yoldash.net

Wamenkominfo Enggan Jadi Polisi Konten AI di Medsos

Wamenkominfo Nezar Patria tidak mau Kominfo menjadi 'polisi konten' terkait AI karena tidak semua harus di-takedown.
(Nezar Patria tidak mau Kominfo menjadi 'polisi konten' terkait AI, karena tidak semua konten-konten terkait AI harus di-takedown. Foto: CNN Indonesia/Kadafi)

Jakarta, Indonesia --

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan pihaknya belum berencana membuat satuan tugas (satgas) khusus buat menangani konten kecerdasan buatan (AI) di media sosial.

"Kita tidak mau menjadi polisi konten yang apa-apa langsung takedown dan saya rasa kita bukan seperti itu," kata Nezar dalam podcast What The Fact! Startech Indonesia, Senin (11/12).

Nezar menjelaskan hal ini selaras dengan istilah "3 lines of defend" atau 3 lini perlindungan. Pada lini pertama dan kedua adalah masyarakat dan yang ketiga baru pihak berwenang atau kementerian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengatakan masyarakat lah yang seharusnya menjadi polisi konten di media sosial.

Dengan literasi digital, masyarakat diharapkan dapat menjadi polisi konten yang bisa menentukan apakah konten tersebut bahaya atau tidak.

"Saya yakin, makin awas dan semakin terliterasi [masyarkat] kalau ini [konten] dilihat 'oh ini too good to be true', dia langsung melakukan pengecekan ke sumber-sumber yang lebih otoritatif, entah itu media massa yang kredibel atau langsung ke sumber-sumber pemerintah yang punya data-data otoritatif tentang tema-tema yang dibicarakan," jelas dia.

"Di Kominfo sendiri kita punya Satgas untuk misinformasi dan misinformasi itu lintas sektor, untuk memantau perkembangan konten-konten negatif termasuk di situ judi online termasuk pornografi dan lain sebagainya," lanjutnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong pihaknya menoleransi konten hiburan hasil produksi teknologi AI deepfake, asalkan konten tersebut tidak memiliki niat buruk.

"Jadi kalau soal [deepfake] hiburan, Pak Jokowi nyanyi seolah-seolah itu banyak sebetulnya. Lihat saja di YouTube, banyak. Tapi kan itu tidak ada motif menyerang, tidak ada motif menyudutkan. Jadi beda dengan kasus Pak Jokowi pidato dalam bahasa Mandarin," ujar Usman.

"Jadi kalau yang nyanyi itu enggak masalah. Masih kita toleransi karena tidak ada niat buruk," imbuhnya.

Sebelumnya, beredar sebuah video yang menampilkan video Presiden Joko Widodo tengah berjalan di tepi pantai dan menyanyikan lagu Yellow dari band asal Inggris, Coldplay. Namun, video yang diunggah akun Instagram @politiccringe.id tersebut merupakan hasil dari AI deepfake.

Menurut Usman, konten semacam ini dapat ditoleransi karena tidak memiliki niatan buruk. Meski demikian, konten tetap bisa diblokir jika ada permintaan dari yang bersangkutan.

Usman menyebut penanganan konten deepfake perlu dilakukan dengan hati-hati dan teliti.

"Kita harus teliti kontennya itu seperti apa. Kira-kira ada niat-niat tertentu enggak, atau ada efek-efek yang tidak baik enggak," katanya.

"Jadi untuk yang Instagram itu kita masih mentoleransi lah. Atau yang lain-lain yang serupa," imbuhnya.

(rfi/dmi)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat