yoldash.net

Serangan Siber Naik Dua Kali Lipat dari Sebelum Covid-19, Cek Sebabnya

Data terbaru mengungkap serangan siber melesat tajam sejak pandemi Covid-19. Simak data dan penyebabnya.
Ilustrasi. Data terbaru mengungkap serangan siber melesat tajam sejak pandemi Covid-19. (Foto: iStockphoto)

Jakarta, Indonesia --

Serangan siber telah menjadi ancaman yang lebih besar selama beberapa tahun terakhir. Bahkan, data terbaru menunjukkan serangan siber meroket usai pandemi Covid-19. Berikut datanya.

Secara khusus, jumlah serangan siber ini semakin meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan sebelum tahun 2020.

Dengan ketergantungan pada teknologi digital untuk berbagai kebutuhan, para pelaku kejahatan siber melihat peluang baru untuk mencuri data sensitif, menciptakan gangguan operasional, dan menggagalkan aktivitas bisnis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melansir data Global Financial Stability Report per April 2024 dari International Monetary Fund (IMF), serangan siber ini meliputi pemerasan dunia maya, pelanggaran data berbahaya, gangguan jaringan dan situs web, phising, spoofing, rekayasa sosial, skimming, dan gangguan fisik.

ADVERTISEMENT

Setelah pandemi Covid-19, secara berturut-turut dari tahun 2020 sampai dengan 2023 serangan siber tetap stabil pada angka kurang lebih 12 ribu dan angka ini belum termasuk dengan serangan siber yang tidak dilaporkan. Padahal sebelumnya pada tahun 2019, angka ini hanya mencapai 8 ribu serangan siber.

Khusus untuk tahun 2023, serangan siber didominasi oleh pelanggaran data berbahaya, pemerasan dunia maya, dan gangguan jaringan/situs web.

Kerugian langsung yang dilaporkan secara agregat dari serangan siber periode setelah pandemi tersebut mencapai hampir $28 miliar (secara riil) dan kemungkinan besar jauh lebih tinggi jika ditotalkan dengan kerugian tidak langsungnya (perkiraan masih bervariasi antara 1 hingga 10 persen dari PDB global).

Untuk kerugian langsung ini mencakup, jumlah yang dikeluarkan untuk pemulihan kerusakan, denda dan sanksi, jumlah pungutan liar, atau hilangnya pendapatan usaha akibat gangguan operasional.

Sementara untuk kerugian tidak langsung mencakup rusaknya reputasi, penurunan bisnis di masa depan, peningkatan investasi keamanan siber, dan penurunan produktivitas.

Meningkatnya serangan siber dari waktu ke waktu ini sebagiannya disebabkan oleh beberapa adanya ketidaksesuaian dari laporan perusahaan dan jumlah kerugiannya.

Hal tersebut biasanya terjadi karena lambatnya pelaporan, kekhawatiran perusahaan terhadap reputasi, dan kurangnya persyaratan formal bagi perusahaan untuk melaporkan serangan siber di banyak negara, khususnya di negara berkembang dan negara terbelakang.

Bagaimana di Indonesia?

Berdasarkan laporan BSSN 2023, terjadi 347 Dugaan Insiden Siber di Indonesia dengan rincian Penelusuran Dugaan Insiden sebanyak 199 laporan dan Pemantauan Proaktif Dugaan Insiden sebanyak 228 laporan.

Dugaan insiden siber ini diantaranya meliputi kebocoran data, ransomware, web defacement, indikasi potensi serangan DDoS, dan pemantauan proaktif dugaan insiden siber.

BSSN melaporkan bahwa tiga sektor yang paling terdampak yakni Administrasi Pemerintahan sebanyak 186 kasus, lainnya 60 kasus, dan sektor keuangan sebanyak 38 kasus.

(rni/dmi)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat