yoldash.net

Pakar Klaim NASA Pernah Bunuh Alien di Mars 47 Tahun Lalu

Ilmuwan asal Jerman mengklaim NASA pernah membunuh alien di Planet Mars hampir 50 tahun yang lalu. Simak teorinya.
Ilustrasi. Ilmuwan asal Jerman mengklaim NASA pernah membunuh alien di Planet Mars 50 tahun yang lalu. (Foto: iStockphoto/Cobalt88)

Jakarta, Indonesia --

Saat keberadaan alien masih menjadi kontroversi, seorang ilmuwan mengklaim bahwa Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pernah membunuh makhluk luar angkasa di Planet Mars hampir 50 tahun yang lalu.

Ahli astrobiologi dari Universitas Teknik Berlin Dirk Schulze-Makuch mengklaim NASA telah menemukan alien, atau bentuk kehidupan di luar Bumi, di daratan Mars, dan tak sengaja membunuhnya.

Setelah mendarat di Planet Merah pada 1976, wahana antariksa Viking milik NASA kemungkinan mengambil sampel bentuk kehidupan yang bersembunyi di dalam bebatuan Mars.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika bentuk kehidupan ekstrem ini ada dan terus ada, tulis Schulze-Makuch dalam artikelnya di Big Think, eksperimen yang dilakukan oleh para pendarat mungkin telah membunuh mereka sebelum mereka teridentifikasi, karena pengujian tersebut akan "membuat mikroba potensial ini kewalahan."

Namun, ahli lain berbeda pendapat mengenai apakah klaim baru ini hanya fantasi yang mengada-ada atau sebuah penjelasan yang menarik untuk beberapa eksperimen di masa lalu yang membingungkan.

Sculze-Makuch mengakui bahwa teorinya adalah "dugaan yang mungkin dianggap provokatif oleh sebagian orang". Tapi mikroba serupa hidup di Bumi dan secara hipotetis bisa hidup di Planet Merah, jadi mereka tidak bisa diabaikan, mengutip Live Science, Kamis (7/9). 

Eksperimen Viking

Masing-masing wahana antariksa Viking, yaitu Viking 1 dan Viking 2 melakukan empat eksperimen di Mars, yakni percobaan spektrometer massa kromatografi gas (GCMS) yang mencari senyawa organik atau yang mengandung karbon, di tanah Mars.

Kemudian, eksperimen pelepasan molekul berlabel, yang menguji metabolisme dengan menambahkan nutrisi yang dilacak secara radioaktif ke dalam tanah.

Ada pula percobaan pelepasan pirolitik (penguraian senyawa kimia dengan suhu tinggi), yang menguji fiksasi karbon oleh organisme fotosintesis potensial.

Terakhir, percobaan pertukaran gas, yang menguji metabolisme dengan memantau bagaimana gas-gas yang dikenal sebagai kunci kehidupan (seperti oksigen, karbon dioksida, dan nitrogen) berubah di sekitar sampel tanah yang terisolasi.

Hasil eksperimen Viking itu membingungkan banyak ilmuwan sejak saat itu. Eksperimen pelepasan berlabel dan pelepasan pirolitik menghasilkan beberapa hasil yang mendukung gagasan kehidupan di Mars.

Bahwa, dalam dua eksperimen tersebut, perubahan kecil pada konsentrasi beberapa gas mengisyaratkan semacam metabolisme sedang berlangsung.

Disitat dari Big Think, GCMS juga menemukan beberapa jejak senyawa organik terklorinasi, tetapi pada saat itu, para ilmuwan misi meyakini senyawa-senyawa tersebut merupakan kontaminasi dari produk pembersih yang digunakan di Bumi.

Namun, percobaan pertukaran gas, yang dianggap paling penting dari keempat percobaan tersebut, memberikan hasil negatif, sehingga sebagian besar ilmuwan pada akhirnya menyimpulkan bahwa Viking tidak mendeteksi kehidupan di Mars.

Namun, Schulze-Makuch percaya sebagian besar eksperimen tersebut mungkin memberikan hasil yang tidak sesuai karena menggunakan terlalu banyak air.

"Karena Bumi adalah planet air, masuk akal jika penambahan air dapat menyebabkan kehidupan muncul di lingkungan Mars yang sangat kering," tulis Schulze-Makuch, "Kalau dipikir-pikir, mungkin pendekatan itu terlalu bagus."

Dalam sebuah studi pada 2018 yang diterbitkan dalam jurnal Scientific Reports, para peneliti mengungkap terlalu banyak air bisa mematikan organisme kecil.

Hal itu terbukti dalam banjir ekstrem di Gurun Atacama yang membunuh hingga 85 persen mikroba asli yang tidak dapat beradaptasi dengan kondisi basah.

Schulze-Makuch menulis menambahkan air ke setiap mikroba potensial dalam sampel tanah Viking mungkin setara dengan terdamparnya manusia di tengah lautan: keduanya membutuhkan air untuk bertahan hidup, namun jika konsentrasinya salah, hal itu bisa mematikan bagi mereka.

Alberto Fairén, ahli astrobiologi di Cornell University dan salah satu penulis studi 2018, mengatakan "sangat setuju" bahwa menambahkan air ke eksperimen Viking dapat membunuh potensi mikroba higroskopis dan menimbulkan hasil yang kontradiktif dari Viking.

Kata ilmuwan NASA

Pakar lainnya percaya bahwa hasil penelitian Viking "tidak terlalu ambigu" dibandingkan apa yang dikemukakan oleh Schulze-Makuch dkk.

Pada 2007, pendarat Phoenix milik NASA, yang adalah penerus pendarat Viking, menemukan jejak perklorat - bahan kimia yang digunakan dalam kembang api, suar di jalan raya, dan bahan peledak, dan secara alami terdapat di dalam beberapa batuan - di Planet Mars.

Konsensus ilmiah umum adalah bahwa keberadaan perklorat dan produk sampingannya dapat menjelaskan secara memadai gas yang terdeteksi dalam hasil penelitian awal Viking.

Chris McKay, ahli astrobiologi di Pusat Penelitian Ames NASA di California, menyebut bukti itu pada dasarnya telah "menyelesaikan dilema Viking."

Lihat Juga :

Ia pun menyebut para ilmuwan yang terus meremehkan hasil dari Viking hanya menyia-nyiakan upaya mereka.

"Saya tidak setuju dengan logika mereka," katanya. "Tidak perlu menggunakan jenis kehidupan baru yang aneh untuk menjelaskan hasil dari Viking."

[Gambas:Video CNN]

(can/dmi)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat