William Sunito, CEO Toko Bahan Kue Online Penyasar UMKM
Sukses di usia muda bukan hal yang mustahil. Kalimat tersebut berhasil dibuktikan oleh William Sunito, pendiri dan CEO tokowahab.com.
Di usia 27 tahun, William berhasil masuk ke deretan pengusaha milenial Forbes 30 Under 30 2020 kategori Business and Entrepreneur.
Bermodal ilmu manajemen keuangan yang diperolehnya dari University of Washington AS, William memutuskan pulang ke Indonesia lima tahun lalu untuk mengembangkan bisnis keluarga yang sudah berdiri sejak 1957.
Sebagai generasi ketiga, William berhasil melahirkan perusahaan baru berupa marketplace pionir di bidang distribusi bahan patiseri secara online pada 2017, tokowahab.com.
Dengan model bisnis business to business (B2B), tokowahab.com menyasar pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang mayoritas bergerak di bidang patiseri. Kini, tokowahab.com sudah memiliki lebih dari 20 mitra bisnis pemasok bahan makanan merek impor dengan jumlah pelanggan mencapai 2 ribu lebih UMKM.
"Visinya adalah membantu mengembangkan perekonomian Indonesia. Itu visi utama kami, dengan cara membantu UMKM di bidang bakery and pastry dan juga di bidang kuliner untuk berkembang," tuturnya beberapa waktu lalu.
Lalu, seperti apakah kisah William hingga bisa menjadi pengusaha muda yang sukses seperti sekarang. Berikut petikan wawancara khusus Indonesia.com.
Bagaimana perjalanan hidup Anda hingga menjadi pemilik tokowahab.com?
Sebenarnya, Toko Wahab berawal dari bisnis kakek saya, dulu toko sembako. Berlanjut ke orang tua saya. Saya generasi ke-3.
Saat saya pulang dari Amerika, pada 2015, saya melihat ekonom itu berkembang di sisi digital e-commerce. Pertama kali yang saya analisa itu adalah market size-nya terdistribusinya seperti apa.
Di bakery and pastry itu 70 persen UMKM, dan 20 persen itu business mass production, 10 persen-nya itu franchise. Waktu itu, perusahaan distribusi hanya menargetkan manufaktur dan juga franchise, tetapi tidak ada yang menargetkan UMKM. Padahal, besar potensinya.
Karena itu, saya membuat bisnis online ini, dan menargetkan khususnya UMKM. Akhirnya, saya membuat divisi e-commerce, tapi masih di bawah naungan bisnis keluarga dulu.
Pada 2017, kami melihat growth-nya divisi e-commerce itu udah lebih dari 100 persen per tahun. Kami melihat ini merupakan peluang besar, akhirnya kami buat entitas baru lagi yang dinamakan PT Global Digital Lestari, itu yang menjadi marketplace tokowahab.com khusus distribusi penjualan online.
Apakah sejak kecil Anda sudah memiliki cita-cita terjun ke dunia bisnis?
Tidak. Cita-cita saya sebenarnya dulu dari kecil itu menjadi investor di bidang hedge fund (perusahaan investasi), makanya saya belajar finansial saat kuliah.
Pada saat saya pergi ke Amerika itu enggak ada pikiran untuk membuat ataupun bantu bisnis keluarga. Tujuan saya itu untuk menjadi manajer investasi maupun bankir investasi.
Saya berpikir, sudah sekolah dari Amerika. Logikanya memang mendingan kerja dulu sama orang lain. Tapi di satu sisi, saya juga melihat bahwa enggak bisa begitu. Kalau benar-benar sudah dikasih ilmu, sudah disekolahkan sama orang tua, kenapa enggak coba aja untuk terjun (ke bisnis keluarga)?
Makanya, saya enggak mau cuci tangan. Saya mau balik ke Indonesia untuk mengembangkan bisnis, sekaligus momennya juga tepat. Saya juga mau mengembangkan bisnis UMKM dan perekonomian di Indonesia. Apalagi saya melihat kesempatan yang sangat promising (menjanjikan).
Kemudian, pada tahun 2015 akhir, saya tekadkan. Walaupun sudah diterima di beberapa perusahaan, saya balik saja. Saya balik ke Indonesia dan kembangkan bisnis (keluarga) saja.
Apakah Anda punya hobi atau minat khusus terhadap bakery?
Kalau masak kue sih saya tidak hobi. Saya tidak bisa masak. Saya lebih hobi manage bisnis yang seperti sekarang saya jalani. Itu hobi utama saya, di luar hobi eksternal saya seperti olahraga, dan belajar atau membaca.
Saya bisa tertarik bidang bakery itu karena melihat pertumbuhan bidang bakery cukup besar, 12 persen. Tapi, yang bergerak di bidang bisnisnya masih kecil, cuma 6 sampai 7 persen. Saya melihat ada potensi karena pesaing juga masih sedikit tetapi potensi berkembangnya besar.
Bagaimana cara Anda melihat kesempatan bisnis?
Dengan data. Pertama kali yang harus dianalisa itu adalah market size-nya. Tapi kalau kita belum terbiasa, bisa mempelajari yang disebut market research. Di tokowahab.com sendiri saya juga riset terlebih dahulu untuk bangun strategi.
Saya lakukan primary market research atau datang langsung ke target pasar, wawancara, dan baru ketemu problemnya di pasar bagaimana.
Karena, kembali lagi, sekarang itu bisnis dibuat customer driven. Jadi harus tahu market itu membutuhkan apa, bukan seperti dulu lagi. Bukan saya punyanya apa terus bikin bisnis. Itu bisa saja, tapi risikonya lebih tinggi.
Dengan tahu konsumen butuhnya apa, harga berapa, dan cara kita menjual ke mereka menggunakan apa, dari situ baru akan muncul ide-ide dan opportunity. Saran saya membuat bisnis seperti itu.
Selain riset juga harus mengerti dulu industrinya, luar dalam. Jangan hanya mengikuti orang-orang atau tren, cari tahu market-nya. Semakin lama kita semakin tau apa opportunity-nya. Timing-nya juga harus tepat karena sekarang UMKM terus tumbuh, pemerintah juga mendukung pertumbuhan UMKM.
Jadi, harus ada time preparation juga. Kalau ada orang bilang William kok bisa tepat mengukur opportunity, itu sebenarnya saya sudah mempersiapkan dari lama.
Apa tantangan terbesar yang pernah Anda temui selama menjalankan usaha?
Tantangan terberatnya itu memastikan timing-nya sudah tepat atau belum. Strategi sudah matang tapi tidak didukung timing itu nanti susah. Takutnya buang duit sekarang tetapi ternyata tidak optimal atau balik modal jadinya lama.
Solusinya data. Seiring berjalannya waktu, kami sudah punya banyak data dan membuat keputusan yang semakin baik untuk strategi ke depan. Sekarang, semuanya based on data untuk meminimalisir kesalahan strategi.
Namun, big problem yang ada sekarang lebih ke ekonomi, perekonomian Indonesia seperti apa. Banyak kasus, seperti corona virus dan izin antara Eropa dan Indonesia, transaksi impor belum dapat izin. Banyak produk-produk luar yang enggak bisa masuk Indonesia, konsumsi juga bisa menurun kapan saja.
Walau ada ketidakpastian seperti itu, kadang muncul kadang tidak, tetap harus dipastikan juga bisnis itu anti-fragile. Anti-fragile itu bagaimana bisnis dapat beradaptasi dengan momen-momen sekarang ini seperti apa. Harus lebih proaktif, jangan reaktif.