yoldash.net

Alasan Tak Perlu Risau Soal Klaim Kiamat Internet Kata Ahli

Badai Matahari dahsyat disebut akan menyebabkan kiamat internet. Betulkah klaim tersebut?
Ilustrasi. Klaim bahwa badai matahari akan menyebabkan kiamat internet tidak menemukan dasar saintifik. (Foto: NASA)

Jakarta, Indonesia --

Klaim soal kedatangan kiamat internet karena badai matahari 2025 disebut tidak memiliki dasar saintifik. Simak penjelasannya berikut.

Kekhawatiran soal kiamat internet muncul setelah studi pada 2021 berjudul "Solar Superstorms: Planning Internet Apocalypse" memprediksi ada badai matahari besar yang bisa merusak kabel-kabel internet terutama yang berada di bawah laut.

Selain itu, misinformasi berdasarkan peringatan dari Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (AS) (NASA) kian memanaskan rumor tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Peringatan yang hadir lewat berita dan unggahan-unggahan media sosial ini mencakup klaim soal badai matahari yang akan datang yang akan memicu pemadaman internet global dalam dekade berikutnya.

Klaim itu juga menyebut Parker Solar Probe milik NASA, yang diluncurkan pada tahun 2018 untuk mempelajari matahari dan cuacanya dari dekat, dapat menyelamatkan internet "dari kematian akibat badai matahari".

ADVERTISEMENT

Namun demikian, dilansir Space, NASA sebetulnya tidak pernah mengeluarkan peringatan soal kiamat internet.

Kebanyakan informasi yang salah merujuk kepada sebuah artikel yang dipublikasikan NASA pada Maret tentang usaha mereka memprediksi badai matahari menggunakan AI.

Dalam artikel itu pun, NASA tidak menggunakan frasa "kiamat inernet." Sebaliknya, artikel itu berasal dari studi yang sama tahun 2021 yang dibuat Sangeetha Abdu Jyothi.

Baru-baru ini kepada Washington Post, Jyothi mengaku menyesalkan penggunaan frasa tersebut dan bahwa makalahnya "mendapat perhatian terlalu banyak."

Lebih lanjut, kekhawatiran online pun diamplifikasi oleh riset yang telah dikaji oleh rekan sejawat (peer-reviewed) awal tahun ini. Riset itu menunjukkan Matahari mungkin mencapai puncak aktivitasinya pada 2024, atau satu tahun lebih cepat daripada prediksi sebelumnya.

Sejumlah pakar memprediksi badai matahari memang akan terjadi setelah aktivitas Matahari mencapai puncaknya. Akan tetapi, tidak ada bukti untuk mendukung klaim soal kiamat internet tersebut.

Bukti bahwa badai matahari bisa merusak sistem komunikasi dan listrik memang telah ada. Akan tetapi, "harus ada studi lebih dalam untuk membuat pernyataan soal kekuatan badai matahari," kata Vishal Upendran, research associate di Lockheed Martin Solar and Astrophyisics Laboratory.

Terlepas dari segudang klaim tentang bagaimana matahari dapat membunuh planet ini, tidak ada prediksi yang didukung sains bahwa badai matahari yang mematikan akan terjadi pada tahun 2025.

Meramal tingkat keparahan kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh badai matahari di Bumi sangatlah rumit, menurut Upendran.

Misalnya, saat matahari mendekati puncak aktivitas magnetiknya, struktur di permukaannya menjadi semakin rumit, membuatnya sulit untuk dimasukkan ke dalam model.

Selain itu, semburan matahari yang dipancarkan matahari adalah struktur 3-D yang berinteraksi dengan sistem medan magnet Bumi, yang juga merupakan struktur 3-D, dengan cara yang tidak sepenuhnya dipahami dan sulit untuk dimodelkan.

"Ini adalah sistem yang rumit, dan tidak tepat untuk membuat pernyataan tegas tentang terjadinya badai super," kata Upendran.

Dikutip dari AP, badai matahari 2023 yang terdekat diprediksi terjadi Kamis (13/7). Para pengamat langit di 17 negara bagian AS diperkirakan bisa untuk melihat Cahaya Utara, yakni pertunjukan langit berwarna-warni yang terjadi saat angin surya menghantam atmosfer Bumi.

[Gambas:Video CNN]

(lth/arh)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat