yoldash.net

Kapan El Nino Hilang?

El Nino sudah memberi dampak parah berupa kekeringan dan kesulitan air di banyak wilayah. Sampai kapan ini berlangsung?
Sejumlah bocah bermain di sawah yang mengering di Maros, Sulsel, belum lama ini. Kekeringan ini merupakan efek El Nino. (ANTARA FOTO/ARNAS PADDA)

Jakarta, Indonesia --

Fenomena iklim pengering hujan tahun ini, El Nino, dinilai lebih kuat efeknya ketimbang tiga tahun terakhir. Wilayah selatan khatulistiwa pun mengalami kekeringan panjang. Sampai kapan 'penderitaan' ini berlangsung?

Menurut penjelasan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), El Nino berarti kondisi anomali suhu permukaan laut di Samudera Pasifik ekuator bagian timur dan tengah. Bentuknya,lebih panas dari kondisi normal.

Sementara, anomali suhu permukaan laut di wilayah Pasifik bagian barat dan perairan Indonesia yang biasanya hangat (warm pool) menjadi lebih dingin dari normalnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada saat terjadi El Nino, daerah pertumbuhan awan bergeser dari wilayah Indonesia ke wilayah Samudra Pasifik bagian tengah. Inimenyebabkan berkurangnya curah hujan di Indonesia.

ADVERTISEMENT

Yang membuat kekeringan kali ini lebih parah adalah munculnya fenomena sejenis di Samudera Hindia, yakni Indian Ocean Dipole (IOD).

"Dampaknya adalah sesuai dengan yang diprediksi; adanya kekeringan yang lebih panjang dan lebih intensif dan skalanya lebih kuat daripada tahun 2020, 2021, dan 2022. Kurang lebih sama dengan [El Nino] tahun 2019," tutur Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dalam Forum Medan Merdeka 9, Senin (16/10).

Dalam prediksinya, BMKG mengungkap El Nino membuat beberapa wilayah mengalami curah hujan bulanan dengan kategori rendah (0 - 100 mm/bulan), utamanya padaAgustus, September, Oktober.

Wilayah-wilayah itu meliputi Sumatera bagian tengah hingga selatan, pulau Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, sebagian besar Sulawesi, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku dan Papua bagian selatan.

Ramalan itu pun jadi kenyataan. Deret daerah yang masuk jajaran elite curah hujan amat rendah didominasi dari wilayah selatan ekuator.

Yakni, Sumba Timur (NTT) 166 hari tanpa hujan, Rote Ndao (NTT) 166 hari tak hujan, Kota Bima (NTB) 164 hari tanpa hujan, Lombok Utara (NTB) 163 hari tiada hujan, dan Lombok Timur(NTB) 143 tak tersentuh hujan.

Sementara, wilayah di Pulau Jawa yang paling lama tak tersentuh hujan adalah Boyolali, Jawa Tengah(141 hari tak kena hujan).

Bisa jadi El Nino kuat?

Aaron Levine, ilmuwan atmosfer di University of Washington, AS, yang penelitiannya berfokus pada El Nino, bicara soal kemungkinan fenomena ini berkembang jadi level kuat.

Menurutnya, El Nino kuat, dalam definisi paling dasar, terjadi ketika suhu rata-rata permukaan laut di Pasifik khatulistiwa setidaknya 1,5 derajat Celcius lebih hangat dari biasanya. Ini diukur berdasarkan kotak imajiner di sepanjang khatulistiwa, kira-kira di selatan Hawaii, yang dikenal sebagai Indeks Nino 3.4.

"Namun El Niño merupakan fenomena laut-atmosfer yang terjadi bersamaan, dan atmosfer juga memainkan peranan penting," ujarnya, dikutip dari The Conversation.

Hal yang mengejutkan mengenai El Niño tahun ini - dan hingga saat ini masih terjadi - adalah bahwa atmosfer tidak merespons sebanyak yang diprediksi berdasarkan kenaikan suhu permukaan laut.

Atmosfer inilah yang menyalurkan dampak El Nino. Panas dari air laut yang hangat menyebabkan udara di atasnya memanas dan naik, sehingga memicu terjadinya curah hujan. Udara itu tenggelam lagi di atas perairan yang lebih dingin.

Naik turunnya atmosfer menciptakan putaran raksasa di atmosfer yang disebut Sirkulasi Walker. Ketika warm pool hangat bergeser ke arah timur, hal itu juga menggeser terjadinya gerakan naik dan turun.

"Reaksi atmosfer terhadap perubahan ini seperti riak di kolam saat Anda melempar batu ke dalamnya. Riak ini memengaruhi gelombang kencang atmosfer (jet stream), yang mengubah pola cuaca."

"Tahun ini, dibandingkan dengan peristiwa El Niño besar lainnya - seperti tahun 1982-83, 1997-98, dan 2015-16 - kita tidak melihat perubahan yang sama pada lokasi terjadinya curah hujan. Butuh waktu lebih lama untuk berkembang, dan tidak sekuat itu," tutur Levine.

Senada, indeks-indeks yang memperhitungkan atmosfer di Pasifik, berdasarkan pengukuran ketinggian awan yang dipantau oleh satelit atau tekanan permukaan laut di stasiun pemantauan sejak Mei dan Juni, tidak dalam bentuk yang sangat kuat.

"Bahkan pada September, besaran magnitudo secara keseluruhan masih belum sebesar tahun 1982."

Ia membuka kemungkinan bahwa ini terkait suhu seluruh daerah tropis yang sangat panas. Namun, karena jarang terjadi dan variabilitas antar-kejadiannya besar, pihaknya sulit menyimpulkan.

"Bagaimana El Niño akan berubah seiring dengan pemanasan global adalah pertanyaan besar dan terbuka," aku dia.

Cara El Nino hilang di halaman berikutnya...

Masa Hidup El Nino

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat