yoldash.net

BMKG Ungkap Alasan Hujan Masih Rajin saat Kemarau Sudah Datang

Cuaca ekstrem masih rutin terjadi di sejumlah daerah meski musim kemarau mulai datang di Indonesia. Simak penjelasan ilmiahnya.
Ilustrasi. Cuaca 'gloomy' belakangan rajin muncul di sejumlah wilayah meski kemarau mulai datang. (morgueFile/cohdra)

Jakarta, Indonesia --

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta warga waspada potensi cuaca ekstrem, termasuk di Jakarta, walau sebagian besar wilayah Indonesia sudah masuk musim kemarau. Ada apa?

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan sebagian wilayah Indonesia memang sudah memasuki awal musim kemarau.

Sebelumnya, BMKG mengungkap sebagian wilayah di Indonesia sudah memasuki musim kemarau. Selain itu, ada potensi kekeringan khususnya di wilayah Indonesia sebelah selatan Khatulistiwa paling tidak hingga akhir bulan September.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, lanjut Guswanto, sebagian wilayah RI lainnya masih berada di masa peralihan musim. Hal ini membuat kandungan uap air dan labilitas atmosfer masih tinggi dan dapat memicu pertumbuhan awan-awan hujan yang signifikan.

ADVERTISEMENT

Alhasil, ada potensi peningkatan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia dalam sepekan ke depan secara signifikan.

Kondisi dinamika atmosfer yang dapat memicu peningkatan curah hujan tersebut antara lain aktifnya fenomena atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang ekuatorial Rossby dan juga Kelvin, pola sirkulasi siklonik, serta potensi pembentukan daerah belokan dan perlambatan angin.

"Kombinasi pengaruh fenomena-fenomena tersebut diprakirakan menimbulkan potensi hujan dengan intensitas sedang-lebat yang disertai kilat/petir dan angin kencang yang dapat berlangsung di sebagian wilayah Indonesia hingga 9 Juni 2024", jelas Guswanto, dalam siaran pers BMKG, Senin (3/6).

Beberapa wilayah pun terdeteksi dilanda hujan sedang hingga lebat setidaknya dalam 24 jam terakhir.

Contohnya, Semarang (curah hujan 104,4 mm), Sambas (103,0 mm), Sarmi, Papua (94,0 mm), Ambon (69.9 mm), Toli-Toli, Sulawesi Tengah (61,1 mm), Silangit, Sumatra Utara (57,3 mm), dan Tanjung Pinang, Kepulauan Riau (50,8 mm).

Sementara, Jakarta berpotensi hujan sedang yang disertai kilat/petir.

BMKG menyebut kondisi ini terjadi akibat beberapa faktor dinamika atmosfer yakni aktifnya gelombang ekuator Rossby dan Kelvin di Jawa bagian barat. Kondisi ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di Jawa bagian barat dan termasuk Jabodetabek.

Ada pula pola pertemuan dan perlambatan kecepatan angin (konvergensi), suhu muka laut yang hangat pada perairan wilayah sekitar Selat Sunda dan Laut Jawa.

Tak ketinggalan, labilitas atmosfer yang tinggi serta indikasi adveksi (pegerakan udara horisontal) dingin dari selatan Jawa sehingga menyebabkan kelembapan yang tinggi di wilayah pulau Jawa.

Daerah cuaca ekstrem

Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani mengungkap daerah yang berpotensi hujan dengan intensitas sedang-lebat yang disertai kilat/petir dan angin kencang pada periode 3 hingga 9 Juni.

Yakni, sebagian Sumatra, sebagian Jawa bagian barat, sebagian besar Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, Maluku Utara, Maluku, dan sebagian besar Papua.

Andri juga meminta masyarakat, khususnya yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana hidrometeorologi, agar tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem meskipun sebagian besar wilayah Indonesia saat ini sudah memasuki musim kemarau.

"Dampak yang ditimbulkan dari cuaca ekstrem dapat meliputi banjir, banjir bandang, banjir lahar hujan, tanah longsor, jalan licin, pohon tumbang, dan berkurangnya jarak pandang," ujar dia.

[Gambas:Video CNN]

(kid/arh)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat