yoldash.net

3 Penyakit Autoimun Kulit yang Sering Kambuh saat Pandemi - Halaman 2

Pandemi  Covid-19 juga memicu kambunya penyakit autoimun kulit. Berikut tiga penyakit autoimun kulit yang sering kambuh saat pandemi.
Vitiligo adalah penyakit autoimun kulit yang sering kambuh saat pandemi. (Foto ilustrasi vitiligo: iStockphoto)

2. Vitiligo

Saat sistem imun menyerang sel melanosit, maka dapat menimbulkan kondisi yang disebut vitiligo. Amel menjelaskan, sel melanosit berfungsi memberikan pigmen atau warna pada kulit.

"Tapi begitu pada kondisi ini, sel melanosit hancur sehingga kulit enggak ada warnanya lagi, lalu timbul bercak putih seperti kapur," katanya.

Di Indonesia, ada sekitar 5 juta orang yang mengalami vitiligo, sedangkan prevalensi secara global sekitar 0,5-2 persen. Vitiligo bisa dialami orang dari berbagai usia. Namun, sebagian dialami mereka yang berusia muda yakni kurang dari 20 tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gejala vitiligo dapat berupa ercak putih seperti kapur atau putih susu mulai dari wajah, genitalia, tangan dan kaki

Penanganan vitiligo bisa melalui tiga cara yakni, topikal, oral dan fototerapi. Obat topikal berupa kortikosteroid dan inhibitor kalsineurin. Kemudian untuk oral berupa kortikosteroid.

ADVERTISEMENT

3. Urtikaria

Umumnya masyarakat menyebut urtikaria sebagai biduran. Urtikaria ditandai dengan bentol merah di seluruh tubuh disertai rasa gatal. Penyakit autoimun kulit satu ini bisa dibedakan menjadi dua yakni akut dan kronik.

Urtikaria akut, terjadi dalam kurun waktu kurang dari 6 minggu (1,5 bulan). Urtikaria kronik, terjadi lebih dari 6 minggu.

Urtikaria kronik bisa disebabkan proses autoimun dan juga penyebab-penyebab lain seperti, alergi obat atau makanan, gigi berlubang, kemudian cuaca ekstrem.

"Yang penting diketahui, biduran ini bisa disertai bengkak di wajah, mata dan bibir. Mengapa? Dalam kondisi ini, kami bisa menganjurkan pasien untuk lebih waspada. Bengkak bisa terjadi di saluran napas lalu timbul sesak napas lalu pingsan," tutur Amel.

Pasien dengan urtikaria akan ditangani dengan tata laksana medikamentosa yakni pemberian obat baik oral, suntik maupun fototerapi. Namun Amel menegaskan kasus urtikaria juga psoriasis harus didukung dengan tata laksana non medikamentosa.

"Jangan digaruk, ini untuk meminimalkan trauma. Garukan bisa menimbulkan lesi kulit yang baru, misal sudah ada psoriasis, karena gatal jadi digaruk. Akibatnya, beberapa minggu ke depan akan lebih banyak bercak merahnya. Urtikaria awalnya hanya sedikit [bentolnya] tapi tambah lama tambah banyak dengan garukan," kata Amel.

(ptj/ptj)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat