Jakarta, Indonesia --
Akhirnya rasa penasaran saya terhadap Godzilla Minus One terjawab setelah film kaiju itu tayang di layanan streaming. Berani saya katakan bahwa ini merupakan salah satu film favorit saya sepanjang 2024.
Godzilla Minus One menceritakan dua tahun setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II tahun 1945. Pemandangan yang masyarakat lihat kini hanyalah kehancuran. Termasuk, seorang mantan pilot kamikaze bernama Koichi Shikishima (Ryunosuke Kamiki) yang kabur dari misi bunuh dirinya ke Pulau Odo.
Shikishima menjadi salah satu yang selamat ketika Godzilla menyerang Pulau Odo. Namun, dia mesti melanjutkan hidup dengan penyesalan besar di pundaknya karena menjadi orang yang pengecut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, Shikishima dipertemukan dengan seorang perempuan yatim piatu bernama Noriko Oishi (Minami Hamabe) dan Akiko (Sae Nagatani), bayi perempuan yang dijaga oleh Noriko. Ketiganya tinggal bersama dan membangun kembali kehidupan mereka.
Koichi Shikishima (Ryunosuke Kamiki) dan Noriko Oishi (Minami Hamabe) dalam Godzilla Minus One. (Toho Co., Ltd) |
Demi menafkahi "keluarga" barunya, Shikishima bekerja sebagai awak kapal Shinsei Maru yang tugasnya membersihkan ranjau laut bekas perang. Tidak hanya pekerjaan, ia juga mendapat teman-teman baru.
Suatu hari, Godzilla terbangun dan bermutasi menjadi lebih berbahaya setelah terpapar radiasi dari uji tes senjata nuklir milik Amerika Serikat. Kaiju itu pun menargetkan Jepang sebagai sasaran barunya, tepatnya ke arah Ginza.
Hal tersebut membuat militer Jepang menyusun strategi untuk mengalahkan Godzilla, termasuk Shikishima yang bertekad untuk membayar kesalahannya di masa lalu.
Menonton Godzilla Minus One membangunkan kembali rasa semangat saya dalam menonton film kaiju. Terutama, setelah Godzilla di-Hollywood-kan lewat waralaba MonsterVerse.
Godzilla Minus One memiliki satu hal yang tidak dimiliki oleh semesta monster itu, yaitu keaslian cerita bagaimana Godzilla merupakan representasi dari betapa mengerikan dan berbahayanya senjata nuklir terhadap manusia yang menjadi korbannya.
Esensi dari rasa trauma itu ditangkap dengan baik oleh Takashi Yamazaki yang menahkodai proyek film Godzilla Minus One. Ia merupakan penulis skenario, sutradara, bahkan pengawas tim efek visual (VFX) film tersebut.
[Gambas:Youtube]
Lanjut ke sebelah...
Jika ada yang patut diberi dua acungan jempol untuk Godzilla Minus One, Yamazaki adalah orangnya. Dia berhasil membuat film yang dieksekusi dengan baik dari awal hingga akhir.
Tidak hanya menyuguhkan kisah tragis manusia yang dikombinasikan dengan kehadiran monster yang mengerikan, Yamazaki juga patut mendapat pujian dan penghargaan tertinggi di lini VFX.
Ini terbukti ketika Godzilla Minus One diganjar penghargaan dari Academy Awards sebagai Best Visual Effects. Yamazaki beserta timnya berhasil membawa pulang Piala Oscar ke Jepang.
Yamazaki mendapatkan keuntungan tersendiri lantaran dia pernah bekerja sebagai ahli VFX sebelum merambah ke arah penulisan dan penyutradaraan. Sehingga, dia mengawasi secara dekat dan dengan teliti tentang apa yang dia mau terkait VFX Godzilla Minus One.
Takashi Yamazaki dan timnya saat Godzilla Minus One menang Best Visual Effects di Piala Oscar 2024. (AFP/Robyn Beck) |
Fakta yang menarik dari Godzilla Minus One adalah bujet yang relatif sangat kecil jika dibandingkan dengan produksi film-film Hollywood.
Film Jepang ini diproduksi dengan anggaran sekitar US$15 juta. Angka ini kecil dalam kurs dolar, tapi sesungguhnya jika dikonversi, film ini memakan bujet sebesar 2,3 miliar yen.
Dengan angka sekecil itu--lewat kacamata Hollywood--nyatanya Godzilla Minus One membuktikan bahwa tidak perlu merogoh kantong dalam-dalam untuk memproduksi film yang bagus. Apalagi, jika film itu didominasi computer generated imagery (CGI) dan VFX.
Hal tersebut bisa terwujud apabila sang filmmaker bisa tahu cara mengatur uangnya dan memanfaatkan sumber daya yang mereka punya secara maksimal. Itulah yang Yamazaki lakukan saat menggarap Godzilla Minus One.
Godzilla saat meluluhlantakkan Ginza dalam film Godzilla Minus One. (dok. Twitter @godzilla231103) |
Meski demikian, ada satu hal yang kurang dari Godzilla Minus One. Bukan kesalahan filmnya, melainkan faktor eksternal lain. Film ini tidak tayang di bioskop Indonesia yang diyakini karena bertabrakan dengan Godzilla x Kong: The New Empire yang tayang berdekatan.
Ini tentu berpengaruh pada cara penonton mendapatkan pengalaman sinematik dari Godzilla Minus One. Saya kurang mendapatkan kemewahan dan kemegahan adegan ketika Godzilla muncul dan meratakan segala yang dia temui, dan juga scoring musik serta raungan Godzilla yang menggelegar.
Saya jadi menonton Godzilla Minus One dua kali, meskipun tetap dengan perasaan semangat dan ikhlas. Kali pertama ditonton lewat layar TV dilakukan demi menikmati visualnya, kali kedua ditonton lewat handphone dan headphone agar lebih mendapatkan kemegahan scoring musiknya.
Dengan respons penonton dan kritikus dari berbagai penjuru dunia yang sangat positif terkait Godzilla Minus One, dan bagaimana film itu berakhir, semoga Takashi Yamazaki mendapatkan lampu hijau untuk menggarap sekuel dari karyanya itu.
[Gambas:Infografis CNN]