yoldash.net

Cerita Persahabatan Panjang Warga RI dengan Kebocoran Data Pribadi

Kasus kebocoran data pribadi masih menjadi rutinitas warga Indonesia. Sudah efektifkah jurus pemerintah menangani masalah ini?
Ilustrasi. Kebocoran data publik kini sudah jadi hal umum. (Istockphoto/ Gangis_Khan)

Jakarta, Indonesia --

Kebocoran data pribadi masih jadi salah satu sumber keresahan masyarakat di dunia siber di masa sembilan tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Keseriusan perlindungan pun dipertanyakan.

Insiden bocor data ini makin mencuat saat pembocor data Bjorka menyebarkan data-data pejabat dan warga Indonesia. Hingga beberapa bulan terakhir, kebocoran data dengan aktor berbeda terjadi. Kebanyakan dibantah oleh pemilik data.

Tahun lalu, Jokowi menyebut potensi kerugian atas kejahatan siber terhadap ekonomi dunia bisa mencapai US$5 triliun atau Rp78.096 triliun pada 2024 mendatang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kebocoran data akibat kejahatan siber berpotensi mengakibatkan kerugian ekonomi hingga US$5 triliun pada 2024," kata Jokowi saat membuka sesi tiga KTT G20 di Nusa Dua, Bali beberapa waktu lalu.

Salah satu jurus pemerintah dalam menangani masalah ini adalah dengan mengesahkan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP).

ADVERTISEMENT

Pembahasan mengenai regulasi ini berjalan alot di DPR. Sudah dibahas sejak 2016, UU PDP baru disahkan pada 20 September 2022. Artinya, butuh waktu sekitar enam tahun bagi pemerintah untuk benar-benar serius melindungi data pribadi rakyatnya.

Kehadiran UU PDP pun tak langsung mengurangi kasus-kasus kebocoran data. Pada tahun lalu, sedikitnya ada 10 kasus kebocoran data yang membuat heboh publik.

Hacker Bjorka 'mencuri panggung' dengan membocorkan sejumlah surat rahasia untuk Presiden Jokowi, termasuk dari Badan Intelijen Negara (BIN) hingga data-data pribadi pejabat pemerintahan.

Hal tersebut diungkap Bjorka di BreachForums pada September 2022. Dalam keterangannya, dokumen yang dicuri pada September itu terdiri dari 679.180 data dengan kapasitas 40 MB (compressed) dan 189 MB (uncompressed).

Bjorka juga mengumbar data pribadi alias doxing sejumlah pejabat negara. Salah satu korbannya adalah mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate.

Bjorka melakukan doxing dengan melampirkan sejumlah data-data pribadi yang diduga milik Plate, seperti NIK, nomor Kartu Keluarga, alamat, nomor telepon, nama anggota keluarga, hingga nomor vaksin.

Eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan turut menjadi korban pembocoran data pribadi oleh Bjorka.

Lewat grup Telegramnya, pengguna BreachForums itu membocorkan data pribadi Anies antara lain berupa nama lengkap, Nomor Induk Kependudukan (NIK), alamat rumah, dan sejumlah nomor telepon.

Selain itu ada Puan Maharani; Mendagri, Tito Karnavian; dan Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan yang telah menjadi sasaran Bjorka mena jangi data pribadi.

Merespons situasi tersebut, Jokowi langsung menggelar rapat terbatas di Istana Kepresidenan. Rapat itu turut menyimpulkan ada kebocoran data di instansi pemerintah, tapi membantah bahwa data yang bocor merupakan data rahasia.

UU PDP macan kertas

Tak lama setelah diobrak-abrik oleh Bjorka, pemerintah dan DPR akhirnya mengesahkan RUU PDP. Namun begitu, pengesahan aturan ini ternyata dianggap belum mampu menangani masalah tersebut.

Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM) mengatakan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) berpotensi menjadi macan kertas.

"Meski telah mengakomodasi berbagai standar dan memberikan garansi perlindungan bagi subyek data, akan tetapi implementasi dari undang-undang ini berpotensi problematis, hanya menjadi macan kertas, lemah dalam penegakkannya," ujar Wahyudi Djafar Direktur Eksekutif ELSAM.

Infografis Deret ‘Prestasi’ BjorkaDeret ‘Prestasi’ Bjorka (Foto: Basith Subastian/Indonesia)

Alasan kebocoran data terus terjadi di halaman selanjutnya...

Kenapa Kebocoran Data Masih Terus Terjadi?

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat