yoldash.net

Kisah Nelayan Melaut di Natuna Utara hingga Dipepet Coast Guard Asing

Menjadi nelayan di Laut Natuna Utara terkadang bukan hanya harus berhadapan dengan gelombang tinggi, ada pula risiko ancaman dari coastguard asing.
Anak - anak mandi air laut dengan bergantungan tali Kapal Nelayan yang bersandar di dermaga Pulau Seluan Kabupaten Natuna Kepulauan Riau. (CNN Indonesia/Ar Pandi)

Tanjungpinang, Indonesia --

Menjadi nelayan di Laut Natuna Utara terkadang bukan hanya harus berhadapan dengan gelombang tinggi, ada pula risiko ancaman dari coast guard atau kapal penjaga pantai asing.

Itulah yang diungkap sejumlah nelayan di perairan perbatasan Indonesia tersebut kala berbincang dengan Indonesia.com beberapa waktu lalu.

Dedi salah satu nelayan dari Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau mengaku bukan sekali dua kali dia diusir coast guard asing--baik Vietnam hingga China--yang mengawal kapal nelayan asal negara masing-masing. Padahal, kata dia, bila merujuk ke peta yang dijadikan panduannya, titik koordinat tersebut masih berada di wilayah perairan Indonesia atau masih 200 mil laut dari bibir pantai kota Ranai Natuna.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengaku pernah diusir dan digertak petugas kapal coast guard China dan Vietnam untuk pergi dari area penangkapan tersebut, padahal sesuai titik koordinat masih di perairan Indonesia. Tidak hanya itu, dia juga melihat Kapal Induk China dan Amerika lengkap dengan pesawat tempurnya lalu lalang di perairan perbatasan laut China Selatan.

"Sudah sering melihat Kapal Ikan Asing. Ditembak sih tidak, cuman digertak aja suruh pergi dari area penangkapan ikan di laut perbatasan," ujar Dedi dalam perbincangan, Selasa (21/5).

ADVERTISEMENT

Dedi beralasan dia membawa kapal untuk mencari ikan hingga ke titik tersebut. Pria yang sudah 25 tahun melaut sebagai nelayan itu mengaku mencari ikan saat ini berbeda dibandingkan bertahun-tahun lalu.

Dulu, sambungnya, ikan-ikan mudah didapat meski tak melaut jauh karena tak banyak kapal dari luar daerah Natuna. Namun, sambungnya, kini mereka mesti bersaing dengan kapal-kapal nelayan besar dari luar daerah seperti Pulau Jawa dan Kalimantan.

Dedi mengaku biasanya melaut selama sepekan hingga 15 hari. Untuk tangkapan, dia mengaku baru pulang setelah mendapat ikan sebanyak 1 ton lebih. 

Serupa Dedi, nelayan lain di wilayah tersebut, Rusli juga mengaku terpaksa melaut hingga wilayah mendekati titik perbatasan demi mendapatkan ikan.

Pria yang sudah menjadi nelayan lebih dari 30 tahun itu mengaku harus pergi melaut hingga ke laut dalam di perbatasan laut China selatan, karena ikan sudah tidak ada lagi di laut dangkal di perairan Natuna.

Menurutnya, untuk sampai ke laut perbatasan dengan titik koordinat N.59.000 - E.09 .000 atau sekitar 120 mil dari bibir pantai Kota Ranai Natuna dan 70 mil dari bibir pantai di Kecamatan Pulau Laut paling ujung utara di Pulau Natuna.

"Beda melaut mencari ikan puluhan tahun lalu bang, sekarang ikan pada susah, harus ke Laut Dalam kita cari," kata Rusli pada Selasa lalu.

'Senjatanya' untuk mencari ikan di laut dalam itu adalah kapal kayu kecil berkapasitas 5 Gross Ton (GT). Kapal tersebut dilengkapi peralatan satelit, radio, alat pancing ikan, dan tempat penampungan beserta es. Penangkapan ikan di laut masih dilakukan secara tradisional seperti pancing ulur dan rawai hanyut.

Dia pergi melaut, selama 8 hari baru pulang ke daratan. Hasil tangkapannya itu apabila beruntung bisa menghasilkan lebih dari 400 kilogram dengan berbagai jenis ikan.

Dari hasil itu, dia bisa mendapatkan 3 hingga 4 juta rupiah dan harus dipotong ongkos selama melaut seperti minyak dan ransum atau makanan dan minuman yang dibawa saat melaut. Namun, apabila harga ikan sedang murah pendapatannya pun menurun.

"Harga ikan, pas lagi banyak murah di pasar bang. Tak bisa juga kita perkirakan penghasilan Nelayan dari hasil menangkap ikan ini, tergantung harga pasaran," ujarnya.

Rusli nelayan asal Natuna Kepulauan Riau, berbagi cerita tentang pengalamannya selama melaut menangkap Ikan di lautan. Selama 32 tahun sebagai nelayan, ada kisah suka dan duka yang dirasakan. Sukanya apabila hasil tangkapan ikannya melimpah dan dukanya dihadang Kapal Ikan Asing (KIA) seperti China dan Vietnam yang dikawal kapal Qoast Guard atau kapal penjaga pantai kedua Negara tersebut. Selain itu, sering melihat Kapal Induk  perang asing dan pesawat tempur yang lalu lalang di laut Natuna utara.Sejumlah kapal Nelayan Bersandar di Dermaga Sepempang, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.(Indonesia/Ar Pandi)

Berharap pada pemerintah Indonesia

Baik Rusli, Dedi, hingga nelayan-nelayan Natuna lain berharap ada solusi dari pemerintah Indonesia terkait zona tangkap di perairan perbatasan.

Mereka mengaku masih bingung batas wilayah zona tangkap yang merujuk pada titik koordinat masih masuk perairan Indonesia, namun diusir oleh Kapal Coast Guard  asing yang mengawal kapal nelayan dari negara masing-masing menangkap ikan di perairan perbatasan dengan laut China selatan.

Bukan hanya kapal nelayan dan coast guard asing, mereka juga meminta perlindungan dari persaingan dengan kapal nelayan yang lebih besar dari daerah lain di Indonesia. Nelayan Natuna meminta pemerintah hadir di tengah - tengah para nelayan untuk memberi solusi keberlangsungan kehidupan mereka sebagai nelayan.

Selain itu, nelayan juga meminta pemerintah adakan kegiatan pelatihan dan pemberdayaan terhadap Nelayan Natuna ketika mereka tidak bisa melaut dengan kondisi cuaca buruk.

"Harapan kami, ada solusi dari Pemerintah untuk nelayan Natuna," ujar Rusli dan Dedi.

Puluhan kapal ikan ilegal ditangkap

Berdasarkan data dari Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam kurun waktu kuartal pertama 2024, Ditjen PSDKP mengamankan 36 Kapal menangkap ikan secara Ilegal.

Jumlah itu, di antaranya 30 Kapal Ikan Indonesia (KII), serta 6 Kapal Ikan Asing (KIA)-- 2 Malaysia, 2 Vietnam, dan 2 Filipina.

PSDKP menangkap puluhan kapal ikan karena menangkap ikan tidak dilengkapi izin, dokumen resmi dan menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan atau Trawl di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Indonesia (WPPNRI).

Dari 36 kapal yang diamankan PSDKP, 2 kapal di antaranya yang sama-sama berbendera Vietnam  diamankan di laut Natuna Utara. Penangkapan 2 Kapal Ikan Asing (KIA) Vietnam itu terjadi pada Sabtu 4 Mei 2024 atas laporan dari Nelayan Natuna.

"Ya, hanya dua Kapal Ikan Asing Vietnam yang ditangkap PSDKP pada Sabtu 4 Mei 2024 di Laut Natuna Utara," kata Humas PSDKP KKP Adi Pradana, dihubungi Selasa ini.

Tidak hanya, masalah di laut China Selatan, nelayan Natuna juga menghadapi masalah saat melaut di perairan perbatasan dengan Negara tetangga Malaysia. Menangkap ikan di perairan perbatasan dengan negeri jiran tersebut membuat Nelayan natuna ditangkap oleh Aparat Maritim Malaysia dari Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM).

Berdasarkan data yang diterima dari Badan Pengelola Perbatasan Daerah ( BP2D ) Provinsi Kepulauan Riau, terdapat 24 Nelayan asal Natuna dan Lingga Provinsi Kepulauan Riau ditangkap Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM), pada periode Februari hingga April 2024. 

"Sudah 24 Nelayan asal Natuna dan Lingga Kepri kita bantu agar mereka yang ditahan Aparat Maritim Malaysia bisa dibebaskan," kata Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah ( BP2D ) Provinsi Kepri, Doli Boniara, saat dihubungi, Selasa.

Lebih lanjut, dia mengatakan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sudah menyampaikan ke Pemerintah Pusat terkait masalah Nelayan yang menangkap ikan di laut perbatasan dengan Malaysia.

Menurutnya, masalah ini harus serius diselesaikan pemerintah Indonesia, karena sudah berlarut - larut dan seakan tanpa solusi. Menurutnya hal ini juga sudah disampaikan langsung ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) yang ada di Malaysia dan juga sudah sampaikan ke Badan Nasional Pengelola Perbatasan dan Kementerian Kelautan Perikanan.

"Sudah saya sampaikan, ke Pemerintah Pusat dan KJRI kita yang ada di Malaysia, harus ada solusi. Karena masalah ini setiap tahun terjadi," ujar Doli.

(arp/kid)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat