yoldash.net

Spanduk Kampanye 'Semrawut' Jadi Andalan, Tapi Bikin Cemas Warga

Alat peraga kampanye terpasang semrawut di setiap sudut kota telah mamakan korban. Bagaimana pandangan masyarakat akan hal tersebut?
Bendera partai politik dan spanduk wajah calon anggota legislatif (caleg) itu terpasang semrawut di setiap sudut kota. (CNN Indonesia/ Adi Ibrahim)

Jakarta, Indonesia --

Belakangan ini masyarakat dibuat was-was dengan adanya alat peraga kampanye (APK) yang semrawut di sejumlah sudut Ibu Kota.

Bendera partai politik dan spanduk wajah calon anggota legislatif (caleg) itu terpasang di tempat-tempat yang tidak seharusnya seperti di trotoar jalan yang menghalangi mobilitas di jalur pedestrian.

Tak sedikit juga APK yang terpasang di atas jembatan penyeberangan orang (JPO), sehingga dianggap sebagai 'polusi' oleh sebagian orang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu warga, Lawa (25) merasa terganggu dengan pemasangan APK baliho yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Ia menyarankan agar APK tersebut ditempatkan di tempat yang sudah disediakan.

"Sangat terganggu, apalagi kalo masangnya di tengah trotoar dan asal-asalan," kata Lawa kepada Indonesia.com, Jumat (19/1).

Pegawai BUMN itu sempat merasakan pengalaman tak mengenakan akibat baliho-baliho yang dipasang sembarangan. Kala itu, ia sedang berkendara dari Tangerang Selatan menuju kantornya yang berada di Pejaten, Jakarta Selatan.

Namun, saat melintas di Cipete Raya, Lawa terjebak macet yang cukup panjang lantaran sebuah baliho caleg ambruk ke tengah jalan. Alhasil, ia pun telat masuk kantor.

"Pernah sekali telat ke kantor gara-gara macet ada baliho ambruk di daerah Cipete Raya," ucapnya.

Lawa mengaku kesal dengan adanya peristiwa tersebut. Ia berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) tegas dalam menertibkan pemasangan baliho yang tidak sesuai dengan tempatnya.

"Ya pasti kesal banget karena dengan adanya kemacetan kemarin, yang ternyata disebabkan oleh baliho roboh, terpaksa saya izin telat untuk masuk kerja. Kembali lagi masyarakat yang dirugikan," ujar Lawa.

"Semoga KPU bisa sedikit tegas dan menertibkan pemasangan baliho liar karena kejadian seperti ini sudah sering terjadi satu bulan terakhir," imbuhnya.

Padahal, kata dia, baliho itu tidak menjadi pedoman masyarakat untuk memilih caleg tersebut. Sebab, tak ada program yang ditawarkan di dalam baliho itu.

Mahasiswa, Adit (21)Lawa, Pegawai BUMN mengaku sangat terganggu dengan baliho semrawut di jalan. (Indonesia/Lina Itafiana)

"Kebanyakan dari mereka cuma nempel foto, jadi enggak tau program apa aja yang ditawarkan. Jadi tidak berpengaruh," kata Lawa.

Pemasangan APK yang terkesan asal-asalan itu telah menelan korban. Sepasang lansia bernama Salim (68) dan istrinya Oon (61) mengalami kecelakaan tunggal akibat tersangkut bendera partai politik saat melintas di flyover Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Akibat kecelakaan itu, keduanya harus dilarikan ke RSUD Mampang Prapatan. Salim mendapatkan 12 jahitan di bagian pipi sebelah kanan. Sementara istrinya mengalami patah tulang di bagian kaki kirinya.

Nasib buruk juga menimpa seorang siswi SMK di Kebumen, Jawa Tengah. Ia meninggal dunia setelah tertimpa baliho salah satu caleg saat mengendarai motor di jalan raya Kebumen-Banyumas.

Kemudian, baliho kampanye caleg di daerah Kembangan, Jakarta Barat menimpa seorang pemotor hingga mengalami luka-luka.

Warga lainnya, Adit mengatakan pemasangan APK di jalan kerap tidak memperhatikan aspek keselamatan bagi orang-orang yang berlalu lalang. Pemasangan yang tidak pada tempatnya itu membuat beberapa orang celaka.

"Kan banyak juga di sosial media berseliweran gitu entah yang terganggu doang sampai ada yang celaka juga. Jadi kalau menurut saya APK yang berlebihan itu cukup mengganggu," tutur Adit.

Meski begitu, ia berpendapat bahwa baliho caleg menjadi sarana masyarakat dalam mengenali calon-calon yang berkontestasi. Masyarakat terbantu dalam menentukan pilihan di Pemilu 2024 mendatang.

"Pastinya iya salah satu alat untuk membantu menentukan pilihan. Apalagi kalau di balihonya itu dijelaskan gagasan-gagasannya seperti apa," ucapnya.

Namun, menurut Adit, baliho-baliho caleg mayoritas tak memaparkan visi misi yang akan diusung jika terpilih nanti.

Pemuda berusia 21 tahun itu menyarankan para caleg memaparkan gagasan-gagasan dan langkah konkrit untuk menyelesaikan permasalahan yang menjadi isu prioritas.

"Kalau di baliho itu sendiri menurut saya kurang jelas cuma memaparkan nama, fotonya, terus nyuruh nyoblos dia. Jadi kurang tau juga kenapa saya harus memilih dia," ujar Adit.

Mahasiswa, Hikmat (20)Adit, Mahasiswa UI menilai baliho-baliho caleg mayoritas tak memaparkan visi misi yang akan diusung jika terpilih nanti. (Indonesia/Lina Itafiana)

Pemasangan alat peraga kampanye paling banyak menggunakan kain spanduk atau banner dengan mengandalkan bambu atau kayu yang menjadi penopangnya. Namun, pihak pemasang tak benar-benar memperhatikan kekuatan juga ketahanan APK tersebut.

Senada, mahasiswa Universitas Indonesia, Hikmat, menilai alat peraga kampanye yang dipasang sembarangan membahayakan keselamatan para pengguna jalan.

Apalagi, kata dia, bendera partai politik yang bertebaran di jalan layang hanya dipasang menggunakan kayu yang rentan terjatuh.

"Di samping itu baliho-baliho itu juga banyak yang dipasangnya tidak sesuai aturan cuma pakai rangka bambu aja atau ditempel di pohon. Kebetulan beberapa kali juga saya lihat banyak yang jatuh ke jalan itu jelas mengganggu masyarakat," katanya.

Hikmat menyebut selain menjadi polusi visual, maraknya APK tersebut tidak terlalu membantunya dalam menentukan pilihan di Pemilu mendatang. Sebab, Hikmat lebih banyak mencari informasi lewat sosial media.

Namun, bagi masyarakat desa yang akses informasinya belum begitu luas, lanjut dia, baliho-baliho itu cukup membantu mereka dalam menentukan sosok yang akan dicoblos.

"Untuk masyarakat desa itu kalau saya lihat di tempat saya ya cukup banyak terpengaruh sama baliho-baliho yang dipasang," ujar Hikmat.

Pekerja BUMN, Lawa (25)Hikmat, pemuda 20 tahun ini lebih banyak mencari informasi soal Pemilu lewat sosial media. (Indonesia/Lina Itafiana)

Kampanye di media sosial seperti Facebook, Twitter dan media sosial lainnya menjadi sebuah tren baru yang digunakan seseorang untuk mensosialisasikan diri. Dari data yang dirilis Kominfo terdapat 88,1 juta pengguna internet di Indonesia dan 84% Pengguna internet adalah usia muda. Sebanyak 63 juta penduduk Indonesia sebagai pengguna aktif Facebook, dan 50 Juta orang sebagai pengguna Twitter.

Sementara Naufal (27) menyebut banyak partai politik yang memasang APK secara ilegal. Padahal, Bawaslu dan KPU sudah memberitahu tempat-tempat yang mestinya dipasang APK tersebut.

"Tapi mereka masih banyak yang naruh di tempat yang tidak seharusnya seperti di pohon, pager-pager pinggir jalan, di median jalan sampai nutup jalan," ujarnya.

Ia menilai pemasangan APK yang sembarangan itu murni salah partai politik dan caleg.

"Mau itu dipasang sama parpolnya atau sama pendukungnya itu tetap salah si parpol dan calegnya karena kan mereka yang ngepampang di situ," kata Naufal.

Pekerja Swasta, Naufal (27)Naufal, karyawan swasta, menyebut banyak partai politik yang memasang APK secara ilegal. (Indonesia/Lina Itafiana)

Karyawan swasta itu menyoroti beberapa kejadian yang disebabkan oleh APK. Berdasarkan pemberitaan media, kata dia, pemasangan APK yang tidak sesuai aturan itu membahayakan pengguna jalan.

"Sering kita lihat di Jakarta beberapa kali ada yang luka gara-gara APK yang jatuh. Pernah waktu itu PSI, terus kemarin ada juga di Jakarta Barat. Emang bahaya sih kalau misalnya penempatannya enggak bener cuman pake bambu atau cuma pake plester enggak aman buat pengguna jalan," tuturnya.

(lna/isn)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat