yoldash.net

Menteri LHK Ajak Adu Metode Ukur Polusi Udara dengan Luar Negeri

KLHK buka suara soal pengukuran polusi udara yang dilakukan platform luar negeri yang kerap menampilkan hasil berbeda.
Ilustrasi. Pengukuran kualitas udara menunjukkan perbedaan antar-platform. (CNN Indonesia/Hesti Rika)

Jakarta, Indonesia --

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengajak pihak luar adu metode pengukuran polusi udara. Pasalnya, perhitungannya dari sejumlah platform luar diklaim kerap lebih besar dari perhitungan stasiun lokal.

"Kita yang mesti waspada sebab cara-cara pemikiran luar yang dipaksakan kepada psikologi politik publik atau rakyat Indonesia itu yang masih diwaspadai oleh kita semua. Saya sih enggak apa-apa, tapi berarti kita beradu metode aja gitu," ujarnya, dalam Podkabs yang disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Kabinet, September, menanggapi isu polusi di Jabodetabek.

"Saya bilang sama Dirjen-Dirjen yang ikut menangani, oke sekarang mari kita lihat dia pakai ukuran apa kita pakai ukuran apa," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Siti menyebut kualitas udara adalah sesuatu yang fluktuatif, sehingga kadang sehat dan kadang tidak sehat. Kriteria ukuran kualitas udara sendiri dibagi menjadi baik, moderat, tidak baik, dan berbahaya.

Ia, yang merupakan mantan Sekjen DPD itu, menjelaskan Indonesia memiliki 15 stasiun pengukuran polusi di Jabodetabek dan 7 di antaranya berada di Jakarta.

Berdasarkan pengukuran stasiun-stasiun tersebut, wilayah Jakarta sebetulnya rata-rata memiliki kualitas udara tingkat moderat dan baik selama setahun. Hanya sebagai kecil periode berada dalam tingkat buruk.

"Udaranya rata-rata moderat dan baik jadi dalam satu tahun itu yang jeleknya sebetulnya sedikit," katanya.

Hasil tersebut, kata Siti, mirip dengan pengukuran yang dilakukan platform pengukuran Air Quality Index (AQI) yang punya 4 ribu stasiun pengukuran di lebih 200 negara dunia.

Namun, pengukuran dari stasiun lokal ini berbeda dengan platform pengukuran kualitas udara IQAir yang berbasis di Swiss. Siti menyebut platform tersebut pada Juli lalu mengatakan kualitas udara di Indonesia terburuk di dunia.

"Kita tahu pada bulan Juli akhir itu dia bilang bahwa Indonesia terburuk di dunia di Agustus juga sampai belasan Agustus."

"Kami cek datanya, ketika di Indonesia itu di Jakarta itu angkanya 199 kalau di dia itu memburuk, tapi pada saat itu di India lebih parah 270 lebih angkanya atau di Meksiko atau bahkan di Uni Emirat itu angkanya tinggi-tinggi di atas 270," terang Siti.

Dikutip dari situsnya, IQAir mengaku mendapat data kualitas udara Jakarta dari enam sumber, yakni data internal IQAir, KLHK, BMKG, PurpleAir, Kementerian Luar Negeri AS, hingga AirNow.

Sebanyak 16 korporasi juga disebut jadi kontributor data, termasuk Agung Sedayu Group, Gran Melia Jakarta, Warga Anti Polusi, hingga PureTrex Indonesia.

Ada pula 12 individu yang disebut menyumbang data.

[Gambas:Video CNN]

(lom/rfi/arh)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat