yoldash.net

Aneurisma Otak, 'Bom Waktu' Berbahaya yang Siap Meledak Kapan Saja

September merupakan bulan kesadaran aneurisma otak. Berikut ini penjelasan tentang serba-serbi seputar aneurisma otak yang disebut silent killer.
Ilustrasi. Dokter menyebut aneurisma otak merupakan penyakit silent killer seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja. (Allan Ajifo/Wikimedia Commons)

Jakarta, Indonesia --

Meski tak sepopuler penyakit jantung dan stroke, tapi aneurisma terbukti bisa berakibat fatal. Anda harus waspada sebab penyakit ini ibarat 'bom waktu' yang siap meledak kapan pun.

September merupakan brain aneurysm awareness month atau bulan kesadaran aneurisma otak. Aneurisma otak adalah ballooning atau penggelembungan pembuluh darah pada otak.

"Benjolan itu dari ukuran kecil, lama-lama pecah. Seperti balon, balon yang makin besar, makin tipis lalu meletus," kata Mardjono Tjahjadi, spesialis bedah saraf di RSPI Pondok Indah, saat temu media bersama RS Pondok Indah Group di Little Talk Bistro, Urban Forest Cipete, Jakarta Selatan, Selasa (12/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertanyaannya, kalau meletus memangnya kenapa?

ADVERTISEMENT

Mardjono Tjahjadi atau biasa disapa Joy ini menjelaskan saat pembuluh darah pecah, darah merembes keluar dan bisa merendam otak. Otak bisa mengalami kerusakan. Selain itu, rembesan darah bisa memicu stroke pendarahan atau stroke hemoragik.

Kondisi ini pun membuat aneurisma otak bisa berakibat fatal atau kematian pasien.

"Ada studi dari AS, kalau otak terendam darah, 50 persennya fatal. Sementara 50 persen yang hidup apa kembali normal? Enggak. [Sebanyak] 66 persen akan cacat," kata Joy.

Gejala aneurisma otak

Shot of a young businesswoman experiencing a stressful day at workIlustrasi. Berikut ini sejumlah gejala aneurisma otak. (Istockphoto/Cecilie_Arcurs)

Sayangnya, sebanyak 90 persen kasus aneurisma otak tidak memiliki gejala spesifik. Menurut Joy, salah satu gejala aneurisma otak adalah sakit kepala. Namun sakit kepala bisa dialami semua orang dan orang tidak akan bisa mengenali sakit kepala yang dialaminya mengarah pada aneurisma otak atau bukan.

"Memang tidak ada yang spesifik dan justru itu bahayanya. Makanya ini silent killer, bom waktu," imbuhnya.

Akan tetapi, gejala aneurisma otak bisa berupa:

1. Sakit kepala, umumnya rasa sakitnya seperti dipukul (thunderclap headache)
2. Mual dan muntah
3. Leher kaku
4. Penglihatan ganda atau blur
5. Mata sensitif terhadap cahaya
6. Kejang
7. Kehilangan kesadaran
8. Nyeri di atas dan di belakang mata
9. Kebingungan
10. Lemah atau lumpuh
11. Kelopak mata turun dan pupil melebar

Faktor risiko

Picture of adult woman waking up in the morning feeling sickIlustrasi. Apa saja faktor risiko aneurisma otak? (iStockphoto/Pornpak Khunatorn)

Joy menuturkan rata-rata orang Indonesia pergi berobat saat pembuluh darah sudah pecah. Padahal pembuluh darah yang menggembung bisa dicegah agar tidak sampai pecah.

Prevalensi aneurisma otak di Indonesia hingga kini belum ada data pasti. Hal ini ditambah mayoritas orang tidak tahu kalau dirinya memiliki aneurisma.

"Itu yang bahaya. Karena tahu-tahu, bisa nih, habis makan terus pecah pembuluh darah. Game is over, 50 percent of it," ujar Joy.

Oleh karenanya, sangat penting melakukan skrining untuk deteksi apa ada aneurisma otak. Namun apa tiap orang harus skrining aneurisma otak?

Joy berkata tidak. Riset menunjukkan ada beberapa faktor risiko pencetus aneurisma otak:

1. Kebiasaan merokok
2. Ada riwayat penyakit tekanan darah tinggi
3. Ada riwayat keluarga dengan stroke pendarahan, terutama akibat aneurisma otak
4. Usia 45 tahun ke atas
5. Jenis kelamin perempuan
6. Penggunaan kokain
7. Konsumsi alkohol berlebihan

"Saya selalu merekomendasikan jika ada lebih dari tiga faktor risiko sebaiknya skrining, bisa MRI atau MRA," ucap Joy.

Dia menyarankan untuk melihat usia kemudian gejala. Meski usia belum termasuk berisiko aneurisma otak tapi sudah mengalami gejala yang mengganggu, sebaiknya cek.

Sementara jika usia sudah masuk berisiko tapi tidak ada gejala, studi menyarankan agar melakukan medical check up di usia 40 tahun ke atas atau 50 tahun ke atas.

Penanganan aneurisma otak

concentrated professional surgical doctor team operating surgery a patient in the operating room at the hospital. healthcare and medical concept.Ilustrasi. Ada sejumlah cara penanganan aneurisma otak, salah satunya lewat pembedahan atau open surgery. (iStock/Gumpanat)

Penanganan aneurisma otak bisa dengan obat-obatan untuk menangani gejala. Namun Joy berkata umumnya penanganan aneurisma otak yang sudah pecah ada:

1. Endovascular coiling

Pasien bisa ditangani dengan endovascular coiling. Prosedur ini termasuk minimal invasif untuk mencegah aliran darah ke pembuluh darah yang pecah dengan pemasangan kawat.

Prosedur ini, kata Joy, biasanya ditujukan pada pasien yang usianya 50-60 tahun.

2. Open surgery

Prosedur bedah atau open surgery berarti prosedur pembedahan lalu pembuluh darah yang pecah dijepit atau diklip. Pembedahan lebih disarankan untuk pasien yang usianya lebih muda.

"Pada pasien muda, kalau dikasih kawat, studi menunjukkan angka kekambuhannya tinggi. Coiling itu [setelah] di atas 10 tahun akan terjadi aneurisma lagi. Usia 30-40 tahun kita mau hasil yang lebih permanen," jelas Joy.

(els/pua)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat