Taylor Swift Effect, Picu Lonjakan Traffic Amazon Hingga NFL
Taylor Swift, penyanyi asal AS, terdeteksi sukses mengangkat lalu lintas pengunjung (traffic) sejumlah situs yang terkait dengan penjualan tiket hingga merchandise berkat strategi khusus.
Selain menjadi langganan Grammy Awards, terlepas sejumlah kontroversi soal kelayakannya, Swift selalu masuk jajaran elite artis dengan penghasilan terbesar dunia.
Menurut Forbes, per Juli, Taylor Swift ada di urutan pertama selebritis dengan bayaran tertinggi di dunia US$185 juta.
Bisnis sampingannya pun menggurita. Film Taylor Swift: The Eras Tour resmi menjadi film konser dengan pendapatan tertinggi lewat box office US$250 juta (sekitar Rp3,8 triliun).
"Dalam industri hiburan musik, para musisi menemukan cara untuk meraih kesuksesan, tidak lebih dari Taylor Swift. Dia menyusun pedomannya sendiri, menulis ulang aturan keterlibatan dalam bisnis selebriti," menurut RJ Jones, Vice President of Investor Relations, Communications, Insights, and Sustainability di platform analisis data internet Similiarweb, awal November.
Penelitian Similiarweb pun mengungkap langkah-langkah strategis Swift, yang kini sudah berusia 33 tahun, dan mengkaji pengaruh ekonominya tidak hanya dalam industri musik tetapi juga di "wilayah-wilayah yang tidak terduga."
"Data menunjukkan potensi dampak ekonomi atau halo di luar upaya Taylor Swift untuk memberikan dukungan langsung kepada penggemar sangatlah besar," kata Jones.
"Dampaknya dapat menjangkau berbagai media dan jenis bisnis, ada yang memang diperkirakan, ada pula yang mungkin mengejutkan."
Berikut rincian efek Swift buat beragam situs dan bidang usaha:
Tiket tur konser
Dalam hal menarik perhatian dan mengubah penjualan tiket konser, Taylor Swift menetapkan standar baru. Pra-penjualan (pre-sale) tiket untuk The Eras Tour menjadi 'bencana' bagi situs penjualan tiket Ticketmaster di AS dan lokasi lain di seluruh dunia.
Permintaan tiket di AS melebihi kemampuan Ticketmaster secara online dan aplikasi selulernya, serta menyebabkan frustrasi dan kegelisahan bagi Swifties, panggilan buat para fannya, di mana pun.
Alih-alih belajar dari kesalahan, gangguan pada penjualan tiket Swift di Ticketmaster berlanjut secara global pada 2023.
Namun, fenomena ini punya berkah terselubung. Similiarweb menyebut banyaknya peliputan media soal kelangkaan tiket tur konser "adalah hal yang sangat berharga bagi seorang artis."
"Semakin kuatnya liputan berita 'FOMO', lebih banyak permintaan untuk tiket," kata Jones.
Berdasarkan catatan Similiarweb, traffic tiket tur 'Eras' di AS mencapai puncaknya di Ticketmaster dan pengecer pada November 2022, menandai pertumbuhan lalu lintas ke Ticketmaster sebesar 56,3 persen year on year (YoY) pada bulan itu.
Situs tiket lainnya, Stubhub, mengalami peningkatan kunjungan sebesar 80,7 persen dari tahun ke tahun. Sementara Seat Geek tumbuh 56,2 persen YoY, dan Vivid Seats tumbuh 35,1 persen YoY pada November 2022.
Pada puncaknya di November, halaman tiket Tur Eras di AS mencapai 7,1 juta kunjungan di Ticketmaster, yang merupakan 6,4 persen dari total lalu lintas AS ke situs tersebut.
Pada saat yang sama, subdomain pusat bantuan Ticketmaster mencapai puncak tertinggi dalam 3 tahun, dengan lebih dari 3,5 juta kunjungan yang sebagian besar disebabkan oleh kekacauan dan kemarahan seputar penjualan tiket Eras Tour.
"Pemenang besar dalam 'bencana' ini adalah pembeli tiket yang beruntung, baik fans maupun calo yang menggunakan bot untuk mendapatkan tiket meskipun sistem fans sudah terverifikasi," ujar Jones.
Nilai jual kembali tiket tur Eras segera setelah dirilis melebihi 10 kali nilai nominalnya, setara dengan ribuan dolar AS untuk setiap tiket.
Permintaan sekunder yang sangat besar ini pada gilirannya menguntungkan pasar tiket StubHub, Vivid Seats, dan Seat Geek, sehingga menciptakan lonjakan biaya yang signifikan bagi mereka dari penjualan tiket yang kemungkinan besar tidak akan terulang dalam waktu dekat.
Akibatnya, "Taylor adalah pecundang dalam skenario ini, kesenjangan harga dari Ticketmaster ke pengecer sangat besar."
Merchendise
Pada November 2020, Taytay, panggilan akrabnya, mengumumkan mulai merekam ulang enam album pertamanya setelah label lamanya, Big Machine Records, menjual semua masternya kepada manajer musik Scooter Braun.
Selama 3 tahun terakhir, dia merilis ulang album Fearless (Taylor's Version), Red (Taylor's Version), dan Speak Now (Taylor's Version), bersamaan dengan rilis ulang tahun 1989 (Taylor's Version), bulan lalu.
Sejak perilisan ulang pertamanya pada 2021 (Fearless dan Red), traffic di toko online Taylor Swift meningkat lebih dari dua kali lipat.
Sepanjang tahun ini (Januari hingga September), tokonya tumbuh 50,2 persen dibandingkan 2022, mencapai lebih dari 21 juta kunjungan.
Tahun lalu, tokonya dikunjungi 14,1 juta pengunjung dan hanya tumbuh 5,6 persen setiap tahunnya. Tokonya telah tumbuh 117 persen dari 9,7 juta kunjungan pada tahun 2020 menjadi lebih dari 21 juta kunjungan sejauh ini pada tahun 2023.
Dengan setiap rilis ulang, Taylor meluncurkan merchandise baru.
Barang koleksi populer mencakup 4 versi dari setiap album yang dirilis ulang dalam bentuk vinil.
Setiap versi menyertakan sampul album dan warna vinil yang berbeda, serta satu lagu yang belum pernah dirilis yang hanya tersedia dalam bentuk vinil, ditambah kaus dan T-shirt edisi terbatas.
"Membuat FOMO dengan 'merch drop' ini adalah bagian khas dari interaksinya dengan penggemar," kata Jones.
Efek pacaran di halaman berikutnya...