yoldash.net

Bahlil Bersuara soal 2 Raksasa Eropa Batalkan Investasi Nikel Rp42 T

Kepala BKPM Bahlil mengklaim dua perusahaan besar Eropa, BASF dan Eramet, hanya menunda investasi smelter nikel, bukan membatalkannya.
Kepala BKPM Bahlil mengklaim dua perusahaan besar Eropa, BASF dan Eramet, hanya menunda investasi smelter nikel, bukan membatalkannya. (Foto: Bloomberg via Getty Images/Bloomberg)

Jakarta, Indonesia --

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia buka suara soal dua perusahaan besar asal Eropa, BASF dan Eramet, membatalkan rencana investasi pemurnian (smelter) nikel senilai Rp42,64 triliun.

Bahlil membantah BASF dan Eramet membatalkan investasi di proyek hilirisasi nikel tersebut. Klaim Bahlil, keduanya hanya menunda investasi, bukan tak jadi.

"Saya kemaren baru dapat kabar itu dan sampai sekarang kita lagi berdiskusi dengan mereka. Sementara bukan dicabut, tapi di-pending (ditunda) sementara," kata Bahlil di Kantor Kementerian Investasi/BKPM, Jakarta, Kamis (27/6) dikutip Detik Finance.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, dua raksasa Eropa itu menunda sementara investasinya karena mempertimbangkan lesunya daya beli masyarakat terhadap mobil listrik di Eropa. Situasi yang sama juga terjadi di Amerika.

"Daya beli masyarakat terhadap EV, mobil listrik di Eropa itu lagi turun, jadi harga pasarnya turun karena kompetisi dengan mobil-mobil negara lain. Dan Amerika juga lagi lesu pasarnya, oleh karena lagi lesu maka permintaan terhadap baterai itu berkurang," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Bahlil juga menampik mundurnya BASF dan Eramet menjadi tanda bahwa investor luar negeri mulai enggan menanamkan modal di sektor hilirisasi nikel dan kobalt Tanah Air.

"Nggak, nggak, ini cuma persoalan komoditas ini mobil listriknya di Eropa sama di Amerika saja. Semuanya jalan kok. Korea, Jepang, China, enggak ada masalah," imbuhnya.

BASF dan Eramet membatalkan rencana investasi proyek pemurnian (smelter) nikel senilai US$2,4 miliar atau setara Rp42,66 triliun (asumsi kurs Rp15.408 per dolar AS).

Kedua perusahaan itu rencananya bakal berinvestasi pada Proyek Sonic Bay di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara. BASF dan Eramet sudah mengantongi legalitas usaha atas nama PT Eramet Halmahera Nikel (PT EHN) untuk menggarap proyek tersebut.

Adapun proyek ini berupa pembangunan pabrik pemurnian nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) yang menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitates (MHP).

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Nurul Ichwan membeberkan keputusan BASF dan Eramet untuk membatalkan investasinya adalah keputusan bisnis yang diperoleh setelah melakukan berbagai evaluasi.

Ia mengklaim keputusan BASF dan Eramet tidak menurunkan minat investor asing untuk menanamkan modalnya pada sektor hilirisasi di Indonesia.

"Kami dari awal terus mengawal rencana investasi ini. Namun pada perjalanannya, perusahaan beralih fokus, sehingga pada akhirnya mengeluarkan keputusan bisnis membatalkan rencana investasi proyek Sonic Bay ini," ujar Nurul melalui keterangan resmi, Kamis (27/6).

Keputusan BASF dan Eramet untuk tidak meneruskan rencana investasi didasarkan pada pertimbangan akan perubahan kondisi pasar nikel yang signifikan. Hal ini khususnya pada pilihan nikel yang menjadi suplai bahan baku baterai kendaraan listrik.

Ujungnya, BASF memutuskan tak ada lagi kebutuhan untuk melakukan investasi suplai material baterai kendaraan listrik.

BASF merupakan perusahaan kimia terbesar di dunia asal Jerman. Perusahaan ini tengah berekspansi ke seluruh dunia, terutama ke Asia. Pada 2002-2005, mereka menginvestasikan 5,6 miliar euro Eropa atau Rp98,30 triliun (asumsi kurs Rp17.554 per euro Eropa) di Asia untuk pabriknya di Nanjing dan Shanghai, China dan Mangalore di India.

Sementara Eramet adalah perusahaan pertambangan dan metalurgi multinasional Prancis. Perusahaan itu memproduksi logam non-ferrous dan turunannya, nikel dan paduan superalloy, dan baja khusus berkinerja tinggi.

(pta/pta)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat