yoldash.net

G7 Ultimatum Putin: Rusia Terima Ganjaran Berat Jika Serbu Ukraina

Negara G7 melayangkan ultimatum jika Rusia benar-benar menyerang Ukraina.
Menlu AS Antony Blinken saat meghadiri pertemuan G7 di Liverpool, Inggris, soal ketegangan Rusia-Ukraina. (Foto: AFP/ANTHONY DEVLIN)

Jakarta, Indonesia --

Kelompok tujuh negara dengan perekonomian terbesar (G7) memperingatkan Rusia akan mendapatkan konsekuensi besar jika benar-benar menyerang Ukraina.

Pernyataan itu diungkapkan G7 melalui pernyataan bersama setelah para anggotanya yakni Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang menggelar pertemuan di Liverpool pada MInggu (12/12).

"Rusia seharusnya tak ragu soal konsekuensi besar dan respons lainnya jika ada agresi militer lebih lanjut terhadap Ukraina," bunyi pernyataan G7 tersebut seperti dikutip Reuters.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami menegaskan kembali komitmen teguh kami terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina, serta hak negara berdaulat untuk menentukan masa depannya sendiri."

G7 juga mengecam pengerahan militer Rusia yang terus menerus di dekat perbatasan Ukraina. Kelompok itu meminta Moskow agar menghentikan seluruh tindakan yang memicu ketegangan lebih lanjut.

ADVERTISEMENT

"Kami menyerukan Rusia mengurangi ketegangan, menggunakan saluran diplomatik dan mematuhi komitmen internasional mengenai transparansi kegiatan militer," lanjut G7.

Tak hanya itu, kelompok negara maju tersebut, terus menegaskan kembali dukungan atas upaya Prancis dan Jerman dalam Format Normandia. Upaya itu dibentuk demi mencapai implementasi penuh Perjanjian Minsk sebagai solusi konflik di Ukraina timur yang masih bergolak antara pasukan Kiev dan pemberontak pro-Rusia.

Sebelum pernyataan G7 muncul, Kedutaan Besar Rusia di London, mengatakan penggunaan frasa "agresi Rusia" oleh Inggris selama pertemuan G7 di Liverpool menyesatkan.

Hal tersebut, katanya, sengaja dirancang untuk menciptakan alasan G7 berkumpul dan membuat kesepakatan bersama.

Menurut Kedutaan Rusia, pihaknya telah membuat banyak tawaran kepada Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tentang cara mengurangi ketegangan.

"Forum G7 bisa menjadi kesempatan untuk membahasnya, tetapi sejauh ini kami tidak mendengar apa-apa selain slogan-slogan agresif," kata pernyataan kedutaan pada Sabtu (11/12) lalu.

Di hari berikutnya, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan kepada Presiden Amerika Serikat Joe Biden, bahwa pasukan Rusia tak menimbulkan ancaman.

Kepada Biden, Putin justru merasa aneh karena Rusia dibenci hanya karena memindahkan pasukan di wilayahnya sendiri.

Biden dan Putin disebut akan mengadakan pembicaraan lebih lanjut berkenaan dengan konflik di Ukraina ini dalam waktu dekat.

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan ada perbedaan konseptual yang sangat serius antara Rusia dan Amerika Serikat terkait area perbatasan Moskow.

Di sisi lain, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengatakan Rusia tak bisa menggunakan pengaruhnya atas Ukraina.

"Itulah yang ingin ditegaskan Rusia dan jika kita membiarkannya pergi dengan impunitas, maka seluruh sistem yang menyediakan stabilitas, mencegah perang, berada dalam bahaya," katanya kepada NBC News dalam wawancara pasca-KTT.

Perselisihan Rusia dengan AS Cs dipicu oleh konflik di perbatasan Ukraina. Negara Barat menuding Rusia terus mengerahkan pasukan di wilayah perbatasan sebagai bagian dari rencana menginvasi Ukraina.

Intelijen AS sebelum juga memprediksi Rusia mungkin saja merencanakan serangan multi-pasukan yang melibatkan hingga 175 ribu tentara di Ukraina awal 2022 mendatang.

Namun Kremlin membantah keras rencana penyerangan itu. Mereka malah menuding Barat mengidap Russophobia dan memicu ketegangan di kawasan.

Di sisi lain, Putin justru mengecam perluasan militer NATO di negara-negara Eropa yang berbatasan dengan Rusia. Menurut Moskow hal itu mengancam Rusia dan melanggar jaminan keamanan yang sudah dijanjikan NATO saat Uni Soviet runtuh pada 1991.

(isa/rds)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat