yoldash.net

PSSI Sakit Perut Lihat Realitas Bola Indonesia, 'Do It' Jadi Kunci

Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Arya Sinulingga mengaku sakit perut setelah melihat langsung realitas sepak bola Indonesia.
Foto: CNN Indonesia/ Abdul Susila

Jakarta, Indonesia --

Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Arya Sinulingga mengaku sakit perut setelah melihat langsung realitas sepak bola Indonesia.

Itu diungkapkan Arya dalam acara diskusi sepak bola dengan tajuk '94 Tahun PSSI Mau Kemana?' yang diadakan PSSI Pers di GBK Arena, Senayan, Jakarta pada Sabtu (11/5) siang.

Kata 'sakit perut' setidaknya tujuh kali diucapkan Arya dalam acara diskusi tersebut. Ini dirasakan Arya setelah ditunjuk menjadi pejabat pelaksana (plt) Asprov PSSI Sumatera Utara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai pejabat Asprov, Arya diminta melihat langsung kondisi sepak bola Indonesia di akar rumput, utamanya di Sumatera Utara. Dari tugas itu Arya melihat realitas miris sepak bola.

Awalnya Arya kaget dengan kenyataan hanya ada satu pemain yang lolos dari 700-an pemain dalam seleksi Timnas Indonesia U-20 dan tak ada yang lolos dari 500-an pemain untuk Indonesia U-16.

Dari blusukan di akar rumput, didapati fakta tak ada kompetisi sepak bola usia muda di Sumatera Utara. Klub-klub di sana hanya mengandalkan Liga 3 dan Soeratin.

Artinya pula dalam semusim, klub sepak bola akar rumput di sana hanya delapan kali bertanding. Ini sangat jauh dengan standar minimal jumlah laga per musim untuk pemain, 30 kali.

Tak hanya itu, jumlah pelatih berlisensi D, C, dan B, yang dikhususkan untuk sepak bola pemain pembinaan sangat minim. Jumlahnya pelatih sangat timpang dengan jumlah sekolah sepak bola (SSB).

Jumlah wasit di Sumatera Utara setali tiga uang. Untuk memimpin Liga 3, kata Arya, hanya ada lima orang wasit. Nahasnya lagi,saat dites hanya tiga dari lima itu yang lolos.

Inilah realitas sepak bola yang membuat Arya sakit perut. Ia pun yakin realitas sama terjadi di provinsi lainnya, dengan pengecualian di Jawa Barat dan Jawa Timur.

"Sakit perut saya lihat kenyataan ini. Apa yang mau dibenahi. Dibenahi itu kalau ada objeknya. Inilah pekerjaan PSSI, memperbanyak wasit, pelatih, dan menggelar kompetisi," katanya.

Jika kondisi sepak bola putra seperti ini, bagaimana sepak bola putri? Souraiya Farina, Sekretaris Jenderal Asosiasi Sepak Bola Indonesia (ASBWI) membeberkan faktanya.

Farina menjelaskan, ada 171 klub sepak bola Wanita yang ada di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu sangat minor yang pengasuhnya memiliki lisensi pelatih.

Situasinya memang pelik, tetapi tidak untuk dipisuhi. Sebaliknya kondisi ini harus segera diperbaiki dengan menggelar kompetisi. Bukan kompetisi elite, tetapi usia muda.

"Pengurus PSSI ini sudah punya rancangan yang bagus dan tinggal dikerjakan. Apakah pengurus sebelumnya tidak ada? Ada! Yang membedakan hanya tinggal mengerjakan atau tidak," kata Farina.

Soal situasi sepak bola Indonesia saat ini, Budi Sudarsono sangat berharap pada PSSI. Menurut mantan pemain Timnas Indonesia ini tugas PSSI tinggal memperbaiki kompetisi.

"Kuncinya 'do it'. Mau tidak PSSI untuk 'do it'. Kalau dikerjakan akan ada hasilnya. Sebagai mantan pemain tentu saya berharap sepak bola Indonesia menjadi lebih baik," kata pemain berjuluk Piton tersebut.

Penekanan Budi ini juga digaungkan pengamat sepak bola Dex Glenniza. Menurutnya, blueprint PSSI sudah bagus dan tinggal bagaimana eksekusinya.

[Gambas:Video CNN]

(nva/nva)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat