yoldash.net

BMKG Sebut RI Relatif 'Adem' di Tengah Bumi Makin Panas, Cek Sebabnya

BMKG menyebut suhu di Indonesia relatif lebih 'adem' dibandingkan kondisi global yang semakin memanas. Apa penyebabnya?
Ilustrasi. BMKG menyebut suhu di Indonesia relatif lebih 'adem' dibandingkan kondisi global yang semakin memanas. (Foto: CNN Indonesia/ Adi Ibrahim)

Jakarta, Indonesia --

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut suhu di Indonesia relatif lebih 'adem' dibandingkan kondisi global yang semakin memanas. Apa penyebabnya?

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi V DPR RI, Rabu (8/11), mengatakan bahwa sejak 2022 suhu Bumi sudah mencapai 1,2 derajat Celsius lebih hangat dibandingkan rata-rata masa revolusi industri.

Tidak hanya itu, pelbagai rekor panas juga pecah pada tahun ini, termasuk Juli 2023 yang tercatat sebagai bulan Juli terpanas sepanjang sejarah. Namun demikian, menurut Dwikorita suhu di Indonesia masih relatif lebih adem dibanding negara-negara lain.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kenaikan suhu ini memang [dialami secara] global, meskipun Alhamdulillah Indonesia ini dibandingkan yang merah-merah [wilayah dengan suhu panas], masih relatif [adem], meski ada kenaikan tapi belum sebesar yang lain," kata Dwikorita dalam rapat yang disiarkan di kanal YouTube DPR RI.

ADVERTISEMENT

Menurut dia hal ini tak lepas dari faktor Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki luas lautan lebih besar daripada daratan. Ia mengatakan sekitar 60 persen wilayah Indonesia memang lautan.

Ia menjelaskan air di lautan tersebut berperan membuat udara lebih dingin dari biasanya. Sementara, negara-negara lain yang bukan negara kepulauan akan merasakan dampak panas luar biasa.

"Indonesia ini luas lautnya jauh lebih luas dari daratnya. Lautannya 60 persen, dan air ini berperan sebagai condensator, mendinginkan. Biasanya yang mencapai panas ini adalah negara-negara yang ada di benua," tuturnya.

"Dan dampak dari hal tersebut, menjadikan adanya global water hotspot dalam beberapa tahun ke depan, artinya di sini menjadi kalau hot spot biasanya panas, titik panas, tapi di sini water hot spot adalah kekeringan, kekurangan air, terjadi secara global hampir di seluruh wilayah dunia," imbuh dia.

Dwikorita menjelaskan bahwa saat ini pemanasan global merata terjadi hampir di seluruh dunia. Bahkan di beberapa negara kenaikan suhu dapat mencapai 2 sampai 3 derajat Celsius.

Ia pun menyebutkan sejumlah wilayah di belahan dunia yang mengalami rekor suhu terpanas pada 2023. Seperti di Afrika Utara suhu panas mencapai lebih dari 47 derajat Celsius, Rhodes di Yunani mencapai lebih dari 49 derajat Celsius, Sardinia di Italia suhu lebih dari 48 derajat Celsius.

"Di Jepang lebih dari 39,7 derajat Celsius, Amerika bagian barat maksimum mencapai 53 derajat Celsius dan selama lebih dari 31 hari di amerika bagian barat, khususnya juli selama lebih dari 31 hari mencapai lebih dari 43 derajat Celsius," tuturnya.

"Dan di bulan Agustus selama musim dingin di Bolivia, di musim dingin, suhu mencapai 45 derajat Celsius, di Paraguay di musim dingin Agustus tahun ini suhu mencapai 41,9 derajat Celsius," jelasnya menambahkan.

Ancaman nyata pendidihan global

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya juga mengatakan saat ini Bumi sedang dalam kondisi sakit dan mengutip pernyataan PBB bahwa saat ini dunia sudah memasuki era global boiling atau pendidihan global, bukan lagi pemanasan global.

"Karena memang Bumi kita tengah sakit, PBB menyebutkan saat ini bukan lagi global warming tetapi sudah masuk ke global boiling," kata Jokowi beberapa waktu lalu.

Jokowi kemudian merinci jika suhu Bumi mengalami kenaikan lebih dari 1,5 derajat Celsius, hal ini akan berdampak fatal terhadap kehidupan manusia. Kondisi itu, kata dia, diprediksi akan mengakibatkan 210 juta orang di seluruh dunia alami kekurangan air hingga 14 persen populasi akan terpapar gelombang panas.

Tak hanya itu, ia juga merinci kondisi demikian bisa akibatkan 290 juta rumah akan terendam banjir pesisir dan 600 juta orang alami malnutrisi akibat gagal panen.

"Dan ini adalah ancaman nyata bagi kita semuanya," jelas Jokowi.

Pernyataan mengenai pendidihan global sempat disampaikan Sekjen PBB Antonio Guterres. Dalam sebuah kesempatan ia memperingatkan bahwa "era pemanasan global telah berakhir" dan "era pendidihan global telah tiba".

"Perubahan iklim sudah ada di sini. Itu menakutkan. Dan ini baru permulaan. Masih mungkin membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5C [di atas tingkat pra-industri], dan menghindari perubahan iklim yang paling buruk. Tapi hanya dengan aksi iklim yang dramatis dan langsung," lanjut dia.

[Gambas:Video CNN]



(tim/dmi)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat