yoldash.net

Jurnalis Solo & Medan Demo Tolak RUU Penyiaran Perusak Kebebasan Pers

Massa gabungan jurnalis di sejumlah kota terus menyuarakan penolakan atas revisi UU Penyiaran yang mengancam kebebasan pers di RI.
Massa yang terdiri dari berbagai organisasi Pers; AJI Medan, PFI Medan, IJTI Sumut, FJPI Sumut hingga pers mahasiswa, berunjuk rasa tolak RUU Penyiaran yang mengancam kebebasan pers di depan DPRD Sumatera Utara, Selasa (21/5/2024). (CNNIndonesia/Farida)

Solo, Indonesia --

Massa gabungan jurnalis di sejumlah kota terus menyuarakan penolakan atas revisi UU Penyiaran yang bisa mengancam kebebasan pers di Indonesia pascareformasi 1998.

Terbaru, pada Selasa (21/5) ini, massa gabungan jurnalis di Solo (Jawa Tengah) dan Medan (Sumatera Utara) berunjuk rasa dengan seruan serupa di kota masing-masing.

Sejumlah organisasi jurnalis menggelar aksi demonstrasi di Plaza Manahan, Solo, Jawa Tengah, Selasa (21/5). Mereka menuntut DPR RI membatalkan revisi Undang-undang Penyiaran nomor 32 tahun 2002.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Awak media yang berunjuk rasa itu merupakan elemen  Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI). Selain itu, unjuk rasa juga diikuti sejumlah pelaku seni dan kreator konten.

Demonstrasi diawali dengan aksi teatrikal oleh dua orang awak media. Seorang berbalut cat putih dengan tulisan 'pers' di sekujur badannya. Lehernya terikat dengan rantai hitam dan ditarik oleh seorang berbaju parlente.

Sejumlah jurnalis lain mengangkat poster berisi penolakan RUU Penyiaran. Di antaranya berbunyi: 'RUU Penyiaran = Pemberangus Demokrasi' dan 'Jegal Sampai Gagal Pasal Problematik RUU Penyiaran'.

Ketua AJI Solo, Mariyana Ricky Prihatina Dewi mengatakan komunitas jurnalis di Solo tegas menolak naskah RUU Penyiaran versi Maret 2024. RUU tersebut memuat banyak pasal bermasalah.

"Di antaranya yang menjadi perhatian dari temen-temen jurnalis ini adalah larangan konten eksklusif jurnalisme investigasi," katanya usai aksi.

Larangan tersebut tidak dapat diterima lantaran karya jurnalisme investigasi terbukti berhasil membongkar pelanggaran hukum yang dilakukan pihak yang berkuasa. Mariyana mencontohkan kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat oleh Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.

"Kemungkinan ini adalah salah satu ketakutan oligarki atau konglomerasi kalau mereka terjerat pada suatu kasus atau pada tindak pidana atau perdata mereka bisa dibongkar oleh jurnalisme investigasi," kata dia yang karib dengan sapaan Nana itu.

Sejumlah organisasi jurnalis menggelar aksi demonstrasi di Plaza Manahan, Solo, Jawa Tengah, Selasa (21/5). Mereka menuntut DPR RI membatalkan revisi Undang-undang Penyiaran nomor 32 tahun 2002. (Indonesia/Rosyid)Sejumlah organisasi jurnalis menggelar aksi demonstrasi di Plaza Manahan, Solo, Jawa Tengah, Selasa (21/5). (Indonesia/Rosyid)

Nana juga mewanti-wanti naskah RUU Penyiaran yang beredar saat ini memberi wewenang untuk mengatur konten-konten di platform digital. Hal itu dikhawatirkan dapat mengancam kebebasan berekspresi para seniman dan kreator konten yang memanfaatkan platform digital seperti media sosial.

"ini akan menjadi lembaga superbody yang akan membungkam kebebasan berekspresi karena ada RUU penyiaran ini," katanya.

Hal senada disampaikan perwakilan PWI, Ronald Seger Prabowo. Menurutnya, RUU Penyiaran tersebut dapat mengganggu kerja jurnalis dalam menjalankan tugasnya.

"Ini bentuk keprihatinan kita dari teman-teman seluruh aliansi jurnalistik di kota Solo bagaimana RUU Penyiaran ini ada niatan untuk membelenggu kebebasan pers," kata Ketua Seksi Wartawan Olahraga PWI Solo itu.

Ia menyoroti pasal yang memberi kewenangan KPI untuk menangani sengketa Pers. Padahal selama ini sengketa pers diselesaikan di Dewan Pers berdasarkan Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Ronald khawatir jika pasal tersebut disahkan, jurnalis akan sangat mudah dikriminalisasi.

"Sekarang ini di RUU penyiaran yang baru itu kan ditangani oleh KPI dan itu berpotensi dilanjutkan ke ranah hukum atau disidangkan. Ini kan cukup cukup membahayakan bagi kita," kata Ronald.

Puluhan jurnalis berdemo di depan DPRD Sumut

Sementara itu di Medan, puluhan jurnalis dari berbagai media massa dan organisasi profesi berdemonstrasi menolak RUU penyiaran yang mengancam kebebasan pers di Indonesia. 

Mereka berdemonstrasi di depan Gedung DPRD Sumut, Kota Medan. Mereka menilai RUU Penyiaran yang tengah diusulkan DPR dan tengah digodok bersama pemerintah itu memuat produk kemunduran demokrasi yang menjadi penghambat kerja-kerja jurnalistik.

Massa yang terdiri dari berbagai organisasi seperti AJI Medan, PFI Medan, IJTI Sumut, FJPI Sumut hingga pers mahasiswa itu menyuarakan tuntutan menolak RUU Penyiaran yang dinilai sesat.

"Jika kelak disahkan, Undang-Undang Penyiaran bukan menjadi pelindung. Sebab di Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) memuat aturan larangan adanya penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi. Kita hadir di sini untuk memperjuangkan hak publik atas informasi," ujar perwakilan dari AJI Medan, Array A Argus.

Dalam orasinya, Array menyentil soal dugaan RUU Penyiaran sarat dengan kepentingan politik yang begitu kuat. Para jurnalis khawatir, RUU Penyiaran adalah kepentingan para bohir politik untuk membungkam pers.

"Kita patut curiga, siapa sebenarnya bohir RUU Penyiaran ini? Kita khawatir, ini adalah ajang penyelundupan kepentingan bohir politik untuk membungkam jurnalis," sebut Array.

Sementara itu, Ketua AJI Medan Christison menambahkan RUU Penyiaran merupakan upaya pemerintah mengembalikan masa kelam orde baru. Di masa orde baru, pers mengalami ancaman serius dari pemerintah. Sejumlah media dibredel karena dinilai menjadi ancaman.

"RUU Penyiaran hanyalah satu dari sekian banyak regulasi yang mengancam jurnalis. Sebut saja ada Undang-Undang Cipta Kerja, hingga KUHP baru yang memuat pasal-pasal mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat," tegasnya.

Christison mengatakan, para jurnalis akan terus melakukan perlawanan, sampai ada sikap yang tegas dari pemerintah dan legislatif, membatalkan isi RUU penyiaran yang mengancam kerja-kerja jurnalistik.

"RUU menyesatkan ini harus kita lawan. Kita melawan segala bentuk upaya yang membuat demokrasi kita semakin mundur," kata dia.

Sementara perwakilan dari PFI Medan, Yugo menegaskan bahwa dalam RUU Penyiaran tersebut jelas membungkam kinerja wartawan saat berada di lapangan dan ini sangat membungkam kinerja jurnalis saat melakukan kerjanya.

"Apakah ini bentuk ketakutan pemerintah terhadap jurnalis dan kedatangan kami ke DPRD Sumut ini meminta agar anggota dewan yang terhormat menyampaikan aspirasi kami ini," ungkapnya.

Aksi unjuk rasa semula tidak mendapat respon dari DPRD Sumut. Kemudian, satu orang anggota DPRD Sumut, Rahmansyah sibarani menemui massa. Dalam tanggapannya, Rahmansyah tidak memberikan sikap apapun.

"Saya meminta maaf karena hanya satu anggota DPRD yang menemui massa. Hari Senin, pukul 15.00 WIB, kami mengundang abang kakak jurnalis untuk datang membahas RUU Penyiaran," ujar Rahmansyah.

Diketahui, dalam beleid RUU Penyiaran pada Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) memuat aturan larangan adanya penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi. Berikut bunyi pasal 50 B ayat 2 huruf (c) berbunyi; "Selain memuat panduan kelayakan Isi Siaran dan Konten Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai:...(c.) penayangan eksklusif jurnalistik investigasi."

Dewan Pers sebagai induk lembaga konstituen pers sudah menyatakan menolak RUU Penyiaran. Bagi Dewan Pers, RUU penyiaran adalah upaya kesekian kalinya pemerintah untuk membungkam kemerdekaan pers.

(syd/fnr/kid)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat