Hiu Belimbing Alami Kepunahan Lokal di Bali Hingga Teluk Cenderawasih
Para ahli mengungkap kepunahan lokal hiu belimbing (Stegostoma tigrinum) di sejumlah perairan Indonesia. Sejumlah usulan perlindungan pun terlontar ke Pemerintah.
Hal itu terungkap dalam workshop yang membahas habitat kritis hiu dan pari yang melibatkan sejumlah pakar dari berbagai instansi dan organisasi penelitian dan akademisi beberapa waktu lalu.
Dari pertemuan itu, para ahli menyepakati rumusan dan rekomendasi yang nantinya akan diserahkan kepada pemerintah Indonesia.
Lihat Juga :WORLD WATER FORUM Momen Jokowi Pamerkan Konservasi Bakau ke Delegasi World Water Forum |
Focal Species Conservation Senior Manager Konservasi Indonesia Iqbal Herwata menjelaskan rumusan pertama adalah populasi hiu belimbing di Indonesia saat ini dalam keadaan terancam punah.
Hal ini dikarenakan ancaman utama yang dihadapi oleh spesies ini berupa perikanan tangkap yang sudah berlebih dan kerusakan habitat.
"Rumusan selanjutnya adalah minimnya kajian ilmiah terkait sebaran dan populasi, data tangkapan yang kurang akurat, belum adanya payung hukum yang melindungi spesies ini, sehingga perlu meningkatkan kesadaran masyarakat nelayan dan pelaku usaha," dalam keterangan tertulisnya.
"Selain itu kami juga menemukan dugaan terjadinya kepunahan lokal di beberapa lokasi seperti Bali, Kepulauan Anambas, Teluk Triton, dan Teluk Cendrawasih," kata Iqbal.
Lihat Juga :WORLD WATER FORUM RI Diganjar Gelar Ibu Kota Air Dunia, Bali Jadi Pusatnya |
Selanjutnya, semua informasi dan rekomendasi dari para pakar akan dihimpun untuk dijadikan proposal usulan inisiatif untuk penetapan status perlindungan hiu belimbing di Indonesia.
International Union for Conservation of Nature (IUCN) mencatat tingkat eksploitasi terhadap hiu belimbing semakin tinggi. Maka dari itu, IUCN memasukkan hewan dengan nama latin stegostoma tigrinum tersebut ke dalam daftar merah sebagai spesies terancam punah (Endangered).
Di Indonesia, hiu belimbing hidup di hampir seluruh perairan dangkal berpasir, mulai dari Aceh hingga Papua.
Upaya perlindungan
Menyikapi kondisi itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), berkolaborasi dengan sejumlah akademisi, lembaga penelitian, dan organisasi lingkungan membahas perlindungan hiu belimbing di perairan Indonesia.
Pembahasan tersebut dilakukan dalam agenda tiga tahunan, Simposium Hiu dan Pari yang berlangsung di Universitas Indonesia, Depok pada Selasa (21/5).
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Gustaf Manopo mengatakan dari 118 kawasan konservasi yang telah ditetapkan KKP saat ini, sebanyak 28 kawasan dengan luas mencapai 5,75 juta hektare adalah kawasan konservasi dengan hiu dan pari.
"Sebagai salah satu implementasi dalam menjaga keberlanjutan sumber daya ikan, KKP melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL) telah menargetkan 20 jenis ikan prioritas pada periode 2020-2024 untuk dilakukan upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan berkelanjutan," ujar Victor dalam pembukaan Simposium Hiu dan Pari 2024.
KKP menilai simposium tersebut adalah agenda penting untuk dapat mendukung misi ekonomi biru Indonesia.
"KKP berharap perlunya masukan, tanggapan serta rumusan penting bagi upaya konservasi hiu pari di Indonesia. Hasil penelitian kritis hiu dan pari dapat direkomendasikan sebagai wilayah-wilayah target perluasan kawasan konservasi laut yang menjadi salah satu agenda prioritas untuk ekonomi biru," tutur Victor.
Sementara itu, Konservasi Indonesia sebagai organisasi lingkungan yang terlibat dalam identifikasi kawasan penting hiu dan pari, menganggap simposium tersebut sangat diperlukan. Pasalnya, situasi konservasi saat ini rentan terhadap banyaknya spesies hiu dan pari.
Senior Program Director Konservasi Indonesia Fitri Hasibuan mengatakan pengelolaan yang adaptif dan berbasis ilmu pengetahuan hanya dapat diwujudkan melalui penyebaran data dan informasi terkini.
"Penilaian IUCN baru-baru ini menyoroti tren hilangnya keanekaragaman hayati laut yang mengkhawatirkan, khususnya di kelas Chondrichthyes, yang mencakup hiu, pari, dan chimaera, yang umumnya dikenal sebagai elasmobranch."
"Meningkatnya jumlah spesies rentan, dari 24 persen pada tahun 2014 menjadi 32,6 persen pada tahun 2021 yang mengancam kepunahan, sangatlah memprihatinkan," terang Fitri.
Menurutnya, penangkapan ikan berlebihan memberikan risiko besar yang berdampak pada semua spesies terancam punah serta membahayakan bagi lebih dari dua pertiga spesies yang ada saat ini.
Selain itu, hilangnya habitat, perubahan iklim, dan polusi memperburuk situasi konservasi elasmobranch.
Fitri menyebut langkah-langkah mendesak seperti pembatasan penangkapan ikan, mitigasi angka kematian, dan menjaga habitat kritis sangat penting untuk mencegah kepunahan dan menjamin keberlanjutan ekosistem laut.
(lom/arh)