yoldash.net

YLPK Jatim Curiga Subsidi Rp7,6 T untuk Minyak Goreng Salah Sasaran

Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim curiga subsidi Rp7,6 triliun untuk minyak goreng salah sasaran karena hingga kini harganya masih mahal.
Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim curiga subsidi Rp7,6 triliun untuk minyak goreng salah sasaran karena hingga kini harganya masih mahal. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Trisha Dantiani).

Surabaya, Indonesia --

Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur (Jatim) menilai subsidi Rp7,6 triliun yang digelontorkan pemerintah untuk menstabilkan harga minyak goreng salah sasaran.

Pasalnya, meski subsidi triliunan rupiah sudah digelontorkan, harga minyak goreng masih terus meroket.

"Saat ini harga minyak goreng di pasar modern maupun di pasar tradisional tetap meroket hingga menyebabkan masyarakat konsumen dan para pelaku usaha kuliner kecil mengeluh," kata Ketua YLPK Jatim Muhammad Said Sutomo, Jumat (11/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Said yang juga Anggota Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI ini mengatakan berdasarkan survei, pertengahan Februari 2022 harga minyak goreng di pasar masih Rp17 ribu- Rp18 ribu per liter.

Padahal, kata dia, pemerintah telah menetapkan HET minyak goreng curah Rp11.500, kemasan sederhana Rp13.500 dan kemasan premium Rp14 ribu per liter.

ADVERTISEMENT

"Kenyatannya (HET) itu tetap tidak efektif. Berdasarkan survei sampai sekarang, ternyata harga minyak goreng di pasar belum juga stabil, masih memberatkan masyarakat," ucapnya.

Karena itu, menurutnya, pemerintah harus buka secara transparan pemanfaatan dana subsidi Rp7,6 triliun itu agar masyarakat sebagai konsumen bisa mengawasi pelaksanaan dan pertanggungjawabannya.

[Gambas:Video CNN]

"Pengelolaan dana BPDPKS itu perlu dipertanyakan bagaimana pemerataannya di pasar modern dan tradisional," tutur dia.

Ia pun tak setuju anggaran subsidi itu disalurkan dan dikelola oleh BPDPKS. Pemerintah harusnya memberikan subsidi itu langsung kepada masyarakat pemakai minyak goreng via RT/RW dengan nilai tertentu.

Hal itu bisa dilakukan melalui sistem voucher potongan harga yang digunakan saat masyarakat membeli minyak goreng di ritel modern/tradisional. 

Setelah itu, pelaku usaha bisa me-reimburse ke pabrikan.

"Kami tidak setuju kalau subsidi diberikan pada pelaku usaha atau pabrikan kelapa sawit. Kami menganjurkan subsidi itu sebaiknya langsung ke masyarakat konsumen akhir yang rentan terhadap gejolak harga," ucapnya.

Hal itu, kata Said, juga dapat memudahkan pengawasan serta bisa menghindari penyelewengan anggaran subsidi.

(frd/agt)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat