR mendorong revisi UU MK sudah berlangsung sejak awal 2023 lalu. Usulan revisi itu disampaikan Komisi III dalam rapat kerja dengan pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam)-yang kala itu dijabat oleh-Mahfud MD pada Rabu 15 Februari 2023.

"RUU ini merupakan perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK," kata Anggota Komisi III DPR, Habiburokhman dalam rapat saat itu.

Namun hingga Desember 2023, RUU tersebut tak kunjung disahkan. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan seluruh fraksi di DPR meminta penundaan untuk menghindari pemberitaan yang kurang baik mengenai isu ini.

Sementara itu, Menko Polhukam saat itu Mahfud MD menyebut pemerintah belum menyetujui dan menandatangani draf revisi UU MK. Mahfud mengatakan secara teknis prosedural, belum ada keputusan di rapat tingkat satu atau Komisi III DPR bersama pemerintah.

Mahfud menjelaskan pemerintah masih keberatan atas aturan peralihan lantaran menilai usulan DPR itu dapat merugikan hakim konstitusi yang tengah menjabat.

"Sampai sekarang ya saya sampaikan bahwa belum ada keputusan kemusyawaratan di tingkat satu, sehingga belum bisa, kan kita belum tanda tangan. Saya merasa belum tanda tangan, Pak Yasonna (Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly) merasa belum tanda tangan. Jadi ya saya sampaikan ke DPR," ujar Mahfud dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin 4 Desember 2023.

Terbaru, Komisi III DPR diam-diam menghelat rapat pengambilan keputusan tingkat satu revisi UU MK untuk segera dibawa ke Paripurna dan disahkan menjadi UU pada Senin (13/5) lalu.

Diketahui, hari itu masih masuk masa reses atau sehari sebelum pembukaan masa persidangan V 2023-2024.

"Pembahasan sudah lama, tadi (Senin) cuma pengesahan tingkat satu," kata Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Santoso kepada Indonesia.com, Senin (13/5).

Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Bivitri Susanti berpandangan bahwa momentum pengesahan RUU MK perubahan keempat ini tidak tepat. Pasalnya, saat ini Indonesia dalam posisi transisi menuju pemerintahan baru dari Presiden Jokowi ke Prabowo Subianto.

Bivitri menilai pemerintahan dan DPR saat ini dalam kondisi bebek lumpuh atau lame duck. Sebab, legitimasinya tidak lagi utuh karena sedang masa transisi pemerintahan. Karenanya, Bivitri berpendapat tidak seharusnya ada peraturan baru yang disahkan selama masa transisi ini.

"Harusnya dalam situasi seperti ini enggak boleh ada perubahan undang-undang yang akan berpengaruh secara signifikan terhadap sistem ketatanegaraan," kata Bivitri.

(pop/fra)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat