yoldash.net

Anggota DPR Sangsi Pemerintah Siap Terapkan KRIS BPJS 2025

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP Rahmad Handoyo pesimistis pemerintah siap menerapkan kelas rawat inap standar (KRIS) pada seluruh RS sesuai target, 2025.
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP Rahmad Handoyo pesimistis pemerintah siap menerapkan kelas rawat inap standar (KRIS) pada seluruh RS sesuai target, 2025. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/DAVID MUHARMANSYAH).

Jakarta, Indonesia --

Anggota Komisi IX DPR RI fraksi PDIP Rahmad Handoyo pesimistis pemerintah siap menerapkan kelas rawat inap standar (KRIS) pada seluruh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sesuai target di 2025.

"Pemerintah saat ini belum siap untuk menjalankan menuju KRIS tahun 2025, terkhusus pemerintahan sekarang," tegas Rahmad dalam diskusi 'BPJS Kesehatan dengan KRIS, Permudah Layanan atau Jadi Beban?' Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (21/5).

Menurutnya, niatan pemerintah untuk menstandardisasi kualitas pelayanan di seluruh rumah sakit merupakan hal yang mulia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, katanya, pemberlakuan aturan KRIS tanpa dibarengi dengan pembahasan atau kebijakan soal pembiayaan iuran atau tarif kelas itu sendiri hanya akan menyulitkan berbagai pihak.

"Dari rumah sakitnya dan dari DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) kan belum dibuat pembahasan, diskusi, hiruk pikuk soal KRIS kalau tidak diimbangi konsep bagaimana pembiayaannya juga akan sulit," ungkap Rahmad.

Menurut Rahmad, seharusnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 yang memayungi peraturan terkait KRIS ini juga merencanakan secara detail terkait desain iuran atau tarif kelas standar itu sendiri yang akan diterapkan di rumah sakit.

Hal ini, menurutnya, agar tidak timbul implikasi atau pertanyaan di kalangan masyarakat terkait apakah tarif untuk KRIS akan naik atau tidak.

Di sisi lain, Rahmad juga menyebut setidaknya ada dua dampak positif dari penerapan KRIS.

"Saya kira ada dua hal positifnya. Pertama, tentu dengan adanya pelayanan kelas standar peningkatan pelayanan kualitasnya menjadi naik. Yang tadinya kelas tiga menjadi kelas standar pelayanan semakin baik," ujar dia.

Kedua, kata dia, penerapan kelas standar menyebabkan adanya sama rasa, sama pelayanan, sama kelas, baik itu yang kaya maupun yang kurang mampu haknya sama, dari sisi pelayanan kesehatan.

Ia pun menegaskan DPR meminta pemerintah menyiapkan perangkat, dalam hal ini DJSN, untuk mengambil kebijakan mendasar tidak sebatas pelayanan saja, tapi juga termasuk soal pembiayaan.

"Isu yang ditunggu adalah soal pembiayaan. Jangan sampai pemberlakuan KRIS standar, peserta BPJS yang kelas tiga akhirnya jadi mantan peserta. Logikanya kalau naik kelas standar, iuran akan meningkat," ujar Rahmad.

Ia mengatakan DPR menunggu penjelasan dari pemerintah mengenai konsep dasar bagaimana desain utuh pembiayaan sistem KRIS. Ia tak ingin perubahan kebijakan memberatkan rakyat, terutama yang pembiayaan secara mandiri.

Menurutnya, pemerintah juga harus menjelaskan perubahan fasilitas untuk peserta BPJS kelas satu.

"Ini yang harus diberikan penjelasan secara utuh dari pemerintah, meskipun kita pahami konsepsi BPJS adalah jaminan sosial yang bercirikan gotong-royong," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Keseharan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut iuran BPJS Kesehatan akan dijadikan satu tarif atau tunggal usai pemberlakuan KRIS tahun depan. Ia menyebut pemberlakuannya akan dilakukan secara bertahap.

"Ke depannya iuran ini harus arahnya jadi satu, tapi akan kita lakukan bertahap," ujar Budi di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (16/5).

Saat ini, Budi mengaku tengah mempertimbangkan batas iuran BPJS Kesehatan. Hal tersebut, katanya, sedang dibicarakan dengan sejumlah pihak terkait dan akan diputuskan dalam waktu yang tidak lama lagi.

Di sisi lain, Ketua DJSN Agus Suprapto membantah iuran BPJS Kesehatan akan dijadikan satu tarif usai pemberlakuan KRIS. Ia menegaskan skema iuran BPJS Kesehatan bakal dibuat sesuai prinsip gotong-royong. Artinya, peserta yang kaya atau kelas 1 ikut iuran lebih tinggi dibanding kelas di bawahnya.

Dengan begitu, orang yang tak mampu atau kelas 3 membayar lebih rendah.

"Iurannya tidak akan sama (tarif tunggal), pasti. Artinya yang kaya harus bantu yang miskin," ucap Agus di Kantor BPJS Kesehata, Jakarta, Jumat (17/5).

Ia menilai jika sistem iuran BPJS Kesehatan dibuat single tarif, maka prinsip gotong royong terhapuskan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya memerintahkan seluruh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan memberlakukan sistem KRIS paling lambat 30 Juni 2025.

Skema ini menimbulkan asumsi di kalangan masyarakat bahwa kelas 1, 2, 3 akan dihapus dan diganti dengan penerapan KRIS di seluruh rumah sakit.

Namun, asumsi ini telah dibantah oleh sejumlah pihak, termasuk Budi Gunadi dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti.

Berdasarkan Pasal 103 B ayat 8 Perpres 59/2025, besaran iuran BPJS Kesehatan untuk KRIS baru akan diputuskan pada 1 Juli 205 mendatang. Artinya, iuran BPJS Kesehatan saat ini belum mengalami perubahan.

[Gambas:Video CNN]



(del/sfr)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat