yoldash.net

Pasar Film yang Tak Sehat di Balik Marak Film Horor kala Lebaran - Halaman 2

Di balik riuh film horor kala libur Lebaran, ada gejala tren pasar yang dinilai tidak sehat.
Ilustrasi. Di balik riuh film horor kala libur Lebaran, ada gejala tren pasar yang dinilai tidak sehat. (iStockphoto/EricVega)

Para pelaku film Indonesia disebut Hikmat lebih cenderung "bermain aman" dengan berkutat di genre horor, komedi, cinta, religi, dan ikut latah dalam memproduksi sebuah film.

Sehingga, ketika satu tren sedang turun, maka yang lain akan mendominasi yang membuat keberagaman film di Indonesia menjadi minim.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Satu laku, semua meniru karena enggak mau berisiko," kata Hikmat Darmawan. "Pasar film Indonesia jelas tidak sehat bukan karena genrenya, tetapi karena single story. Pasarnya tunggal,"

Sebenarnya Hollywood juga mengalami hal serupa saat film superhero berbujet raksasa alias blockbuster menguasai layar. Hal itu pun menuai banyak kritik karena kekayaan cerita film layar lebar menjadi minim.

ADVERTISEMENT

Padahal Hollywood pernah mengalami fase musim liburan dengan kekayaan film layar lebar dan berasal dari produksi "kelas menengah" di bawah bujet US$100 juta, yakni pada dekade '90-an. Kala itu, ada Ghost, Home Alone, hingga Pretty Woman.

Banyak studio Hollywood menilai bahwa bila mereka mau untung banyak harus memproduksi film superhero. Hal itu karena superhero akan tetap menarik massa meski bujet produksinya di atas US$100 juta. Tren itulah yang ikut berpengaruh ke Indonesia.



"Itu berpengaruh kepada slot, jadi film-film yang menjamin adanya keberagaman harus selalu mengalah sama blockbuster dalam dan luar negeri dalam hal jatah tayang," kata Hikmat soal imbas ke Indonesia.

"Itunya yang enggak sehat, ditambah fakta bahwa kita tidak punya jalur distribusi yang sehat sampai saat ini." kata Hikmat menyinggung slot penayangan kini bergantung pada lobi produser dan bioskop.

Belum lagi soal bioskop yang masih terpusat di kota-kota besar seperti Jabodetabek. Hal ini membuat sebaran penonton menjadi tidak merata. Distribusi lokasi yang tak merata ini pula yang membuat film seringkali 'salah pasar'.

"Problemnya sekarang ini jumlah judul yang tayang mungkin dominannya film horor. Tapi kita lihat, jumlah perolehan penonton yang kuat tahun ini cuma Waktu Maghrib doang, selebihnya di bawah satu juta. Orang sudah mulai keringat dingin nih. Enggak ada tanda-tanda film yang kuat," kata Hikmat.

"Filmnya harus blockbuster, genrenya harus horor. Jadi, kalau blockbuster enggak dapat dan genre yang tersedia cuma itu, begitu genrenya sudah overuse, terus apa targetnya?" lanjutnya.

"Itulah bahayanya kalau pasar tidak majemuk, harusnya kan majemuk. Jadi kalau saya prospek, akan lebih sehat kalau banyak genre yang ditawarkan." kata Hikmat Darmawan.

(frl/end)

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat