yoldash.net

Meta Bakal Hapus Konten yang Serang 'Zionis', Cek Alasannya

Induk Facebook, Instagram, dan WhatsApp itu beranggapan istilah Zionis digunakan untuk merujuk orang Yahudi dan Israel.
Ilustrasi. Meta, induk Facebook dan Instagram, bakal menghapus lebih banyak postingan yang menyerang 'Zionis'. (Foto: REUTERS/DADO RUVIC)

Jakarta, Indonesia --

Meta, induk Facebook dan Instagram, bakal menghapus lebih banyak postingan yang menyerang 'Zionis'. Meta beranggapan istilah tersebut digunakan untuk merujuk orang Yahudi dan Israel daripada mewakili pendukung gerakan politik.

Hal tersebut disampaikan Meta dalam sebuah postingan di blog resmi mereka. Meta mengatakan akan menghapus konten yang "menyerang 'Zionis' ketika tidak secara eksplisit tentang gerakan politik" dan menggunakan stereotip antisemit atau mengintimidasi atau kekerasan yang ditujukan kepada orang Yahudi atau Israel.

"Setelah mendengar masukan dan melihat penelitian dari berbagai perspektif, kami sekarang akan menghapus ujaran yang menargetkan 'Zionis' di beberapa area," tulis Meta dalam blognya, dikutip Rabu (10/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di mana proses kami menunjukkan ujaran tersebut cenderung digunakan untuk merujuk pada orang Yahudi dan Israel dengan perbandingan yang merendahkan martabat, seruan untuk menyakiti, atau penyangkalan terhadap keberadaan mereka."

Mengutip Reuters, kebijakan Meta soal ujaran kebencian melarang serangan langsung terhadap orang-orang berdasarkan karakteristik yang dilindungi, meliputi ras, etnis, afiliasi agama, disabilitas, dan identitas gender.

Perusahaan milik Mark Zuckerberg itu, dalam blognya, mengatakan istilah 'Zionis' memiliki banyak makna berdasarkan asal-usul dan penggunaannya saat ini. Selain itu, istilah tersebut juga sangat bergantung pada konteksnya.

Menurut Meta istilah 'Zionis' ini sering merujuk pada pendukung gerakan politik, yang tidak termasuk karakteristik yang dilindungi dalam kebijakan mereka.

"Tetapi dalam beberapa kasus dapat digunakan sebagai proksi untuk merujuk pada orang Yahudi atau Israel, yang merupakan karakteristik yang dilindungi dalam kebijakan Ujaran Kebencian," lanjut Meta.

Pembaruan kebijakan ini merupakan hasil konsultasi Meta dengan 145 pemangku kepentingan yang mewakili masyarakat sipil dan akademisi di seluruh wilayah global. Kebijakan ini muncul seiring dengan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah akibat serangan Israel ke Palestina.

Sebelumnya, Lembaga pemerhati hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) menuding Meta membatasi konten-konten terkait pro-Palestina di platform media sosial mereka.

Laporan HRW menyoroti sejumlah konten pro-Palestina yang dihapus oleh perusahaan meskipun konten tersebut tidak melanggar kebijakan apa pun. HRW juga meminta Meta untuk mengubah atau membagikan lebih banyak informasi seputar beberapa kebijakan dan keputusan moderasi.

"Meta harus mengizinkan kebebasan berekspresi yang dilindungi, termasuk tentang pelanggaran hak asasi manusia dan gerakan politik, di platformnya," kata Human Rights Watch dalam laporan tersebut.

HRW mengaku telah mengidentifikasi lebih dari 1.000 konten pro-Palestina yang menurutnya tidak melanggar peraturan Meta, tetapi telah dibatasi atau dihapus selama Oktober dan November 2023.

Konten tersebut termasuk unggahan dengan gambar korban terluka atau mayat di rumah sakit Gaza dan komentar yang berbunyi, "Bebaskan Palestina" dan "Hentikan Genosida."

Sejumlah pegawai Meta juga sempat menulis surat terbuka untuk menunjukkan bagaimana perusahaan mempromosikan genosida yang dilakukan Israel ke warga Gaza di Palestina.

Surat tersebut kini viral di media sosial X (sebelumnya Twitter) setelah dibagikan oleh Paul Biggar, pendiri Tech For Palestina.

"Karyawan Meta menerbitkan surat terbuka kepada manajemen untuk menunjukkan bagaimana meta telah mempromosikan genosida. Beginilah penindasan itu terjadi," kata Paul dalam cuitannya di X, Rabu (8/5).

Dalam surat terbuka tersebut, para karyawan mengungkap kekecewaan dan keheranan mereka atas kurangnya kepedulian dari para petinggi Meta terhadap warga Palestina. Para karyawan itu mengaku mendapat 'penyensoran' saat berbicara mengenai apa yang terjadi di Palestina.

"Setiap dukungan terbuka untuk rekan-rekan Palestina kami atau jutaan orang yang menghadapi krisis kemanusiaan di Palestina disambut dengan penyensoran internal atas keprihatinan karyawan," demikian keterangan dalam surat terbuka tersebut.

[Gambas:Video CNN]



(tim/dmi)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat