yoldash.net

Pakar Asing soal Dissenting Opinion MK: Pemilu Prosedural Tapi Curang

Pakar politik dan keamanan internasional Universitas Murdoch dari Australia, Ian Wilson, menyoroti putusan MK soal sengketa Pilpres 2024, Senin (22/4).
Pakar asing Ian Wilson komentari soal dissenting opinion para hakim MK terkait gugatan sengketa Pilpres 2024. (CNN Indonesia/Adi Ibrahim)

Jakarta, Indonesia --

Pakar politik dan keamanan internasional Universitas Murdoch dari Australia, Ian Wilson, menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sengketa Pilpres 2024, Senin (22/4).

Wilson menggarisbawahi dissenting opinion atau perbedaan pendapat antar hakim MK terkait pertimbangan mereka terhadap sejumlah gugatan di perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam keputusan-keputusan hari ini tampak pola yang sama: antar penyesuaian prosedur pemerintah dan dan norma-norma etika," ujar Wilson kepada Indonesia.com pada Senin (23/4).

Dia kemudian berkata, "Itu diucapkan dalam dissenting opinion yang mengatakan bahwa di Orde Baru pun pemilu yang sudah dianggap diatur untuk dimenangkan pemerintah, sesuai dengan prosedur yang berlaku. Singkat kata, pemilu sesuai prosedur tetapi curang."

ADVERTISEMENT

Pada Senin, MK menggelar sidang putusan sengketa Pemilu 2024 usai tim Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengajukan gugatan.

Pihak Anies dan Ganjar menilai terdapat kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif dalam pemilu, pembagian bantuan sosial yang mempengaruhi pemilih, intervensi presiden Indonesia, hingga status pencalonan Gibran yang dipertanyakan.

Dalam sidang putusan, MK menolak permohonan gugatan pemohon. Namun, terdapat pendapat berbeda dari tiga hakim konstitusi. Mereka yakni Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih.

Saldi menyoroti asas jujur dan adil dalam pelaksanaan Pilpres 2024. Menurut dia, pemilihan presiden tahun ini bisa saja sudah sesuai mekanisme dan prosedur yang ada.

Namun, dia menggarisbawahi kondisi itu belum tentu menjamin Pilpres berjalan secara jujur. Saldi lalu memberi contoh saat era Orde Baru.

"Pemilu di masa Orde Baru pun berjalan memenuhi standar mekanisme yang ditentukan dalam UU Pemilu saat itu. Namun, secara empirik, Pemilu Orba tetap dinilai curang," kata Saldi.

Saldi menyebut Pemilu seharusnya melampaui batas keadilan prosedural dan substantif.

Di era Orba, kata Saldi, pelaksanaan pemilu berjalan tidak adil. Salah satunya karena faktor pemihakan pemerintah kepada salah satu kontestasi pemilu.

Oleh karena itu, asas jujur dan adil dalam norma Pasal 22E ayat 1 UUD 1945 menghendaki keadilan dan kejujuran pemilu yang lebih materil.

(isa/bac)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat