yoldash.net

Teori Konspirasi Itu Candu, Ahli Buktikan pada Pemuja Hoaks Covid-19

Teori konspirasi bisa membuat pemercayanya kecanduan. Mengapa demikian?
Ilustrasi teori konspirasi. Tak sedikit orang yang percaya konspirasi meski banyak juga yang meragukannya. Foto: Istockphoto

Jakarta, Indonesia --

Peneliti menyebut teori konspirasi adalah sebuah candu, seperti halnya hoaks Covid-19 yang menggiring pemujanya kepada teori konspirasi yang lebih kompleks.

Menurut analisis terbaru dari dua studi longitudinal yang melacak keyakinan partisipan dalam berbagai teori, ketidakpercayaan atas peristiwa dunia nyata dapat dengan cepat berkembang menjadi penerimaan terhadap teori konspirasi, meski teori tersebut tidak didukung oleh bukti kuat.

Istilah teknisnya adalah ide konspirasi yang menjadi tolak ukur kepercayaan seseorang dalam menerima penjelasan peristiwa yang dimanipulasi. Manipulasi tersebut mengandalkan kekuatan kelompok untuk mengubah hasil ke tingkat yang tidak mungkin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lihat Juga :

Untuk tujuan penelitian, para peneliti menganggap teori konspirasi sebagai keyakinan yang tidak didukung oleh bukti apa pun dan yang sebenarnya bertentangan dengan bukti yang ada.

ADVERTISEMENT

Hal ini bisa berupa apa saja, mulai dari percaya pendaratan di Bulan dilakukan hingga berpikir bahwa Pemilu yang sah telah dicurangi.

Dalam kasus COVID-19, teori konspirasi mencakup gagasan bahwa pandemi telah dibesar-besarkan oleh pemerintah atau media, dan keyakinan bahwa virus itu dilepaskan dengan sengaja oleh lembaga tertentu untuk tujuan jahat.

"Ini spekulatif, tetapi tampaknya begitu orang mengadopsi satu kepercayaan konspirasi, itu mendorong ketidakpercayaan pada institusi secara lebih umum - bisa jadi pemerintah, sains, media, apa pun," kata Russell Fazio, psikolog dari The Ohio State University, seperti dikutip Science Alert.

"Begitu Anda mulai melihat peristiwa melalui lensa curiga itu, sangat mudah untuk mengadopsi teori konspirasi tambahan," tambahnya.

Dua penelitian berbeda menjadi fokus analisis. Yang pertama bertanya kepada 107 peserta tentang keyakinan mereka pada kejadian Juni 2020 atau Pemilu AS. Kemudian, pada bulan Desember tahun itu, studi kedua melihat bagaimana individu yang menganggap COVID-19 sebagai hoaks berkembang dalam ide konspirasi mereka.

Hasilnya, analisis statistik menunjukkan mereka yang percaya virus SARS-CoV-2 sengaja dilepaskan atau tingkat keparahan wabah COVID-19 dibesar-besarkan juga lebih cenderung tidak mempercayai hasil resmi pemilihan AS 2020. Terlebih lagi, anggota kelompok 'conspiracy minded' juga cenderung menunjukkan peningkatan pemikiran konspirasi antara bulan Juni dan Desember.

Studi kedua sendiri menggunakan data dari 1.037 peserta yang disurvei antara Maret 2020 dan Desember 2020. Sekali lagi, keyakinan pandemi adalah hoaks menjadi pintu gerbang peningkatan ide konspirasi sepanjang tahun.

Dilansir dari jurnal PLOS One, peneliti menyebut keterlibatan dengan teori konspirasi dunia nyata tampaknya bertindak sebagai pintu gerbang, yang mengarah ke peningkatan yang lebih umum dalam ide konspirasi.

"Jika Anda membaca wawancara atau forum yang sering dikunjungi oleh ahli teori konspirasi, Anda akan melihat fenomena di mana orang cenderung jatuh ke lubang kelinci setelah sesuatu terjadi dalam hidup mereka yang memicu minat umum pada teori konspirasi," kata Javier Granados Samayoa psikolog dari The Ohio State University.

"Dengan COVID-19, ada peristiwa besar yang tidak bisa dikendalikan orang, jadi bagaimana mereka bisa memahaminya? Salah satu caranya adalah dengan mengikuti teori konspirasi," lanjutnya.

Masih banyak yang tidak kita ketahui tentang mengapa orang tertarik pada teori konspirasi, dan bagaimana kepercayaan itu dapat berubah seiring waktu. Hal ini coba dijawab dengan mengaitkan teori konspirasi dengan tipe kepribadian, tetapi masih banyak pertanyaan yang belum terjawab.

Lebih lanjut, studi ini menunjukkan kesulitan keuangan selama pandemi mungkin menjadi salah satu pemicu pemikiran konspirasi. Peneliti menyebut identifikasi pemicu ini akan menjadi sangat penting dalam membatasi kerugian yang dapat ditimbulkan oleh teori-teori ini.

"Temuan ini menunjukkan bahwa kita perlu bersiap untuk setiap peristiwa skala besar tambahan yang serupa dengan COVID-19 untuk membendung gagasan konspirasi karena begitu orang masuk ke lubang kelinci, mereka mungkin terjebak," ujar Granados Samayoa.

[Gambas:Video CNN]

(lom/lth)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat