yoldash.net

Cerita Hujan Redakan Polusi itu Nyata, tapi Efeknya Tak Rata

Hujan yang mulai rutin datang menekan polusi udara. Namun, dampaknya tak sama buat beberapa jenis polusi.
Ilustrasi. Udara pekat Jakarta bisa luruh sebagian imbas hujan. (AFP/YASUYOSHI CHIBA)

Jakarta, Indonesia --

Polutan atau bahan pemicu polusi udara yang berukuran besar cenderung lebih luruh bersama hujan yang makin sering datang ke kota besar. Sementara, polutan berukuran lebih kecil belum senasib.

Menurut ukurannya, polutan udara terbagi atas yang berukuran halus atau di bawah 2,5 mikron atau per seribu mm (partikulat matter/PM2.5) dan polutan polutan di bawah 10 mikron. 

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut sebagian besar wilayah Jakarta resmi masuk musim hujan pada tengah November ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk wilayah DKI Jakarta mulai bagian tengah hingga ke selatan itu di periode pertengahan November itu sudah mulai memasuki awal musim hujan," ujar Miming Saepudin, Koordinator Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, di acara Kesiapsiagaan Menghadapi Musim Hujan di Provinsi DKI Jakarta secara daring, Rabu (15/11).

ADVERTISEMENT

"Sedangkan yang untuk [Jakarta] yang bagian utara ini masih agak mundur nih di periode Januari [dasarian] I atau mungkin nanti lebih cepatnya di Desember awal di Desember akhir," lanjut dia.

Berdasarkan Ikhtisar Cuaca Harian BMKG per Senin (20/11), beberapa titik pemantauan hujan di wilayah Jabodetabek mengalami curah hujan menengah (50–150 mm).

Yakni, Pesanggrahan (Depok) dengan curah hujan 74 mm dan Kembangan Utara (Jakbar) 64 mm. Sementara, Automatic Rain Gauge (ARG) Lebak Bulus mendekati curah hujan menengah dengan 45,2 mm.

Ahli mengungkap kondisi hujan ini berpengaruh pada perbaikan kualitas udara Jakarta.

"Iya memang hujan berkorelasi positif terhadap penurunan jumlah polutan baik [PM]2.5 ataupun PM10," kata Deni Septiadi, pengajar di Sekolah Tinggi Meteorologi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), lewat keterangan tertulis, Senin (6/11) malam.

Menurutnya, PM2.5 merupakan aerosol atmosferik yang bersifat higroskopis.

Artinya, "keberadaannya yang tidak terikat uap air dengan kelembapan yang rendah (kering) mengakibatkan partikulat ini mengambang di [lapisan] troposfer menjadi partikulat pencemar."

Saat hujan, air menyapu PM2.5 di udara dan juga PM10 yang ada di permukaan.

"Suhu lingkungan juga akan turun sehingga partikulat kering tersebut menjadi mudah mengalami agregasi mengikat uap air. Karena itu jelas hujan akan menurunkan jumlah partikulat pencemar dan membersihkan atmosfer," jelas Deni.

PM10 lebih terpengaruh

Berdasarkan data paltform pemantau kualitas udara IQAir, memang ada perbaikan kondisi udara Jakarta dalam sepekan terakhir dibanding pekan sebelumnya.

Pada akhir Oktober, misalnya, indeks kualitas udara (AQI) Jakarta kerap lebih dari 150 atau berstatus Tak Sehat (Unhealthy). Kondisi PM2.5 juga mencapai level serupa dengan kadar 67,1 µg/m³.

Sejak 13 November hingga hari ini, rata-rata kualitas udara harian Jakarta membaik dengan AQI bawah 150 yang menandakan status turun menjadi Tak sehat buat kelompok sensitif (Unhealthy for sensitive groups).

Sementara, kondisi lebih baik diperlihatkan oleh PM10 yang bahkan turun mencapai level Moderate dalam beberapa hari terakhir. Sebagai catatan, angka PM10 IQAir tak setiap hari tersedia.

Untuk lebih lengkapnya, berikut merupakan indeks kualitas udara Jakarta periode 13-20 November:

1. 13 November: AQI 143, PM2.5 52,8 µg/m³ (Unhealthy for sensitive groups), PM10 65,4 µg/m³ (Moderate)

2. 14 November: AQI 113, PM2.5 40,6 µg/m³ (Unhealthy for sensitive groups), PM10 81,7 µg/m³ (Moderate)

3. 15 November: AQI 126, PM2.5 45.6 µg/m³ (Unhealthy for sensitive groups), PM10 42,6 µg/m³ (Good)

4. 16 November: AQI 126, PM2.5 45,9 µg/m³ (Unhealthy for sensitive groups), PM10 61,1 µg/m³ (Moderate)

5. 17 September: AQI 129, PM2.5 47 µg/m³ (Unhealthy for sensitive groups), PM10 46,8 µg/m³ (Good)

6. 18 September: AQI 119, PM2.5 47 µg/m³ (Unhealthy for sensitive groups), data PM10 tak tersedia

7. 19 September: AQI 133 ,PM2.5 42,8 µg/m³ (Unhealthy for sensitive groups), data PM10 tak tersedia

8. 20 September: AQI 106, PM2.5 37,6 µg/m³ (Unhealthy for sensitive groups), data PM10 tak tersedia

Kenapa PM10 lebih terdampak hujan?

Pengamat iklim dan lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) Emilya Nurjani mengatakan hujan hanya efektif untuk mengurangi polutan berukuran besar, misalnya, partikel kasar (PM10) seperti debu, kotoran, dan serbuk sari lebih besar dan lebih berat daripada partikel lain.

Hujan, kata dia dikutip dari situs UGM, mengurangi polutan dengan membantu PM10 mengendap di tanah lebih cepat.

Namun, hujan kurang efektif dalam mengencerkan PM2.5 yang memiliki ukuran partikel lebih kecil.

Para peneliti di Lanzhou, China mengukur seberapa besar pengaruh hujan terhadap konsentrasi PM10, PM2.5, dan PM1 di udara dari 2005 hingga 2007.

Hasilnya, hujan yang sangat deras dapat mengurangi polutan partikel yang lebih besar dengan jumlah yang kecil, tetapi hampir tidak berpengaruh pada partikel yang lebih kecil dari 2,5 mikron.

(rfi/arh)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat