yoldash.net

Arkeolog Ungkap Beda Nasib 2 Kerangka di Peti Mati Kuno Notre-Dame

Dua kerangka yang ditemukan di dalam sarkofagus kuno dari Katedral Notre-Dame, Prancis, dulunya merupakan bangsawan namun memiliki perbedaan mendasar.
Salah satu temuan tengkorak dari sarkofagus kuno di bawah gereja Notre-Dame, Prancis. (Foto: www.univ-tlse3.fr)

Jakarta, Indonesia --

Dua kerangka yang ditemukan dari dalam sarkofagus atau peti mati kuno di bawah Katedral Notre-Dame de Paris, Prancis, merupakan dua orang kaya dengan kondisi yang cukup berlainan.

Peti-peti mati kuno itu diangkat selama proses pemulihan Katedral Notre Dame, Prancis, usai terbakar April 2019. Selama penggalian pada awal 2022, para peneliti menemukan dua sarkofagus timah yang tidak lazim.

Situs pemakaman ini digambarkan para pakar memiliki "kualitas ilmiah yang luar biasa".

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para peneliti kemudian mengungkap hasil penelitian mereka: sarkofagus itu berisi sisa-sisa dua orang kaya; satu pemuka agama gereja yang mungkin menderita "penyakit raja"; yang lainnya yang lebih muda dan tanpa nama, diduga merupakan seorang ksatria.

ADVERTISEMENT

1. Kerangka pendeta

Jenazah pertama diidentifikasi lewat pelat kuningan pada peti mati sebagai Antoine de la Porte, meninggal di usia 83 tahun pada 24 Desember 1710.

"Subjek pertama diidentifikasi melalui pelat identifikasi di peti matinya," kata Profesor antropologi biologi di Universitas Toulouse III, Eric Crubézy, dikutip dari LiveScience.

Ia, yang mengawasi pembukaan peti mati bulan lalu dan menganalisis usia dan gaya hidup berdasarkan tulang kerangka-kerangka itu, mengungkapkan De la Porte adalah seorang kanon atau anggota pendeta yang bertanggung jawab atas katedral.

Dia, kata Crubézy, menggunakan kekayaannya untuk membantu menopang paduan suara Notre-Dame. Hal itu diduga menjelaskan lokasi penguburannya di bawah bagian tengah transept, area yang disediakan untuk tempat peristirahatan terakhir para elite.

Dikuti dari situs University of Toulouse, jenazah de la Porte cukup terawetkan, termasuk tulang, kepala dan rambut janggutnya, beberapa pakaiannya, serta tiga medali yang diletakkan di atas sarkofagusnya.

Crubézy mengatakan bahwa gigi sang kanon dalam kondisi sangat baik. Namun, hampir tidak ada tanda-tanda aktivitas fisik di tubuhnya, yang berarti individu ini kemungkinan besar tidak banyak bergerak selama hidupnya.

Tulang jempol kaki pria itu, memang menunjukkan tanda-tanda gout atau sejenis radang sendi alias asam urat. Hal ini dapat dipicu oleh minum dan makan berlebihan. Karena itulah penyakit ini sering disebut sebagai "penyakit raja".

2. Kerangka ksatria

Crubézy mengungkapkan sarkofagus utama kedua tidak memiliki pelat nama, sehingga penghuninya pun tetap anonim saat ini.

Meski begitu, ia mengungkap kerangka pria ini diperkirakan berusia 25 hingga 40 tahun saat meninggal, dengan kondisi tubuhnya yang terdeteksi terlatih hingga membuatnya dijuluki 'Le Cavalier' atau sang penunggang kuda.

"Dia menunjukkan tanda-tanda seseorang yang menunggang kuda sejak usia muda," kata Crubézy, "dan dia kehilangan sebagian besar giginya selama bertahun-tahun menjelang kematiannya."

Dia juga menemukan bukti tulang reaktif pada tengkorak dan tulang belakang pria itu. Hal itu membuatnya berhipotesis bahwa penyebab kematian pria itu bisa jadi adalah meningitis kronis akibat tuberkulosis.

Yang lebih menarik lagi adalah praktik pembalseman Le Cavalier yang dilengkapi dengan daun dan bunga di sekitar tengkorak dan perutnya.

"Tengkorak si penunggang kuda digergaji dan dadanya dibuka untuk dibalsem," ungkap Crubézy, "Ini adalah praktik umum di kalangan bangsawan setelah [pertengahan abad ke-16]."

Soal identitas aslinya, para ahli menduga bisa mengungkap sang Le Cavalier jika bisa memverifikasi waktu kematiannya.

"Jika tanggal kematiannya sekitar paruh kedua abad ke-16 atau awal abad ke-17, kita mungkin dapat mengidentifikasi dia dalam daftar kematian yang kita miliki," ucap Christophe Besnier, arkeolog yang memimpin tim penggalian National Institute of Preventive Archaeological Research (INRAP), dalam konferensi pers pada 9 Desember, dikutip dari The Guardian.

"Jika lebih awal dari itu, kita mungkin tidak akan pernah tahu siapa dia," lanjutnya.

Penelitian tambahan dalam beberapa bulan mendatang akan fokus untuk menemukan lebih banyak tentang asal geografis dan pola makan mereka. Hal itu diprediksi dapat memberikan petunjuk lebih lanjut tentang gaya hidup dan kematian keduanya.

Hasil akhir dari analisis ini diperkirakan akan keluar pada awal hingga pertengahan 2023.

(tim/arh)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat